Baca Juga


Ciri khas masyarakat adat Baduy (Urang Kanekes) yang tinggal di pegunungan Kendeng, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Lebak, Banten. Suku Asli Banten ini adalah masih kokohnya tradisi yang diwariskan oleh karuhun (nenek moyang) mereka. Bagaimana mereka berladang, memperlakukan alam, dan memperlakukan sesama telah dikukuhkan sebagai sebuah keyakinan yang mencerminkan nilai tradisi dan budaya masyarakatnya.

Salah satu tradisi yang dinilai masih bertahan adalah cara mereka berbusana dan aktivitas membuat kain dengan cara ditenun. Kain tenun, bagi masyarakat adat Baduy, selain berfungsi untuk memenuhi kebutuhan sandang, juga memiliki fungsi sebagai identitas. Khusunya terhadap nilai-nilai adat yang juga melambangkan eksistensi mereka. Perbedaan antara Baduy Dalam dan Baduy Luar dapat dilihat dari warna dan tenunan yang mereka kenakan.


Kain di sini didominasi dengan warna putih untuk Suku Baduy Dalam. Warna ini diartikan dengan suci dan aturan yang belum terpengaruh dengan budaya luar. Selain itu, teksturnya yang kasar dan motif sederhana menjadi ciri khas lain kain yang dibuat dengan cara tradisional ini.

Sedangkan bagi masyarakat Baduy Luar, kain berwarna hitam dan biru tua menjadi warna yang sering dipakai. Untuk kaum perempuan kain digunakan dalam membuat baju adat yang memiliki bentuk menyerupai kebaya.

Tenun Baduy (http://www.tenunindonesia.com)

Keterampilan membuat seni tenun pada masyarakat adat Baduy (Urang Kanekes) bisa dikatakan tidak terlepas dari latar belakang yang dipengaruhi pelbagai unsur sejarah. Diperkirakan keahlian ini telah dimiliki oleh masyarakat yang hidup pada masa perundagian atau perunggu mulai abad ke-8 sampai abad ke-2 SM.


Sumber daya alam kapas merupakan salah satu bahan dalam membuat kain tenun. Kapas ini diproses dengan pemintalan sederhana, kemudian ditenun dengan alat dari kayu dan bambu yang ada di sekitar mereka. Pengetahuan tentang kapas sebagai bahan benang diduga telah dimiliki oleh Orang Kanekes sejak lama. Pada masa Kerajaan Pajajaran, Urang Kanekes setiap tahun sudah biasa memberikan persembahan 10 pikul kapas kepada kerajaan dan tradisi pembuatan kain dari bahan kapas dinyatakan sudah ada sejak masa tersebut (Iskandar, 2005:236). Ada yang beranggapan bahwa busana Urang Kanekes saat ini merupakan busana yang digunakan oleh masyarakat Jawa Barat pada masa silam.

Tenun Baduy (http://www.tenunindonesia.com)

Kain tenun Suku Baduy dibuat dengan bantuan alam dan proses menenun dilakukan oleh kaum perempuan Suku Baduy. Penanaman biji kapas hingga memanen menjadi tahapan awal dalam pembuatan kain tenun ini. Kemudian, proses dilanjutkan dengan kapas akan dipintal hingga membentuk benang.

Dari benang inilah proses akan dilanjutkan dengan kegiatan menenun. Kegiatan ini hanya boleh dilakukan oleh kaum wanita Suku Baduy. Mitos yang berkembang menceritakan, apabila ada pihak laki-laki yang melakukan kegiatan menenun maka perilaku laki-laki tersebut akan berubah menyerupai perilaku wanita.

Tenun Baduy (http://www.tenunindonesia.com)

Proses menenun bisa berlangsung mulai dari hitungan minggu hingga berbulan-bulan. Lamanya proses ini disebabkan oleh besar dan kerumitan membuat motif kain. Biasanya motif kain Suku Baduy berupa garis warna-warni dan motif yang terinspirasi dari alam. Kain tradisional Suku Baduy selalu digunakan dalam pembuatan baju adat. Terlebih lagi jika menyangkut dengan Suku Baduy Dalam yang masih memegang teguh aturan adat. Pakaian harus terbuat dari kapas dan tidak boleh menggunakan mesin jahit dalam pembuatannya.

Penggunaan kain tenun Suku Baduy tidak hanya diperuntukan bagi pakaian adat saja. Majunya pariwisita di Baduy Luar dimanfaatkan para penduduk sekitar untuk menjual kain kepada wisatawan yang datang berkunjung ke daerah mereka. Kain ini biasanya dijadikan oleh-oleh sebagai tanda pernah berkunjung ke Suku Baduy. Selain terdapat kain ikat kepala dan pakaian adat, kain tenun di sini juga bisa dijadikan taplak meja atau hiasan cantik dekorasi rumah Anda.

Tenun Baduy (http://www.tenunindonesia.com)

Ragam Hias (Motif)

Ragam hias pada tenun Urang Kanekes yang berbentuk geometris tersebut telah dihasilkan oleh para wanita secara turun-temurun sehingga tidak ada yang tahu pasti asal usul dari ragam hias tersebut. Akan tetapi, dalam ragam hias tenunan Indonesia, pengetahuan seni ragam hias geometris merupakan gambaran dari pengetahuan konsep tentang alam dan lingkungan hidup.

Konsep ragam hias yang diilhami oleh lingkungan alam menunjukkan bahwa sudah sejak dahulu alam dan lingkungan dianggap mempunyai peranan penting dalam kehidupan. Dalam ragam hias tenun Baduy, unsur-unsur tadi diwujudkan dalam bentuk-bentuk garis geometris seperti garis berbentuk kait, spiral atau disebut juga pilin, garis lurus, segi tiga, segi empat, bulatan, dan masih banyak lagi. Wanita suku Baduy dalam pembuatan kain tenun, biasanya berfokus pada dua jenis kain tenun, antara lain:

1. Sarung/samping, sarung atau samping Baduy sangat sederhana, terutama pada tenunan kain samping aros dan sarung poleng hideung yang berwarna biru tua atau hitam yang dihiasi motif kotak-kotak tipis berwarna hitam atau hanya bermotif polos, samping pada umumnya berwarna dasar hitam dipadu dengan garis-garis kecil warna biru terang. Samping dapat dijahit dibuat menjadi sarung atau kulot (semacam rok pada wanita).

Kain Sarung/ Samping (aros) Baduy

2. Tenunan bodasan/boeh tenunan polos putih yang biasanya digunakan sebagai bahan untuk membuat baju, ikat kepala, atau selendang. Ikat kepala selalu dikenakan kaum laki-laki, baik anak-anak maupun dewasa.

Kain Bodasan/Boeh

Perkembangan ragam Tenun

  Tenun Selendang Putih (bodasan) dengan Variasi Hiasan Tumpul

Memasuki kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini telah terjadi kerja sama antara perajin tenun Baduy dengan seniman tenun dari daerah lain. Bahkan hingga desainer akademis yang mencoba melakukan pendampingan kepada warga Baduy untuk mengembangkan motif, warna, serta ukuran tenunan.

Tenun Selendang Adu Mancung

Walaupun menemui kendala dalam mengembangkan tenun Baduy, karena tradisi masyarakat adat Baduy yang sulit menerima perubahan, kreativitas masyarakat adat Baduy dalam menenun telah berkembang. Hasilnya, tercipta desain-desain baru bagi penenun Baduy yang memberikan harapan untuk dipasarkan lebih luas lagi. Kain tenun khas Baduy bahkan oleh beberapa kalangan telah didesain sebagai bahan baku bagi prodak dan bahan dasar fashion.

Tenun Selendang Baduy Suat Songket

Variasi awal yang dikembangkan adalah tenunan selendang polos putih dengan deretan hiasan tumpal pada kedua ujungnya seperti yang terlihat pada gambar di atas. Tenunan tersebut dapat dijadikan ikat pinggang oleh Masyarakat Adat Baduy. Tenunan selendang masyarakat adat Baduy yang berkesan lebih dinamis kemudian hadir pada tenunan selendang putih mereka yang dihiasi corak kotak-kotak tipis diselingi benang warna-warni. Selain itu ada pula bentuk corak geometris merah seperti yang terlihat pada tenun Adu Mancung.


Keterangan Gambar:

a) Caor/dodogong, sebilah papan yang diletakkan horizontal, sebagai sandaran punggung penenun. Selain itu berfungsi jug untuk menarik kain tenunan agar terbentang kencang
b) Taropong, sepotong bambu (tamiang), tempat memasukkan benang kanteh (pakan)
c) Tali caor, tali yang mengikatkan bilah caor dengan kain yang ditenun di sebelah kiri dan kanan penenun
d) Suri/Sisir, alat berbentuk sisir, untuk membereskan benang pakan dan benang lusi.
e) Hapit, bilahan papan untuk menggulung kain hasil tenun
f) Barera, sebilah kayu alat bertenun untuk merapatkan benang pakan agar kain tenun menjadi rapat g) Jingjingan, bagian dari gedogan, tempat menambatkan lusi
h) Limbuhan, sebilah kayu yang memanjang seperti mistar berbentuk bulat untuk merenggangkan kedudukan benang tenun
i) Kekedal, patitihan, totojer, bilahan kayu tempat kaki penenun bertelekan
j) Rorogan, sebilah kayu alat penahan berera, terletak sebelah kanan penenun
k) Totogan, bilahan papan/kayu sebagai alat penahan ketika proses bertenun
l) Cangcangan, bilahan papan/kayu, sebagai penguat alat bertenun

Sumber: Wacananusantara