Baca Juga

Telaah Pustaka Dan Pengembangan Hipotesis 
Pada bab ini telaah pustaka dan pengembangan hipotesis diketengahkan menurut alur berpikir dan penyajian sebagai berikut
(1) Uraian dan penjelasan mengenai isu-isu utama penelitian yang meliputi teori kegunaan-keputusan informasi akuntansi, hirarki kualitas akuntansi menurut SFAC No. 2 tentang Qualitative Characteristics of Accounting Information, metode-metode pembebanan PPh, penjelasan mengenai ketentuan pajak penghasilan, riset-riset sebelumnya yang kontekstual dengan tema penelitian ini, model kerangka teoritikal dasar dan kerangka penelitian yang dikembangkan

(2) Penjelasan dan uraian secara detail definisi dari teori yang digunakan dan perkembangan penelitian dalam tema akuntansi perpajakan.

(3) Penurunan hipotesis dan argumentasi dari penggunaan masing-masing isu sentral dalam tema penelitian ini dan


Teori Kegunaan-Keputusan (Decison-Usefulness Theory) Informasi 
Akuntansi

Menurut Hendriksen (1992) teori adalah
“a coherent set of hypothetical, conceptual and pragmatic principles forming the general framework of reference for a field of inquiry”

Dan teori akuntansi itu berkaitan dengan:
1) Aktivitas manusia
2) Teori akuntansi menyangkut: 
a) Perilaku manusia mengacu pada informasi akuntansi 
b) Kebutuhan manusia akan informasi akuntansi, dan
c) Mengapa manusia dalam suatu organisasi itu memilih informasi yang akan disajikan. 

Adapun contoh-contoh dari sangkut-paut teori akuntansi dengan komponen-komponen tertentu tersebut adalah (Deegan 2000):
a) Menggambarkan bagaimanakah aset itu seharusnya dinilai 
b) Prediksi mengapa para manajer akan memilih metode-metode akuntansi tertentu 
c) Menjelaskan bagaimanakah latar belakang kultur dari individu itu mempengaruhi informasi yang disajikan
d) Menggambarkan informasi akuntansi apa sajakah yang seharusnya disajikan bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) tertentu. 


Selanjutnya disebutkan bahwa tidak ada teori akuntansi yang dapat diterima secara universal oleh semua pihak. Hal itu disebabkan adanya perbedaan perspektif mengenai tujuan sentral, peranan dan cakupan akuntansi keuangan. 


Teori kegunaan-keputusan (decision-usefulness theory) dari informasi akuntansi dikemukakan dalam disertasi George J. Staubus untuk pertama kalinya pada tahun 1954. Teori kegunaan-keputusan mencakup mengenai syarat dari kualitas informasi akuntansi yang berguna dalam keputusan yang akan diambil oleh pengguna. Fitur kegunaan-keputusan nampak dalam ringkasan diagramis mengacu pada kriteria pilihan akuntansi dan pendekatan pembuktian dalam pengukuran aset dan laibilitas (Gambar 2.1). Premis dari teori kegunaan-keputusan adalah
(1) Tujuan akuntansi adalah menyediakan informasi finansial mengenai perusahaan guna pengambilan keputusan
(2) Tujuan akuntansi dikaitkan dengan investor adalah menyediakan informasi finansial mengenai suatu perusahaan yang akan digunakan dalam pembuatan keputusan investasi
(3) Investor mencakup pengertian pemilik dan kreditur.



Sumber: Staubus 2000.

Relevan yang dimaksud dalam fitur di atas mengacu pada prediksi tingkat kembalian di masa depan bagi investor. Suatu properti finansial adalah relevan bagi suatu keputusan bila memberikan materialitas yang cukup. Hal itu berarti memiliki kemampuan untuk mempengaruhi keputusan. Reliabilitas mengandung beberapa kriteria dalam pemilihan metode pengukuran alternatif yang mungkin dan secara jelas diakui. Reliabilitas tidak dapat didefinisikan secara lengkap oleh Staubus hingga tahun 1970. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya ketentuan mengenai cara pengukuran dan mengingat adanya perbedaan pendapat dengan pihak-pihak lain. Aspek reliabilitas memiliki kedekatan makna dengan relevan.


Hubungan antara variabel-variabel akuntansi dengan harga sekuritas menjadi dasar penyusunan premis teori kegunaan-keputusan. Hal ini kemudian diterjemahkan oleh Ball dan Brown (1968) dan Beaver (1968) dalam penelitian mengenai makna angka-angka akuntansi dalam laporan keuangan bagi investor pasar modal.


Menurut Staubus (2000) komplemen dari koefisien variasi lebih baik dalam mengukur reliabilitas daripada varians. Alasannya adalah
1) Koefisien variasi (beserta komplemennya) adalah independen atas derajat nilai transaksi dan
2) Komplemen dari koefisien variasi adalah lebih konsisten dengan perhitungan intuitif. Hal ini mengingat semakin tinggi komplemen dari koefisien atau variasi maka reliabilitas juga akan tinggi.



Komparabilitas merupakan keterhubungan antara praktik akuntansi yang memberi kontribusi terhadap proses penghubungan antara dua atau lebih data finansial. Nilai informasi dari data diacu dari aplikasi yang sama dalam praktik akuntansi atas kejadian tertetu. Suatu metode akuntansi bertingkat rendah dalam hal kriteria komparabilitas apabila memperkenankan objek atau kejadian yang identik dilaporkan sebagai sesuatu yang berbeda dan sebaliknya. Terdapat enam jenis komparabilitas yang kemudian dibahas dalam perkembangan publikasi ilmiah. Jenis komparabilitas itu adalah antar periode, antar perusahaan, antar jalur (inter line) dan dalam jalur (intra line), komparabilitas atas panjangnya periode pelaporan dan komparabilitas ex ante dan ex post. 

Pihak yang pertama kali menerima tujuan dari kegunaan-keputusan tersebut dalam rangka pengembangan standar akuntansi adalah ASOBAT (American Accounting Association’s A Statement of Basic Accounting Theory) pada tahun 1966. Teori kegunaan-keputusan selanjutnya menjadi dasar penyusunan APB Statement 4 tentang Basic Concept and Accounting Principles Underlying Financial Statement of Business Enterprises yang dikeluarkan pada tahun 1970 dan kerangka konseptual Financial Accounting Standard Boards (FASB), yaitu Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) yang berlaku di Amerika Serikat sejak tahun 1980 (Staubus 2000). 


APB Statement 4 tentang Basic Concept and Accounting Principles Underlying Financial Statement of Business Enterprises (1970) memperkenalkan gagasan tentang kandungan dari kualitas yang membuat informasi finansial itu berguna, yaitu relevan, dapat dipahami, dapat diperiksa, netral, tepat waktu, dapat diperbandingkan dan lengkap. Hal tersebut sesuai dengan fitur teori kegunaan-keputusan yang dikemukakan oleh Staubus tahun 1954 dan tidak bertentangan dengan kerangka dasar FASB yang disusun kemudian pada tahun 1980.


Bentuk umum kerangka dasar akuntansi didasarkan pada informasi ekonomi dan mengacu pada pendekatan evaluasi terhadap informasi (Feltham 1972 dan Demski 1972). Terdapat sembilan kriteria yang diusulkan dalam rangka mengevaluasi informasi akuntansi, yaitu
(1) Atribut relevan
(2) Reliabilitas, yang mencakup verifiabilitas
(3) Komparabilitas
(4) Efek terhadap pihak lain
(5) Pemahaman (understandability) dan keterbacaan (readability)
(6) Ketepatwaktuan
(7) Kuantitas optimal, dan
(8) Biaya produksi dan biaya utilisasi. 


Nama lain dari teori kegunaan-keputusan adalah teori akuntansi untuk investor (a theory of accounting to investors). Hal-hal yang dibahas dalam teori kegunaan-keputusan adalah
(1) Tujuan dari teori kegunaan-keputusan
(2) Identifikasi pemakai dan penggunaannya
(3) Fokus pada orientasi investor dalam keputusan arus kas, dan
(4) Nilai informasi akuntansi yang relevan dengan tujuan tersebut.


Kriteria penyusunan fitur dari teori kegunaan-keputusan untuk pertama kalinya dialamatkan terhadap pengakuan pendapatan, yaitu ketika George Staubus menyusun disertasi mengenai An Accounting Concept of Revenue di University of Chicago Amerika Serikat pada tahun 1954 (Staubus 2000).


Keputusan untuk merancang identifikasi terhadap komponen-komponen dari teori kegunaan-keputusan berlangsung lama dan terkait dengan perkembangan dari kejadian satu sama lain. Dua kriteria yang mengawali dasar dari pembuatan keputusan pilihan akuntansi adalah
(1) Relevan dan
(2) Aksebilitas terhadap bukti yang mencakup variabel-variabel yang sulit dalam penyusunan estimasi dan perhitungan, imbalan bagi penilai dan resiko bias yang mengurangi reliabilitas dari pengukuran.


Hal-hal tersebut kemudian diterjemahkan oleh FASB dalam SFAC sebagai relevan dan reliabilitas dalam publikasi kerangka konseptual tahun 1980.


Kriteria untuk mengevaluasi metode-metode akuntansi meliputi bebas dari bias, objektifitas, netralitas dan independensi. Bias mengandung arti sistematis yang terkait dalam metode pengukuran dan dapat diestimasi serta dialihkan melalui koreksi teknis. Hal tersebut mengakibatkan adanya tahapan sistematis dalam pengambilan keputusan akuntansi, yaitu:
(1) Identifikasi masalah akuntansi yang akan dipecahkan
(2) Identifikasi dua atau lebih pemecahan yang mungkin yaitu metode alternatif (sistem informasi) yang akan dievaluasi
(3) Identifikasi pemakai dan non pemakai yang terpengaruh oleh pilihan yang diambil
(4) Identifikasi penggunaan oleh masing-masing pemakai dan metode yang digunakan seperti teknik keputusan dan sifat efek terhadap non pemakai
(5) Untuk masing-masing kelompok dan kriteria tertentu kemudian ditentukan alternatif metode akuntansinya kemudian dikombinasikan
(6) Kombinasi peringkat dalam berbagai kriteria untuk menggali pilihan kelompok tertentu dan
(7) Kombinasi dari berbagai pemakai untuk menentukan pilihan akhir.


Definisi konsekuensi ekonomi dalam dunia penyusunan standar akuntansi adalah efek kebalikan terhadap harga sekuritas. Hal ini berarti juga terhadap kemampuannya meningkatkan modal atau kemungkinan manajer menentukan pilihan sub optimal atas tindakan tertentu (bagi pemilik). Manajer diduga merasa ketakutan akan efek negatif pilihannya terhadap kinerja yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Konsekuensi ekonomi tidak diangkat sebagai salah satu kriteria FASB dalam penyusunan pilihan akuntansi yang termasuk dalam karakteristik kualitatif dari informasi akuntansi. 


Pendekatan kriteria-kriteria yang digunakan dalam rangka pengambilan keputusan akuntansi tidak tersusun secara lengkap hingga tahun 1970, yaitu ketika APB mengeluarkan pernyataan tentang basis kerangka konseptual untuk pertama kalinya. Manfaat dari kerangka dasar adalah membuat standar akuntansi menjadi lebih konsisten dan logis, dan meningkatkan kompatibilitas internasional dari standar akuntansi. Dengan adanya kerangka dasar pengakuan dan penyajian pelaporan keuangan, penyusun kebijakan seharusnya menjadi lebih bertanggung-jawab terhadap keputusannya. Komunikasi antara penyusun kebijakan dan konstituennya seharusnya menjadi lebih dekat. Perkembangan standar akuntansi seharusnya menjadi lebih ekonomis. 


Jika standar akuntansi mencakup hal tertentu, maka mungkin tidak diperlukan lagi standar tambahan yang lain. Penekanan pada peranan ‘kegunaan-keputusan’ dari laporan keuangan lebih penting daripada pembatasan yang mengacu pada pertanggung-jawaban (Deegan 2000). 


Kerangka dasar mengandung beberapa kelemahan, yaitu bagi organisasi kecil mungkin merasa terbebani oleh keharusan untuk melakukan pelaporan yang tercakup. Fokus pada ekonomi khususnya berdampak untuk menganulir transaksi-transaksi yang tidak tercakup dalam pasar atau pertukaran hak kepemilikan, sehingga lebih jauh didorong pada kinerja ekonomi daripada kinerja sosial. 


Kerangka dasar merupakan suatu cara melegitimasi lembaga penyusun standar. Hines (1991) dan Solomon (1978) menyatakan bahwa konsep dasar digunakan sebagai alat untuk membantu meyakinkan keberadaan dan kelanjutan dari profesi akuntansi dan kemampuan profesi untuk mengatur dirinya sendiri, sehingga dapat mengurangi campur tangan pemerintah. 


Teori kegunaan-keputusan informasi akuntansi merupakan bagian dari teori normatif (Staubus 2000). Teori normatif adalah teori yang didasarkan pada keyakinan yang seharusnya terjadi dalam kondisi tertentu, tidak hanya berdasarkan pada observasi. Contoh teori normatif lainnya adalah Continuously Contemporary Accounting (CoCoA) yang dinyatakan oleh Chambers (1966). Teori normatif tidak mengevaluasi mengenai praktik akuntansi yang sebenarnya tetapi lebih menggambarkan bagaimanakan praktik tertentu itu seharusnya dilakukan.Walaupun kadang-kadang preskripsi tersebut menyimpang dari praktik yang sebenarnya dan berdasarkan opini pribadi tentang apa yang seharusnya terjadi. 


Studi mengenai kandungan informasi akuntansi menyimpulkan bahwa pendekatan kegunaan-keputusan dipakai untuk menguji apakah pengumuman atas beberapa kejadian dalam pasar modal itu menghasilkan suatu perubahan sifat distribusi dari kembalian saham (Belkaoui 1992). Temuan tersebut diperoleh untuk pertama kalinya berdasarkan hasil studi Ball dan Brown (1968) yang menyatakan bahwa perubahan laba yang tidak diharapkan berkorelasi dengan kembalian saham residual. Studi ini konsisten dengan hipotesis bahwa informasi akuntansi mengarahkan pada perubahan harga keseimbangan saham. Kerangka kerja Feltham (1972) menekankan pada faktor-faktor individual untuk menghitung akibat dari suatu bagian sistem informasi. Bagian tersebut terkait dengan himpunan kemungkinan tindakan tertentu pada suatu periode waktu. Suatu fungsi pembayaran gaji meliputi kejadian selama periode tertentu, keterhubungan probabilistik antara kejadian di masa lalu dan masa datang, kejadian dan penanda dari sistem informasi dan sekumpulan aturan keputusan sebagai fungsi dari sinyal. 


Informasi ekonomi itu dapat terkait dengan biaya yang diperlukan untuk memproduksi informasi akuntansi, yang dapat bersifat analitis atau deduktif berdasarkan pengalaman sebelumnya. Kegunaan dari informasi akuntansi bagi investor dan kreditur terkait dengan model penilaian perusahaan, hipotesis pasar yang efisien, CAPM (Capital Assets Pricing Models), studi penilaian silang (cross-sectional), peranan auditor perusahaan, data akuntansi dan kreditur serta alokasi akuntansi. 


Informasi ekonomi yang terkait dengan teori keputusan ternyata tidak mampu menyajikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan normatif. Informasi tersebut hanya dapat menentukan nilai tertentu yang secara sempit dapat mendefinisikan keputusan yang dimaksud olehnya. Keterbatasan kemampuan informasi ekonomi dapat terjadi atas semua jenis informasi yang dibutuhkan. Hal ini dikarenakan pengambil keputusan dalam dunia nyata menghadapi keputusan yang lebih kompleks. Diversifikasi pengguna mungkin merupakan perilaku yang bervariasi dan tidak dapat menjelaskan secara sempurna atau memprediksi perilaku manusia atau mengakses jenis informasi yang sebenarnya dibutuhkan oleh pengguna (Kam 1990). 


Ketika mengevaluasi teori-teori, dibutuhkan keyakinan mengenai logika argumentasi yang mendukung teori tersebut, asumsi-asumsi sentral dari teori tersebut, dan bukti-bukti yang mendukungnya. Pembelajaran terhadap teori-teori akuntansi adalah perlu untuk memahami implikasi dari informasi akuntansi. Untuk menunjukkan kepada masyarakat mengenai berbagai wacana, dibutuhkan kaidah teori. Teori akuntansi mencakup elemen-elemen akuntansi yang seharusnya diukur, motivasi organisasi untuk menyajikan jenis tertentu informasi akuntansi dan motivasi bagi individu untuk mendukung atau melobi regulator atas beberapa metode akuntansi yang lebih baik. Menurut Deegan (2000), paradigma-paradigma akuntansi terdiri dari anthropologi, perilaku – pasar, ekonomi – kejadian, proses keputusan, laba ideal, informasi ekonomi dan perilaku pengguna. 


Implikasi bagi organisasi dan stakeholders apabila suatu metode akuntansi dipilih atau dimandatkan lebih dari yang lain juga dijelaskan oleh teori akuntansi. Bagaimana dan mengapa pasar modal bereaksi terhadap informasi tertentu dapat disimpulkan berdasarkan pada teori yang ada. 


Menurut Kam (1990), suatu pengujian empiris terhadap teori umum akuntansi nampaknya adalah tidak mungkin. Hal tersebut dikarenakan akan membutuhkan suatu studi terhadap sistem akuntansi tertentu. Dengan basis teori dapat dilihat bahwa output benar-benar berkaitan dengan informasi yang berguna bagi pemakai dalam pengambilan keputusan. Tetapi analisis bukti untuk meyakinkan apakah informasi akuntansi bisa membantu pemakai dalam membuat keputusan yang tepat adalah sulit mengingat terdapat variabel-variabel lain yang mempengaruhi proses keputusan. Lebih daripada pendekatan langsung dalam pengujian ini, prosedur tidak langsung mungkin merupakan satu-satunya cara untuk meraih bukti dari kegunaan data akuntansi. Ilmu pengetahuan keperilakuan juga pernah memandang pada suatu permasalahan yang sama dengan hal tersebut. Suatu pendekatan tidak langsung diambil oleh ilmu tersebut dari psikologi pendidikan guna membagi masalah menjadi dua bagian, yaitu pengujian reliabilitas dan pengujian validitas.


Hendriksen (1992) menyatakan bahwa suatu sistem koheren dari objek-objek yang saling berinteraksi dan mendasar yang diharapkan mengarahkan pada standar-standar yang konsisten adalah kerangka konseptual. Kerangka konseptual diarahkan untuk mampu menyajikan struktur dari teori akuntansi. Selain itu juga menyajikan preskripsi sehingga dianggap menyajikan teori normatif akuntansi dan menggambarkan sifat, fungsi dan keterbatasan dari pelaporan dan akuntansi keuangan. 


Rasionalisasi dari diperlukannya suatu kerangka dasar adalah untuk mengembangkan praktik pelaporan finansial yang logis dan konsisten (Hendriksen 1992). Hal tersebut diperlukan untuk mengalamatkan arti dari pelaporan finansial beserta lingkupnya. Karakteristik organisasi menunjukkan bahwa suatu entitas itu seharusnya menghasilkan laporan finansial. Kerangka dasar juga mencakup tujuan dari pelaporan keuangan, karakteristik finansial yang seharusnya dimiliki, elemen-elemen dari pelaporan keuangan itu serta aturan pengukuran yang diperlukan. Beberapa pihak menyatakan bahwa tanpa kesepakatan mengenai standar akuntansi, maka akibatnya yang dikeluarkan akan dirancang secara ad hoc. Hal ini akan membatasi konsistensi dari standar akuntansi bila tanpa kerangka dasar. 


Agar memiliki distribusi objek dari nilai potensial melalui suatu nilai yang paling mewakili, dipilih distribusi rata-rata aritmetika dan menyebutnya sebagai nilai normal. Berdasarkan suatu pandangan praktis, definisi nilai normal berhubungan dengan suatu prosedur yang paling sulit diimplementasikan. Tetapi hal itu tidak membuat tiba pada suatu basis sebuah definisi operatif atas nilai normal (Kam 1990).


Sebuah nilai turunan merupakan suatu pendekatan dari objek nilai normal tetapi berbeda menurut komponen kesalahannya. Kesalahan tersebut merupakan sebuah tambahan (positif atau negatif) yang merupakan suatu fungsi dari sebagian kondisi yang mendasari penerapan suatu prosedur tertentu. Terkaitnya aspek kesalahan antara nilai normal dengan nilai turunan menimbulkan konsep reliabilitas operasi pengukuran. Menurut Kam (1990), guna menyederhanakan pemikiran, asumsikan beberapa hal mengacu pada hubungan antara nilai normal dengan komponen kesalahan. Pertama, kesalahan cenderung positif daripada negatif dan bila terjadi dalam suatu distribusi yang luas maka rata-ratanya akan sama dengan nol. Kedua, dalam suatu distribusi yang luas, kesalahan itu tidak berkorelasi dengan nilai normal. Semakin banyak kesalahan positif atau semakin negatif kesalahan tidak akan berasosiasi dengan setiap bagian dari nilai normal. Sebuah definisi formal reliabilitas adalah proporsi dari varians normal atas suatu nilai turunan.


Teori dapat dipandang sebagai sebuah instrumen untuk menyajikan maksud tertentu. Seseorang tidak ditanyai atas suatu instrumen itu dengan apakah benar, daripada menanyakan: apakah ia dapat bekerja, apakah ia melakukan pekerjaannya dengan baik sebagaimana dirumuskan dulu. Teori akuntansi diperlakukan sebagai garis penting guna membangun sistem akuntansi aktual yang dimaksudkan untuk menyajikan informasi yang berguna bagi pemakai.


Permasalahan subjektif mendasar teori normatif adalah informasi yang merupakan suatu komoditas ekonomi dan perolehan sejumlah informasi menjadi masalah pilihan ekonomi. Informasi akuntansi dievaluasi dalam kaitan kemampuannya dalam meningkatkan kualitas dari pilihan optimal dalam suatu permasalahan mendasar yang seharusnya dipecahkan oleh setiap individu. Dalam konteks metode-metode pembebanan PPh, penyajian laporan keuangan sebagai akibatnya memiliki dampak terhadap daya guna pengambilan keputusan ekonomi.


Sistem informasi dengan utilitas yang diharapkan tertinggi lebih disukai oleh beberapa pihak. Klasifikasi dalam teori normatif mencakup teori kegunaan-keputusan yang menggambarkan jenis dan pengguna informasi, mengacu pada kebutuhan pengambilan keputusan. Penekanan pada aspek pengambil keputusan dilakukan melalui evaluasi terhadap hasil riset yang mengacu pada kriteria informasi yang diinginkan. Pengetahuan tersebut kemudian digunakan untuk menggambarkan informasi yang seharusnya dipasok oleh perusahaan. Penekanan model keputusan tertentu dilakukan setelah menganalisis model-model yang berbasis pada persepsi peneliti yang bersangkutan mengenai pembuatan keputusan yang efisien. Pendekatan model keputusan ditujukan untuk mengetahui informasi apa yang diperlukan untuk membuat keputusan, tanpa mempertanyakan informasi apa yang diinginkan oleh pengguna, dan dapat memiliki orientasi normatif dan deduktif (Staubus 2000). Metode-metode pembebanan PPh memiliki kedekatan tinggi dalam penyajian laporan keuangan. Hal tersebut disebabkan oleh sifat pembayaran PPh yang tahunan sehingga perlu dilakukan analisis terhadap metode yang paling efisien dan efektif bagi pengambilan keputusan pemakai.


Hirarki Kualitas Akuntansi menurut SFAC No. 2
Penelitian ini mengacu pada mainstream conceptual framework berdasarkan SFAC No. 1, 2, 5, 6 dan 7. Kerangka dasar tersebut mengacu pada teori kegunaan-keputusan informasi akuntansi sebagaimana diungkapkan oleh Staubus pada tahun 1954. Hal tersebut berbeda dengan Christensen dan Demski (2003) yang menjelaskan kerangka dasar akuntansi lebih mengacu pada teori ekonomi atau Sterling (1970) yang lebih mengacu pada sudut pandang eksata dalam pengukuran komponen-komponen akuntansi. 


Kerangka konseptual menurut Deegan (2000) adalah
“A coherent system of interrelated objectives and fundamentals that is expected to lead to consistent standards.” 

Kerangka konseptual menyajikan preskripsi sehingga dapat disebut sebagai teori akuntansi normatif. Hal tersebut disebabkan menggambarkan sifat, fungsi dan keterbatasan dari akuntansi keuangan dan pelaporannya. Guna mengembangkan praktik akuntansi yang logis dan konsisten, dibutuhkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 
1) Apakah yang dimaksudkan sebagai pelaporan finansial dan apakah cakupannya?
2) Apakah karakteristik organisasional yang mengindikasi perlunya penyajian laporan keuangan atas suatu entitas? 
3) Apakah tujuan dari pelaporan keuangan itu?
4) Apa sajakah karakteristik kualitatif yang seharusnya dimiliki oleh informasi finansial itu? 
5) Apa sajakah elemen-elemen dari pelaporan keuangan? 
6) Aturan pengukuran elemen-elemen seperti apakah yang seharusnya digunakan? 


Tanpa adanya kesepakatan atas hal-hal di atas maka pengeluaran suatu standar akuntansi dapat berkembang secara ad hoc, sedangkan ketiadaan kerangka konseptual dapat mengakibatkan kelemahan konsistensi diantara standar-standar akuntansi yang ada. 


Alasan penggunaan basis kerangka konseptual SFAC dalam penelitian ini karena pernyataan standar akuntansi keuangan tentang akuntansi PPh untuk pertama kalinya direkomendasi oleh Accounting Principles Board (APB) melalui pernyataan No. 11. Selanjutnya diubah oleh Financial Accounting Standards Board (FASB) dengan pernyataan SFAS No. 96 dan SFAS No. 109, dengan demikian kerangka dasar yang digunakan mengacu pada Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC). Alasan lainnya adalah adanya kecenderungan Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Indonesia untuk mengikuti kaidah SFAC dan International Accounting Standars (IAS) dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi PPh. Konsep dasar yang dinyatakan oleh FASB di Amerika Serikat dan IASB (International Accounting Standards Boards) di ranah internasional sebenarnya tidak jauh berbeda. Kedua lembaga penyusun standar tersebut menggunakan dasar teori kegunaan-keputusan informasi ketika mengembangkan sistem standarisasi (Foo 2008) walaupun kriteria yang digariskan oleh FASB melalui SFAC merupakan rintisan pertama dan disusun lebih rinci dibandingkan dengan produk IASB.


SFAC No. 1 menyatakan bahwa sasaran utama pelaporan keuangan adalah informasi tentang kinerja perusahaan yang disajikan melalui pengukuran laba dan komponennya. Tujuan lebih khusus pelaporan keuangan adalah 
1) Pengukur efisiensi manajemen. 
2) Meramalkan keadaan usaha dan distribusi deviden dari periode ke periode. 
3) Pengukur keberhasilan. 


Kewajaran (fairness) dalam akuntansi menyangkut asosiasinya dengan pengukuran dan pelaporan informasi dengan cara objektif dan netral. Williams (1989) mencirikan kewajaran sebagai suatu proses evaluasi dengan beberapa atribut evaluator. Hal tersebut harus mempertimbangkan kondisi setiap konsekuensi dari tindakan yang akan dijustifikasi sebagai wajar atau tidak wajar. Evaluasi mengacu pada adopsi perspektif sikap tidak memihak. Mengacu pada pernyataan Williams (1989) tersebut, maka kegunaan-keputusan (menurut prinsip organisasi praktik dan riset akuntansi) adalah tidak memiliki atribut lengkap. Akuntabilitas paling tidak memiliki kewajaran sebagai suatu sifat yang melekat. Perhatian dari akuntansi terhadap efisiensi membuat kebijakan akuntansi yang wajar menjadi tidak ada.


FASB menyatakan bahwa kegunaan informasi akuntansi mengartikan bahwa informasi itu adalah relevan dan reliable. Hal tersebut mengisyaratkan tentang bagaimana caranya menguji suatu teori akuntansi secara tidak langsung. Pendekatan yang diketengahkan oleh psikolog edukasi berbasis pada analisis yang sama, yaitu terdapat uji reliabilitas. Uji ini pada dasarnya harus dilakukan melalui penentuan seberapa besar kesalahan yang tercakup dalam pengukuran. Perhatian terhadap objektifitas sangat dekat dengan reliabilitas. Objektifitas mencakup alat kontrol praktis untuk meminimalisir kesalahan dan bias dalam akuntansi. Adapun tujuannya adalah untuk membuat konsep dan operasi akuntansi dengan tepat. Tujuan lainnya adalah untuk memperoleh kesepakatan umum, menunjukkan adanya konsensus diantara sejumlah ahli atas suatu ukuran tertentu dan meningkatkan standar kompetensi dan etika profesi.


FASB menyatakan bahwa suatu keterkaitan antara reliabilitas dengan relevan mungkin perlu atau bermanfaat. Adalah mungkin bagi suatu komponen untuk memiliki reliabilitas yang tinggi tetapi mungkin tidak relevan. Juga mungkin suatu komponen itu lebih relevan daripada yang lain walaupun reliabilitasnya tidak begitu tinggi. Dengan demikian, tidak mungkin terjadi bahwa suatu komponen itu dikatakan sangat tidak reliable tetapi relevan. Informasi yang tingkat kesalahannya sangat tinggi tidak dapat dikatakan relevan.

Sikap manajemen terhadap penerapan suatu standar akuntansi berhubungan dengan kepentingannya terhadap pengungkapan informasi akuntansi yang menggambarkan kinerja finansial dalam bentuk pelaporan keuangan. Teori kegunaan-keputusan informasi akuntansi tercermin dalam bentuk kaidah-kaidah yang harus dipenuhi oleh komponen-komponen pelaporan keuangan agar dapat bermanfaat dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi. SFAC No. 2 tentang Qualitative Characteristics of Accounting Information menggambarkan hirarki dari kualitas informasi akuntansi dalam bentuk kualitas primer dan kualitas sekunder. 


Hirarki Kualitas Akuntansi






Sumber: SFAC No. 2 (FASB 1980).


Karakteristik kualitatif laporan keuangan berguna dalam meyakinkan bahwa informasi keuangan adalah bermanfaat dalam pengambilan keputusan ekonomi (FASB 1980). Diperlukan atribut atau kualitas bahwa informasi keuangan seharusnya memiliki karakteristik kualitatif utama yaitu relevan dan reliabel. Materialitas terkait dalam kualitas relevan. Karakteristik kedua mencakup komparabilitas, konsistensi dan ketepat-waktuan. 


Kualitas primer dari informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi adalah nilai relevan (relevance) dan reliabilitas (reliability). Kandungan kualitas primer kegunaan-keputusan informasi akuntansi meliputi komponen-komponen kandungan dari nilai relevan, yaitu ketepatwaktuan (timeliness), nilai umpan balik (feed-back value) dan nilai prediktif (predictive-value). Dan komponen-komponen kandungan reliabilitas, yaitu penggambaran yang senyatanya (representational faithfullness), netralitas (neutrality) dan dapat diperiksa (verifiability). Selain itu juga terdapat kualitas sekunder, sebagai penghubung antara kualitas primer, yaitu komparabilitas (comparability) dan taat asas (consistency). 


Pernyataan FASB memandang pengungkapan informasi dalam pelaporan keuangan itu adalah untuk menggambarkan pengakuan komponen-komponen dan menyajikan pengukurannya. Tujuan pengungkapan laporan keuangan adalah untuk menyajikan informasi yang membantu investor dan kreditur dalam memperhitungkan resiko dan potensi serta mengijinkannya untuk membandingkan dalam maupun antar periode tahun. Selain itu adalah untuk menyajikan informasi mendatang mengenai arus kas masuk dan arus kas keluar dan membantu investor memperhitungkan tingkat kembalian atas investasinya.


Dalam SFAC No. 1, peranan pelaporan keuangan dipandang sebagai pembantu investor, kreditur dan pemakai lain dalam menelaah kualitas informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan bisnis, pertanggung-jawaban manajerial dan adanya sifat ketidak-pastian dari arus kas bersih perusahaan.


FASB menyatakan bahwa relevan dan reliabilitas adalah dua kualitas utama yang membuat informasi akuntansi itu berguna dalam pengambilan keputusan. Relevan diklasifikasikan sebagai kapasitas dari informasi untuk membuat suatu perbedaan dalam pembuatan keputusan pemakai. Reliabilitas didefinisikan sebagai kualitas pemberian jaminan bahwa informasi secara rasional bebas dari kesalahan dan bias dan mewakili apa yang akan digambarkan.


Kualitas Primer Nilai Relevan
Nilai relevan diklasifikasikan sebagai kapasitas informasi untuk membuat suatu perbedaan dalam pengambilan keputusan oleh pemakai. Agar relevan, informasi harus bersifat logis jika dihubungkan dengan suatu keputusan. FASB menyatakan bahwa agar menjadi relevan bagi investor, kreditur dan yang lain dalam rangka investasi, kredit dan keputusan sejenis maka informasi akuntansi harus memiliki kapabilitas untuk membuat suatu perbedaan pada suatu keputusan. Hal tersebut ditempuh dengan cara membantu pemakai dalam membentuk prediksi tentang hasil dari kejadian masa lalu, sekarang dan yang akan datang atau untuk mengkonfirmasi atau membenarkan harapannya. Dalam hal ini pemakai dibantu untuk membentuk prediksi tentang hasil dari kejadian masa lalu, sekarang dan yang akan datang atau untuk mengkonfirmasi atau membenarkan pengharapan.

Informasi adalah relevan terhadap suatu keputusan apabila mampu mengurangi ketidakpastian mengenai variabel-variabel yang berada dalam proses keputusan. Informasi mengenai aktifitas masa lalu membantu prediksi terhadap hasil dari aktifitas. Oleh karena itu informasi yang relevan harus memiliki nilai prediktif dan atau nilai umpan balik. Biasanya kedua kriteria tersebut disajikan secara bersamaan. Tingkat pengetahuan hingga konsekuensi dari tindakan yang diambil oleh pengambil keputusan akan meningkatkan kemampuannya dalam memprediksi hasil dari tindakan tersebut di masa datang. 

Ketepat-waktuan, sebagai bagian dari kandungan kualitas primer nilai relevan, merupakan komponen kelemahan dari informasi apabila tidak tersedia pada saat suatu keputusan akan dibuat. Gagasan ketepat-waktuan adalah untuk memiliki informasi dalam pengambilan keputusan sebelum kehilangan kapasitas untuk mempengaruhinya.


Sesuatu disebut relevan apabila mampu mempengaruhi keputusan alokasi sumber daya, yaitu kapabilitasnya dalam membuat suatu keputusan berbeda (FASB 1980). Informasi akan menjadi relevan apabila memiliki nilai prediktif dan nilai umpan balik, sedangkan karakteristik keduanya adalah keseragaman dan konsistensi. Keseragaman dan konsistensi memberi keuntungan dalam pembatasan terhadap banyaknya metode akuntansi yang biasa digunakan oleh entitas pelapor. Hal tersebut mengartikan bahwa perusahaan mengadopsi beberapa metode akuntansi karena akan mencerminkan kinerjanya, dan membatasi metode yang layak dalam pembebanan biaya bagi entitas pelapor.


Sterling (1979) meyakini bahwa relevan bagi ukuran akuntansi terkait dengan apakah atribut tertentu yang diukur itu memiliki sifat khusus bagi model keputusan yang diambil. Apapun cara yang dipandang relevan, bukti persuasif seharusnya diajukan untuk memberi kesimpulan tentang relevan dari ukuran akuntansi bagi suatu jenis keputusan tertentu. Sekumpulan operasi adalah valid, artinya instrumen pengukurannya melakukan apa yang seharusnya dilakukan, terkait dengan informasi yang relevan. Validitas secara aktual terkait dengan relevan. Seorang psikolog, Nunnally (1970) menyatakan:


“Secara singkat dapat kita katakan, suatu validasi bukanlah suatu instrumen pengukuran tetapi lebih dari sekedar penggunaan instrumen yang akan dipilih.”


Terdapat tiga cara untuk melihat validitas (Kam 1990), yaitu
(1) Sebuah construct merupakan abstraksi dari variabel yang diletakkan bersama (atau dibentuk) oleh seorang investigator atau mereka yang berada dalam suatu lapangan studi. Hal tersebut seperti halnya intelegensi, keinginan, kondisi finansial, profitabilitas, likuiditas dan resiko. Komponen tersebut merupakan atribut penting yang dipercaya ada tetapi tidak memiliki korelasi dengan dunia nyata. Sekumpulan operasi tertentu dikembangkan untuk mengukur construct. Kemudian suatu pertanyaan timbul mengenai apakah sekumpulan operasi itu benar-benar mengukur construct yang dimaksud? Dalam akuntansi sebagai contoh, laba adalah sebuah construct. Kita memiliki sebuah teori laba yang mengimplikasikan bagaimana laba itu seharusnya diukur dan bagaimana terkait dengan construct yang lain. Hal lain tersebut seperti kondisi finansial dan atas perilaku yang dapat diobservasi, seperti pembayaran deviden oleh perusahaan atau perilaku investasi dari para pemegang saham.


(2) Cara kedua untuk memandang validitas disebut kandungan validitas. Hal ini terkait dengan pertanyaan apakah instrumen pengukuran itu layak untuk mengukur kegiatan tertentu? Dalam akuntansi kita dapat menyatakan apakah kandungan dari himpunan operasi untuk mengukur laba itu valid? Apakah komponen luar biasa itu sebaiknya tercakup atau tidak dalam laporan laba rugi?


Pendekatan ketiga dan paling efektif dalam menjawab pertanyaan mengenai validitas adalah validitas prediktif. Hal ini merupakan prosedur empiris dimana perhatian berfokus pada apakah suatu operasi pengukuran itu valid dalam menghasilkan hal yang dapat digunakan memprediksi sebentuk tertentu dari perilaku. Validitas prediktif dibutuhkan dalam suatu investigasi empiris dimana skor uji akan berkorelasi dengan derajat rata-rata poin nilai tertentu. Asumsikan bahwa terdapat korelasi tinggi sehingga untuk tujuan tersebut pengujian akan menjadi valid. Oleh karena itu dikatakan bahwa skor adalah relevan dengan tujuan dari prediksi atau estimasi kesuksesan di perguruan tinggi. Sebagai contoh, sebuah korelasi tinggi antara hasil yang diturunkan dari rasio keuangan tertentu dan kebangkrutan mengarahkan pada kesimpulan bahwa data akuntansi yang digunakan dalam rasio keuangan tertentu adalah valid untuk memprediksi kebangkrutan. Hal itu artinya relevan untuk maksud tersebut. Cara untuk menguji teori akuntansi secara empiris adalah mungkin untuk mencari output dari sistem akuntansi aktual yang berbasis pada teori dan kemudian memvalidasinya bagi pemakai tertentu.


Kualitas Primer Reliabilitas
Informasi dianggap reliabel jika secara penuh mencerminkan transaksi-transaksi perusahaan dan kejadian-kejadian. Hal itu berarti harus bebas dari keterpihakan (bias) dan kesalahan tertentu. Reliabilitas merupakan sebuah fungsi dari penggambaran yang senyatanya (representational faithfulness), verifiabilitas dan netralitas. Secara tradisional, doktrin konservatisme telah diadopsi, walaupun bias terhadap nilai aset yang cenderung lebih rendah dan mempertinggi nilai kewajiban. Doktrin tersebut tidak konsisten dengan perhatian dari reliabilitas atas kebebasan dari bias. Reliabilitas didefinisikan sebagai kualitas pemberian jaminan bahwa informasi itu secara rasional bebas dari kesalahan dan bias, dan mewakili apa yang akan digambarkan. 

FASB menyatakan bahwa reliabilitas dari suatu pengukuran harus dilakukan terkait dengan kedekatan ukuran tersebut dengan apa yang seharusnya digambarkan. Secara umum, reliabilitas dapat dipandang melalui dua cara, yaitu
(1) Untuk menyatakan bahwa suatu ukuran tertentu adalah dapat dipercaya (reliable), dengan menyatakan bahwa hal tersebut dapat bertindak secara independen.
(2) Suatu ukuran adalah dapat dipercaya apabila benar bahwasanya suatu gambaran kuantitatif itu benar dari kondisi aktual, objek atau kejadian yang mewakilinya.


Pandangan dari reliabilitas yang pertama di atas berimplikasi efektifitas, tetapi akuntansi lebih biasa menyebutnya sebagai kualitas relevan sedangkan FASB lebih menyukai istilah reliabilitas. FASB memandang reliabilitas dengan kandungan tiga komponen, yaitu penggambaran sebagaimana nyatanya (representational faithfulness), kemampuan untuk dapat diperiksa (verifiability), dan tidak berpihak (neutral).


Perhatian terhadap reliabilitas oleh FASB itu sebanding dengan yang dilakukan oleh psikologi pendidikan (Kam 1990). FASB menyatakan bahwa representational faithfulness, netralitas dan verifiabilitas, menunjukkan fokus pada kesalahan atau bias. Psikologi menyatakan bahwa stabilitas, konsistensi dan kesalahan pengukuran ketika mengacu pada reliabilitas, baik yang dilakukan oleh psikolog maupun akuntan, lebih memperlihatkan kepentingan pada hasil. Hal ini mengimplikasikan bahwa hasil itu berada dalam suatu kisaran penerimaan kesalahan tertentu. Psikolog telah merancang prosedur dalam pengujian reliabilitas melalui pendayagunaan rata-rata statistik, sebagai aspek pengukuran derajat reliabilitas.


Jika suatu operasi pengukuran terhadap instrumen diterapkan oleh orang yang sama terhadap suatu bagian objek atau kejadian pada waktu berbeda, maka hasilnya pasti akan memiliki kisaran perbedaan pula. Menurut Kam (1990), reliabilitas pengukuran mengacu pada presisi variasi yang tidak sistematis, yang dalam beberapa sifat diukur sebagai operasi instrumen. Hal tersebut perlu diyakini bahwa pengukuran tidak mengandung fluktuasi random atau faktor-faktor yang tidak dapat dijelaskan. Alasan dari kesalahan yang tidak sistematis mungkin mengacu pada ketidak-tepatan operasi, jeda informasi, kesalahan informasi, salah hitung dan sebagainya. Semua alasan tersebut mengacu pada ukuran yang berkaitan dengan bagaimanakah pengukur dapat dipengaruhi ketika melakukan pengukuran atau penilaian. Hampir setiap operasi atas suatu bagian dari sistem akuntansi mengharuskan agar kebijakan tertentu dibuat oleh akuntan. Sebagai contoh, jika biaya historis digunakan maka keputusan tentang unsur manfaat aset depresiatif dan nilai sisanya pun harus dibuat. Seberapa dapat dipercayakah kebijakan tersebut? Hal ini dapat dipandang bahwa setiap nilai yang diturunkan dari suatu operasi tertentu sebagai jumlah dari suatu komponen normal dan komponen kesalahan yang tidak sistematis. 


Ketepatan penggambaran (representational faithfulnes) sebagai komponen yang paling kritis dari reliabilitas mengacu pada korespondensi antara suatu ukuran atau deskripsi terhadap objek ekonomi atau kejadian yang seharusnya diwakili atau digambarkan. Objek tersebut adalah aset dan laibilitas sedangkan kejadiannya adalah perubahan nilainya, yang disebut penghasilan, biaya, laba dan rugi. Banyak pertanyaan mengenai reliabilitas dari informasi akuntansi yang muncul namun jawabannya sulit untuk dirumuskan. Tepatkah nilai tersebut disebut reliabel? Auditor mungkin mengkonfirmasi piutang dengan menggunakan prosedur statistik tetapi itu hanya untuk keberadaan piutangnya, bukan atas ketertagihan jumlahnya. Biaya dari suatu aset mungkin tidak selalu dinyatakan tanpa ambiguitas, khususnya apabila kas tidak masuk dalam pertimbangan. Nilai wajar atau sekarang dari aset mungkin juga mengandung kesulitan dalam penentuannya (Belkaoui 1992).

Aspek keberadaan atau realitas suatu hal adalah sesuatu yang diperhatikan oleh aspek reliabilitas. Apakah mungkin menyatakan suatu hal itu reliable jika ternyata tidak mewakili sesuatu yang nyata? Apakah harga jual atau nilai sisa yang diharapkan atas sebuah aset itu merupakan suatu estimasi yang reliable? FASB tidak mengalamatkannya melalui suatu pernyataan pasti, tetapi hanya menyatakan bahwa informasi akuntansi itu lebih merupakan hasil dari suatu pendekatan daripada suatu bentuk dari kepastian tertentu. Ukuran mencakup maksud dari berbagai estimasi, klasifikasi, ringkasan, kebijakan dan alokasi.


Teori awal dari reliabilitas merupakan suatu idealisasi dari situasi nyata. Sebagai konsekuensinya, tidak dapat ditentukannya reliabilitas sebagai koefisien, tetapi harus mengubahnya menjadi rata-rata tidak langsung untuk mengestimasi koefisien. Teori tersebut kemudian memberi basis perumusan mengenai metode tidak langsung dalam pengukuran reliabilitas.


Pada level praktis, reliabilitas berhubungan dengan stabilitas dan konsistensi kebijakan untuk memperoleh sekumpulan operasi tertentu. Hal itu terjadi apabila ingin diketahui bahwa individu tertentu akan mengekspresikan kebijakan (opini) yang sama tentang objek atau kejadian yang sama pada titik waktu berbeda (jika waktu bukan merupakan faktor krusial). Kelompok tertentu individu masing-masing akan mengekspresikan kebijakan (opini) yang sama tentang objek atau kejadian yang sama pada suatu waktu. Dan biasanya opini rata-rata dari para ahli akan menjadi jawaban standar. Hal tersebut sama dengan prosedur yang digunakan oleh analis keuangan dalam perbandingan rasio tertentu perusahaan terhadap rata-rata industrinya.


Kualitas Sekunder Komparabilitas dan Konsistensi
Informasi yang berkaitan dengan laba dari suatu perusahaan akan memiliki kegunaan tinggi apabila dapat diperbandingkan dengan informasi yang sama dari perusahaan yang lain dan yang berasal dari periode yang lain atau pada suatu waktu yang berbeda. Signifikansi informasi, khususnya yang bersifat kualitatif, bergantung pada kemampuan para pengguna dalam menghubungkannya dengan tolok ukur tertentu. Keputusan investasi dan kredit pada dasarnya mencakup evaluasi dari berbagai peluang dan tidak menjadi pilihan jika tidak dapat diperbandingkan dengan alternatif yang sama pada suatu waktu tertentu. Kesulitan dalam menyusun suatu perbandingan finansial diantara perusahaan dikarenakan oleh penggunaan metode akuntansi yang berbeda. Hal ini pulalah yang menjadi argumentasi penyusunan standar akuntansi. Maksud dari keterbandingan adalah untuk mendeteksi dan menjelaskan adanya persamaan dan perbedaan yang ada. 


Dalam definisi lebih luas, komparabilitas adalah kualitas atau pernyataan yang memiliki karakteristik umum. Jadi perbandingan normal komparabilitas merupakan suatu perhitungan atas karakteristik yang umum. Hal itu mengakibatkan perbandingan valid hanya dimungkinkan apabila pengukuran yang digunakan, yaitu kuantitatif atau rasio, secara nyata mewakili karakteristik dari subjek yang diperbandingkan. 


Konsistensi dalam penerapan metode akuntansi selama suatu rentang waktu mengacu pada kualitas penting yang memungkinkan angka-angka akuntansi menjadi lebih berguna. Dalam format standar laporan auditor menyatakan bahwa laporan keuangan telah disajikan “sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim yang secara konsisten diterapkan.” Konsistensi penggunaan prinsip akuntansi dari suatu periode ke periode yang lain mendukung kegunaan laporan keuangan bagi pemakai melalui wacana analisis dan pemahaman atas data komparatif.


Sebagaimana komparabilitas, konsistensi lebih merupakan suatu kualitas dari keterhubungan antara dua angka akuntansi daripada suatu kualitas angka dengan dirinya sendiri, dalam konteks nilai relevan dan reliabilitas. Konsistensi dari suatu metode akuntansi, apakah dari sauatu periode ke periode yang lain pada suatu perusahaan, atau dalam suatu periode meliputi beberapa perusahaan, adalah suatu kebutuhan tetapi bukan merupakan suatu syarat cukup dari komparabilitas. 


Metode-metode pembebanan PPh
Pajak penghasilan badan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap wajib pajak yang dalam suatu tahun memperoleh laba. Penghasilan kena pajak dihitung sebagai output dari rekonsiliasi fiskal antara laporan laba rugi komersil dengan ketentuan pembukuan pajak. Dengan demikian ada dua jenis penghasilan yang menghasilkan perhitungan PPh yang berbeda, yaitu laba sebelum pajak (menurut perhitungan laba rugi berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan) dan penghasilan kena pajak, yang dihitung menurut ketentuan pembukuan pajak. Perbedaan tersebut diakibatkan oleh definisi penghasilan, biaya, dan beban antara akuntansi (menurut kaidah Standar Akuntansi Keuangan) dengan pajak (menurut aturan mengenai pembukuan). Selanjutnya perbedaan tersebut menghasilkan dua hal yaitu perbedaan waktu (temporary / timing differences) dan perbedaan tetap (permanent differences). 


Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi PPh maupun SFAS No. 109 bertujuan mengakomodir perbedaan waktu pengakuan penghasilan, biaya, dan beban dalam pengungkapan laporan keuangan akuntansi (atau komersil), dengan pendekatan aset-laibilitas. Walaupun DSAK, FASB maupun Ditjen Pajak lebih merekomendasikan metode alokasi komprehensif PPh dengan pendekatan aset-laibilitas, namun dalam wacana akuntansi perpajakan sebenarnya terdapat metode alokasi dan non alokasi. Menurut Kieso dan Weygant (2003), metode alokasi berdasarkan komponen-komponen perbedaan perhitungan dasar pengenaan pajak antara laba rugi komersil atau akuntansi dan laba rugi pajak atau fiskal, meliputi alokasi komprehensif dan alokasi parsial. Sedangkan menurut periode pembebanannya, metode alokasi dapat dibagi dua, yaitu alokasi antar periode dan intra periode. 


Tiga metode alokasi pajak komprehensif antar periode ialah 
(1) Metode tangguhan (deferred method).
(2) Metode aset-laibilitas (assest-liabilities method). 
(3) Metode bersih dari pajak (net-of-tax method). 


Perbedaan waktu dalam perhitungan PPh dapat terjadi sebagai akibat penggunaan depresiasi dipercepat untuk pajak dan metode garis lurus untuk akuntansi yang berdampak terhadap akumulasi laibilitas PPh ditangguhkan yang tidak akan dibayar sejauh perusahaan mengakui aset yang disusut (depreciable) lebih cepat. Walaupun PPh ditangguhkan berhubungan dengan aset tertentu, namun saldo keseluruhan dari PPh ditangguhkan stabil atau meningkat akibat terjadinya pembelian aset tambahan. 


Beban pajak merupakan residu menurut metode aset-laibilitas (yang dianut oleh PSAK No. 46, SFAS No. 96 dan SFAS No. 109 maupun IAS No. 12 (Revisi)). Sebaliknya pajak yang ditangguhkan merupakan residu menurut metode tangguhan (yang dianut oleh APB Opinion No. 11). Perbedaan lain penyajian pajak tangguhan antara metode yang dianut oleh APB Opinion No. 11 dengan PSAK No. 46, IAS No. 12 (Revisi), SFAS No. 96 dan SFAS No. 109 adalah dalam alokasi pembebanan beban depresiasi sebagai komponen perbedaan waktu antara pembukuan pajak dengan akuntansi. 

Metode-metode pembebanan PPh selanjutnya dijelaskan berikut ini: 
Metode Aset-Laibilitas (Assets-Liabilities) 
Metode ini berorientasi pada laporan posisi keuangan mengingat sasaran utamanya adalah menyajikan estimasi pajak aktual yang akan dibayar pada tahun mendatang (FASB 1992). Akuntansi pajak tangguhan komprehensif dianut, mengartikan bahwa semua efek PPh atas penghasilan, beban, keuntungan, kerugian dan semua komponen yang mempengaruhi perbedaan antara pelaporan pajak dengan akuntansi dilaporkan dalam laporan keuangan. Beban pajak sama dengan utang pajak ditambah dampak pajak atas semua perbedaan waktu. Dengan kata lain, jumlah beban PPh merupakan jumlahan dari besarnya utang pajak berjalan (yaitu beban pajak berjalan) dan perubahan bersih dalam aset pajak ditangguhkan dan laibilitas pajak ditangguhkan (yang berupa beban atau manfaat pajak ditangguhkan). Alokasi pajak antar periode dianut untuk memperhitungkan perbedaan waktu yang mempengaruhi perhitungan beban pajak pada tahun berjalan. Efek pajak tahun depan tercermin dalam tahun dimana terjadi. Di samping perbedaan waktu, SFAS No. 109 berkaitan dengan pengakuan utang atau pembayaran pajak tahun berjalan. Aset dan laibilitas pajak tangguhan dimasukkan dalam perhitungan rugi operasi yang dibawa ke depan (forward) untuk maksud pelaporan pajak. Aset pajak ditangguhkan berkurang melalui akun cadangan penilaian yang mencerminkan nilai manfaat pajak yang dipandang tidak akan terealisir. Sebagai dampaknya, beban pajak secara mendasar adalah jumlah residu yang dihitung secara berjalan ditambah perbedaan antara saldo pajak ditangguhkan pada awal dan akhir tahun. Apabila tarif pajak naik menurut nilai penghasilan kena pajak, kemudian perhitungan agregatif dapat dibuat dengan menggunakan tingkat rata-rata estimasi. Profesi akuntansi mengunggulkan pengakuan PPh ditangguhkan dengan konsep aset-laibilitas. PPh selalu dibayar penuh pada periode terjadinya. Bagaimanapun, operasi bisnis diharapkan terjadi secara berkelanjutan, sehingga beban PPh terus terjadi di masa depan. Menurut alur metode alokasi antar periode, PPh itu lebih mirip dividen daripada biaya sehingga alokasi antar periode akuntansi lebih dipandang layak mengingat pajak lebih mirip pola distribusi penghasilan sukarela, daripada dipandang sebagai komponen penentu penghasilan. 


Metode Tangguhan (Deferred) 
Metode ini diterapkan mengacu pada prinsip kas, yaitu jika kas diterima maka kemudian keuntungan diakui, sedangkan jika kas dibayar maka kemudian biaya diakui (APB 1967). Ilustrasi dari aspek penangguhan adalah premi asuransi, dimana kas dibayar lebih dulu, biaya diakui kemudian, sehingga pengakuan ditangguhkan karena kas diterima lebih dulu, namun penghasilan diakui kemudian. Prinsip realisasi adalah proses perubahan sumber daya non kas menjadi kas. Menurut prinsip mempertemukan (matching principle), penghasilan dan beban yang terkait harus diakui pada saat yang sama. Sedangkan menurut prinsip alokasi, pengakuan beban itu mengacu pada penggunaan aset yang memberikan manfaat pada beberapa periode, sebagai contoh adalah depresiasi dan amortisasi. Sebagai akibat dari penggunaan metode tangguhan dalam akuntansi PPh adalah tidak adanya alokasi perbedaan waktu antara pajak dengan akuntansi ke periode berikutnya, sehingga selisih perhitungan PPh hanya disajikan sebagai pajak tangguhan dalam laporan laba rugi tahun berjalan saja.



Metode Bersih dari Pajak (Net-of-Tax) 
Suatu alternatif untuk melaporkan aset dan laibilitas pajak tangguhan sebagai akun independen disebut metode pajak bersih, yang menyajikannya melekat pada komponen yang menimbulkannya (Kieso dan Weygant 2003). Pajak dibayar di muka dipandang sebagai akun penilaian terhadap laibilitas yang terkait dan utang pajak mendatang dipandang sebagai akun kontra aset, atau antara aset dan laibilitas dapat dikurangi secara bersamaan. Sebagai ilustrasi: jika sebuah aset modal sebesar Rp 10.000,- dihitung menurut konsekuensi pajaknya dan dibawa ke depan dalam akun yang bersangkutan, maka nilai bersih perusahaan akan menjadi Rp 6.600,- (jika tarif pajak 34%). Metode bersih dari pajak mendasarkan diri pada asumsi bahwa penyesuaian biaya historis dari aset atas efek pajak menghasilkan nilai berjalan aset yang bersangkutan. Kesulitan penerapan metode ini adalah adanya nilai lain yang melekat pada nilai perusahaan di mata investor. Nilai lain tersebut meliputi tujuan sebenarnya dari akuntansi ketika mengukur dan melaporkan nilai bersih atas aset dan laibilitas, dan sulitnya mengidentifikasi perbedaan waktu yang terkait dengan perolehan aset dan laibilitas. 


Menurut metode bersih dari pajak, tidak ada akun pajak tangguhan yang perlu dilaporkan dalam laporan posisi keuangan. Beban PPh dilaporkan dalam laporan laba rugi sama nilainya dengan utang pajak pada tahun berjalan. Dampak pajak dari perbedaan waktu yang timbul (baik yang ditentukan menurut metode pajak tangguhan maupun aset-laibilitas) tidak dilaporkan secara terpisah. Namun begitu, hal itu dilaporkan sebagai penyesuaian terhadap nilai ke depan dari aset atau laibilitas tertentu dan penghasilan atau biaya yang terkait. Sebagai ilustrasi: depresiasi itu mengurangi nilai aset karena penurunan manfaat ekonomis dan hilangnya suatu porsi pengurang pajak di masa depan, dan depresiasi dipercepat melakukan hal tersebut lebih cepat dibandingkan metode garis lurus. Dengan demikian, biaya depresiasi dilaporkan dalam laporan laba rugi sebagai tambahan dari jumlah yang dibiayakan oleh metode depresiasi garis lurus. Nilai tersebut setara dengan dampak pajak pada tahun berjalan yang melebihi nilai depresiasi akuntansi. 


Dalam laporan posisi keuangan, dampak pajak ditangguhkan kumulatif yang terkait dilaporkan sebagai pengurang aset tertentu daripada saldo kredit dalam akun laibilitas pajak ditangguhkan. Akun aset, laibilitas, penghasilan, dan beban disajikan sebagai ‘bersih dari pajak’ menurut metode ini. Akun aset, laibilitas, penghasilan dan biaya disajikan sebagai nilai bersih setelah dikurangi dengan semua laibilitas pajak yang melekat (apabila ada). Metode ini tidak direkomendasi oleh FASB untuk tujuan pelaporan keuangan. 


Metode Alokasi Parsial (Partial Allocation) 
Alokasi parsial merupakan bagian dari akuntansi akrual, menekankan pada pengeluaran kas. Pendekatan ini menganggap bahwa tidak semua akumulasi perbedaan antara perhitungan PPh menurut akuntansi dan pajak harus dibebankan ke periode berjalan. Metode alokasi parsial hanya mengakui alokasi untuk perbedaan waktu yang terjadi pada periode berjalan ke periode yang bersangkutan. Alokasi tanpa unsur dari periode sebelumnya sehingga akun PPh Ditangguhkan dalam laporan posisi keuangan hanya dibentuk untuk menampung selisih perhitungan PPh pada tahun berjalan saja. 


Metode Alokasi Intra Periode (Intra Period) 
Apabila konsep laba all inclusive diterima secara penuh, maka penyajian alokasi pajak dalam laporan laba rugi dan laporan laba yang ditahan adalah perlu. Menurut APB Opinion No. 9 tentang Reporting the Results of Operations, keuntungan dan kerugian luar biasa harus dilaporkan secara terpisah dalam laporan laba rugi. Menurut SFAS No. 16 penyesuaian pada periode sebelumnya perlu dilaporkan sebagai penyesuaian atas laporan laba yang ditahan. Dalam kasus ini alokasi intra periode dalam laporan laba rugi atau antara laporan laba rugi dan laporan laba yang ditahan membuat pelaporan laba bersih operasi sebelum pos-pos luar biasa menjadi lebih bermanfaat. Menurut metode ini nilai PPh (maupun manfaatnya) dapat dialokasikan ke operasi berkelanjutan, pemberhentian operasi (discontinued operation), pos luar biasa, efek kumulatif perubahan akuntansi, dan penyesuaian terhadap periode sebelumnya. Jika hanya terdapat satu pos di luar operasi berkelanjutan, maka porsi sisa setelah alokasi kemudian dialokasikan ke pos tersebut. Laba bersih operasi sebelum komponen luar biasa tidak akan bercampur dengan pencatatan keuntungan (bersih dari pajak) yang dilaporkan secara terpisah. 



Alokasi pajak intra periode mengaitkan dua atau lebih pos selain operasi berkelanjutan, sehingga bersifat lebih kompleks. Dampak pajak atas komponen yang berbeda dari penghasilan pada suatu tahun dilaporkan dengan cara dimana dampak PPh ditangguhkan “mengikuti” elemen penghasilan. Metode non alokasi, alokasi parsial, dan alokasi komprehensif berbeda dalam hal pengakuan akuntansi terhadap PPh ditangguhkan sebagai akibat dari perbedaan waktu. 


Metode Non-Alokasi (Non Allocation) 
Keinginan untuk menerapkan alokasi pajak antar periode tidak banyak yang menyetujui sehingga yang lebih dipercaya adalah pajak sesungguhnya yang disajikan dalam laporan laba rugi adalah yang benar-benar dibayar kepada negara (Kieso dan Weygant 2003). Alur pendekatan non alokasi tidak mempercayai bahwa pengakuan PPh ditangguhkan itu dapat memberikan informasi berguna atau setidaknya mampu menghemat biaya. Sifat laibilitas ditangguhkan sebagai penampung perbedaan waktu tidak jelas sebab bukan merupakan utang sesungguhnya yang harus dibayar. 


Pembayaran pajak tambahan di masa depan adalah bersyarat, yaitu tergantung pada nilai laba kena pajak di masa depan. Jika penghasilan kena pajak tidak terjadi di masa depan maka tidak akan timbul laibilitas, dan aset pajak ditangguhkan pun juga tidak akan diakui. Metode non alokasi merupakan metode alternatif pembebanan PPh yang lebih banyak dianut oleh perusahaan yang tidak go-public di Bursa Efek Indonesia (BEI), yang mewajibkan pengungkapan sebagaimana PSAK No. 46 dengan pendekatan aset-laibilitas.

GAAP secara tersurat merekomendasikan metode aset-laibilitas untuk alokasi pajak antar periode, dengan dikeluarkannya SFAS No. 109 tentang Accounting for Income Tax, yang secara garis besar berisi :
1) Pembebanan ke belakang (backward) aset pajak tangguhan dan memperkenankan pembebanan ke depan (forward) terhadap laibilitas pajak ditangguhkan. 
2) Memperkenankan pengakuan aset pajak tangguhan jika realisasi dipandang lebih mungkin terjadi daripada tidak (more likely than not). 
3) Perlakuan konsisten terhadap aset maupun laibilitas pajak ditangguhkan. 
4) Penentuan sifat lancar atau tidak lancar diturunkan menurut klasifikasi atas aset atau laibilitas yang terkait. 
5) Pernyataan tentang akuntansi PPh sebelumnya, yaitu SFAS No. 96 memandang negatif terhadap penyajian rugi pajak ke belakang sebagai aset sebagaimana pernyataan pendahulunya, yaitu APB Opinion No. 11. SFAS No. 109 menyajikan suatu perlakuan komplit atas rugi pajak ke depan dibandingkan dengan kedua pernyataan pendahulunya tersebut. Rugi pajak ke depan dicatat dengan cara penilaian yang sama dengan cadangan penilaian aset pajak ditangguhkan. 


Walaupun PSAK No. 46 tentang Akuntansi PPh diadopsi dari SFAS No. 109 yang diterapkan di Amerika Serikat, namun adanya perbedaan beberapa ketentuan dalam perpajakan antara Indonesia dengan Amerika Serikat membuat beberapa hal disajikan berbeda pula. Ketentuan perpajakan Indonesia tidak memperkenankan penerapan pembebanan rugi ke belakang, namun hanya pembebanan ke depan. Jangka waktu alokasi tersebut juga tidak selama 10 tahun sebagaimana di Amerika Serikat, tetapi 5 tahun saja. 


Ilustrasi komprehensif perbedaan antara enam metode pembebanan PPh dapat dilihat pada bagian berikut ini: asumsikan pada tanggal 1 Januari 2009, PT. O membeli peralatan Rp 100.000.000,-, umur manfaat lima tahun tanpa nilai sisa (sehingga @ Rp 20.000.000,-). Metode depresiasi garis lurus digunakan untuk menyusut aset ini. Perhitungan depresiasi menurut pajak Rp 25.000.000,- (untuk umur manfaat 4 tahun, dan kelompok 1 menurut ketentuan depresiasi pajak). Selisih depresiasi pajak dan akuntansi adalah Rp 20.000.000,-, dikalikan tarif pajak tahun 2009 yaitu 40%, sama dengan Rp 8.000.000,-, dialokasi selama 4 tahun sebesar Rp 2.000.000,- sehingga perbedaan waktu bersih sebesar Rp 22.000.000,-. Tarif pajak tahun 2009 adalah 40%, tapi untuk tahun selanjutnya naik menjadi 50%. 







Sumber: dikembangkan untuk disertasi ini.


Baik metode tangguhan maupun bersih dari pajak melaporkan nilai laba bersih yang sama. Perbedaannya berhubungan dengan klasifikasi biaya, nilai bersih aset pajak dan keberadaan akun PPh ditangguhkan. Metode aset-laibilitas menggunakan tarif pajak lebih tinggi dibandingkan kedua metode terdahulu sehingga saldo laba bersih lebih rendah, karena menggunakan tarif pajak periode mendatang dimana perbedaan waktu akan dialokasikan. 


Walaupun pandangan menyatakan bahwa alokasi pajak komprehensif paling layak, namun ada saja yang memakai alokasi parsial atau tanpa alokasi atau bersih dari pajak. Bagi perusahaan yang tidak go-public, metode tanpa alokasi atau metode bersih dari pajak dipilih sebagai sarana paling mudah untuk membebankan PPh Badan dalam laporan laba rugi komersil.

Penerbitan akuntansi PPh menurut SFAS No. 96 dan SFAS No. 109 menimbulkan kritik menyangkut aset dan laibilitas pajak ditangguhkan, yaitu 
(1) Ketidak-konsistenan penyajian aset dan laibilitas pajak ditangguhkan (Wolk dkk. 1989; Parks 1988) 
(2) Kegagalan FASB mengijinkan pendiskontoan laibilitas pajak ditangguhkan (Rayburn 1987). 


Pajak Penghasilan (PPh)
Menurut pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, penghasilan adalah

“Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.” 

Sedangkan menurut Standar Akuntansi Keuangan, penghasilan merupakan
“Kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal.”


Menurut pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, biaya fiskal adalah

“…a. biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan”

Sedangkan menurut Standar Akuntansi Keuangan, beban (expense) adalah

“sebagai upaya yang secara langsung menghasilkan pendapatan dalam suatu periode atau yang sudah tidak memberi manfaat ekonomi di masa berikutnya”

Perbedaan definitif di atas mengakibatkan adanya perlakuan yang berbeda dalam perhitungan pajak penghasilan (PPh). Sebagai akibatnya aturan pajak mensyaratkan adanya prosedur rekonsiliasi laporan keuangan terhadap ketentuan pajak mengenai pembukuan guna menghitung penghasilan kena pajak. Hal ini senada dengan salah satu pendekatan yang diungkapkan oleh kelompok kerja standar akuntansi OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), dalam laporan seri harmonisasi standar akuntansi. Hal itu merupakan solusi beda antara akuntansi dan ketentuan pajak. Dalam SK Dirjen Pajak No. Kep.214/PJ/2001 dinyatakan bahwa rekonsiliasi laba rugi fiskal termasuk keterangan dan atau dokumen yang harus dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Badan. 

Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 

“ Pembukuan merupakan proses pencatatan untuk mengumpulkan informasi mengenai pajak yang terutang maupun tidak dan ditutup dengan penyusunan laporan keuangan pada setiap akhir tahun pajak “.

Jadi tujuan pembukuan adalah agar wajib pajak dapat menghitung besarnya pajak yang terutang. Untuk PPN, pembukuan juga mencakup mekanisme pengkreditan pajak (pajak masukan dan pajak keluaran) terhadap transaksi. 

Dalam kaitan dengan laibilitas PPh badan dan bentuk usaha tetap, maka mekanisme akuntansi perpajakan wajib pajak nampak lebih kompleks. Hal ini mengingat adanya beberapa treatment kebijakan akuntansi yang diperhitungkan dalam prosedur penghitungan pajak terutang. Kebijakan tersebut seperti depresiasi dan amortisasi aset tetap, sistem penilaian persediaan barang dan asas pembukuan, untuk mengakui saat pajak terutang.

Rekonsiliasi fiskal merupakan mekanisme teknis yang dilakukan oleh wajib pajak ketika menghitung PPh menggunakan basis pembukuan. Rekonsiliasi fiskal menyandingkan antara laporan laba rugi komersil (yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan) dengan perhitungan penghasilan kena pajak (atas dasar pembukuan pajak). Hal ini ditempuh mengingat terdapat perbedaan konsep pengakuan, penilaian, dan pengungkapan penghasilan dan biaya antara Standar Akuntansi Keuangan dengan ketentuan pajak mengenai pembukuan. Selanjutnya hasil dari rekonsiliasi fiskal adalah perincian penyesuaian fiskal positif dan negatif, serta perbedaan tetap dan perbedaan temporer / waktu.

Dalam rangka rekonsiliasi fiskal guna menghitung laba kena pajak, maka dikenal istilah penyesuaian fiskal positif dan penyesuaian fiskal negatif. Penyesuaian fiskal positif terjadi apabila terdapat komponen penghasilan dalam rangka perhitungan PPh yang belum diperhitungkan dalam penghasilan komersil, jadi penyesuaian fiskal positif terhadap penghasilan terjadi bila mengakibatkan penghasilan komersil bertambah. Dan untuk komponen biaya, maka penyesuaian fiskal positif terjadi apabila komponen biaya dalam perhitungan komersil berkurang, sebagai akibat tidak diperkenankannya suatu jenis biaya tertentu diperhitungkan sebagai biaya fiskal dalam perhitungan PPh. Adapun penyesuaian fiskal negatif atas penghasilan dan biaya adalah kebalikan dari pengertian penyesuaian fiskal positif dalam rangka perhitungan PPh, yaitu bila penghasilan komersil berkurang namun untuk komponen biaya apabila bertambah.

Dalam rangka pelaporan keuangan komersil, PSAK No. 46 tentang Akuntansi PPh mengakomodir konsep beda waktu (timing / temporary differences). Perbedaan tersebut merupakan perbedaan waktu pengakuan penghasilan atau biaya antara pajak dengan akuntansi, mengakibatkan besarnya laba akuntansi lebih tinggi daripada laba pajak atau sebaliknya. Sedangkan beda tetap (permanent differences) yang merupakan penghasilan dan biaya yang diakui dalam perhitungan pajak namun tidak dalam laba akuntansi / komersil dan sebaliknya.


Empat jenis transaksi yang menimbulkan perbedaan waktu adalah
a) Penghasilan termasuk dalam perhitungan pajak sesudah laba akuntansi.
b) Biaya atau beban atau rugi perhitungan pajak yang diperhitungkan sesudah laba akuntansi.
c) Pendapatan pajak yang diperhitungkan sebelum laba akuntansi.
d) Biaya atau beban atau rugi pajak yang diperhitungkan sebelum laba akuntansi.

PPh dalam laporan laba rugi disajikan sebesar beban yang diperhitungkan menurut perhitungan laba rugi akuntansi. Sebagai akibatnya, ketika beban PPh disajikan dalam laporan posisi keuangan, diperlukan akun intermediary, yaitu PPh Ditangguhkan, yang mengakomodir beda waktu antara akuntansi dan pembukuan pajak dalam mengakui penghasilan dan biaya. Laba yang dilaporkan dalam SPT (surat pemberitahuan pajak), yaitu laba fiskal, hampir selalu berbeda jumlahnya dengan laba yang dilaporkan pada laporan keuangan (laba komersial). 

Apabila dihubungkan dengan metode-metode pembebanan PPh, maka konsep pembukuan menurut ketentuan pajak dan penyajian laporan keuangan menurut PSAK akan sebagaimana dala gambar berikut ini:















Tinjauan Penelitian Sebelumnya
Sebagaimana dinyatakan oleh Shackelford dan Shevlin (2001), penelitian-penelitian mengenai perpajakan dalam konteks akuntansi telah banyak dilakukan. Berikut ini disajikan tabel data penelitian sebelumnya yang kontekstual dengan penelitian ini, yaitu mengenai kritik terhadap metode akuntansi PPh, data penelitian, dan pengukuran variabel, dimensi maupun indikator. 

Mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu dengan konteks akuntansi perpajakan dalam tabel 2.4, belum banyak penelitian yang menggali kompetensi metode-metode pembebanan pajak selain pendekatan aset-laibilitas dan aspek kegunaan-keputusan informasi akuntansi atas metode-metode tersebut. Penelitian ini menyajikan kompilasi atas riset terdahulu, acuan teori dan lebih jauh melakukan pengujian empirik terhadap aplikasi berbagai model pengukuran guna dikaitkan dengan aspek reliabilitas dan nilai relevan kegunaan-keputusan informasi akuntansi.

Penggunaan data primer berupa penyajian kembali laporan keuangan menurut 5 (lima) metode-metode pembebanan PPh selain pendekatan aset-laibilitas, yaitu bersih dari pajak (net of tax), tangguhan (deferred), alokasi parsial (partial allocation), alokasi intra periode, dan non alokasi merupakan salah satu metode baru dalam penggunaan data empiris penelitian tentang akuntansi perpajakan.


Model Teoritikal Dasar dan Model Penelitian
Kerangka teoritikal dasar penelitian ini dibangun berdasarkan teori utama yang digunakan sebagai acuan penelitian ini, yaitu teori kegunaan-keputusan informasi akuntansi. Kerangka konseptual kemudian dikaitkan dengan hal yang akan ditelaah, yaitu metode-metode pembebanan PPh.

Hubungan antara indikator-indikator dari variabel kegunaan-keputusan (decision usefulness) dengan penyajian laporan keuangan (financial statements presentation) menggambarkan penyajian laporan keuangan dengan 6 (enam) metode-metode pembebanan PPh berbeda. Hal itu merupakan kandungan kinerja dari nilai relevan dan reliabilitasnya. Rasio utang-ekuitas (debt-to-equity ratio) dan rasio tarif pajak efektif (effective tax rate) dipilih karena dapat mewakili kinerja laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi. Selain itu rasio-rasio tersebut juga memenuhi pembedaan nilai akun-akun sebagai dampak dari penyajian laporan keuangan dengan 6 (enam) metode-metode pembebanan PPh yang berbeda. Dalam kerangka teoritis penelitian ini tidak digambarkan hubungan antara penyajian laporan posisi keuangan dengan laporan laba rugi. Hal ini dikarenakan secara struktural, bottom-line dari laporan laba rugi sudah pasti merupakan komponen dari ekuitas dalam laporan posisi keuangan.


Kerangka penelitian ini disusun dengan model variasi second order factor. Sisi pertama (sebelah kiri) menunjukkan construct dari dimensi nilai relevan dengan indikator sebanyak 3 (tiga) yaitu ketepatwaktuan (timeliness), nilai umpan balik (feed-back value), nilai prediktif (predictive value) dan reliabilitas dengan indikator sebanyak 3 (tiga) yaitu penggambaran senyatanya (representational faithfulness), kemampuan diperiksa (verifiability) dan netralitas (neutrality). Order construct pada sisi kiri ditunjukkan oleh hubungan antara dimensi relevan dan reliabilitas terhadap kegunaan-keputusan. Sisi kanan menunjukkan order construct dari variabel penyajian laporan keuangan dengan enam metode-metode pembebanan PPh berbeda. Konstruk variabel ini meliputi indikator rasio utang-modal (DER) dan rasio tarif pajak efektif (ETR). Model hubungan antar variabel independen dan variabel dependen terjadi antara variabel kegunaan-keputusan terhadap variabel penyajian laporan keuangan dengan metode-metode pembebanan PPh yang berbeda-beda, yaitu aset-laibilitas, tangguhan, pajak bersih, alokasi parsial, alokasi intra periode, dan non alokasi.






Model kerangka penelitian kemudian diuji secara univariate, sebanyak 6 (enam) model. Hal ini mengingat metode pembebanan PPh yang ada meliputi aset-laibilitas, pajak bersih, tangguhan, non alokasi, alokasi parsial, dan alokasi intra periode. Selanjutnya, masing-masing indikator, dimensi, dan variabel yang telah disajikan dalam bentuk indeks akan diperbandingkan diantara metode-metode pembebanan PPh tersebut. Metode pembebanan PPh yang memiliki indeks tertinggi disimpulkan memiliki kandungan kegunaan-keputusan tertinggi. Hasil penelitian ini memeringkat indeks kegunaan-keputusan dari keenam metode-metode pembebanan PPh.


Pengembangan Hipotesis
Dalam penelitian mengenai analisis terhadap berbagai metode pembebanan PPh ini disajikan acuan menurut hasil-hasil penelitian sebelumnya dan teori kegunaan-keputusan. Hal-hal tersebut pernah diketengahkan dalam kurun waktu antara tahun 1967, yaitu sejak APB mengeluarkan pernyataan pertama yang berkaitan dengan Accounting for Income Tax (yaitu APB Opinion No. 11) hingga tahun 2010.


Fungsi perencanaan pajak diperlukan dalam estimasi jumlah pajak yang akan dibayarkan dan strategi dalam menekan jumlahnya (Srinivas 1987). Usaha perencanaan pajak dapat ditempuh melalui pengaturan arus kas (cash flows) dan penerapan konsep time value of money dalam pembayaran, yaitu at the least and latest.


Laba akrual terbagi menjadi arus kas operasi dan akrual bersih. Tanggapan pasar yang lebih kuat akan nampak dalam informasi arus kas operasi dibandingkan akrual, mengingat adanya komponen kebijakan dalam akrual (Scott 1997). 


Pengujian empiris terhadap teori umum akuntansi itu membutuhkan suatu studi terhadap sistem akuntansi tertentu dengan basis pada teori. Hl itu ditujukan untuk melihat bahwa output benar-benar berkaitan dengan informasi yang berguna bagi pemakai dalam pengambilan keputusan. Tetapi analisis bukti untuk meyakinkan apakah informasi akuntansi bisa membantu pemakai dalam membuat keputusan yang tepat adalah sulit mengingat terdapat variabel-variabel lain yang mempengaruhi proses keputusan. Lebih daripada pendekatan langsung dalam pengujian ini, prosedur tidak langsung mungkin merupakan satu-satunya cara untuk meraih bukti dari kegunaan data akuntansi. 


Informasi tersedia sebelum pengaruhnya terhadap keputusan hilang. Indikator dari pengukuran komponen timeliness dalam penelitian ini menggunakan perbandingan antara beban PPh riil, yang benar-benar dibayar oleh perusahaan, dengan PPh yang dibebankan berdasarkan aturan metode pembebanan PPh yang digunakan (Mills dkk. 1998). 


Umpan balik memungkinkan pemakai untuk mengkonfirmasi kebenaran harapan di masa lalu. Indikator Return On Assets (ROA) (Landry 1998) digunakan sebagai pengukur komponen feed-back karena tingkat kembalian terhadap aset terbukti konsisten dengan hasil penelitian yang menggunakan indikator persepsi pasar. Hal ini mencerminkan ketepatan estimasi dan realisasi dari metode akuntansi yang dipilih oleh perusahaan dalam memperhitungkan konsekuensi PPh. Hal ini seiring dengan teori hipotesis pasar yang efisien. 


Komponen-komponen tertentu laporan keuangan terbukti dapat menaksir hasil di masa depan. Komponen predictive value dari dimensi relevan dalam penelitian ini diukur dengan indikator tax avoidance yang mengindikasi selisih antara beda waktu dan beda tetap dalam perhitungan pajak dan selisih antara laba sebelum pajak dengan penghasilan kena pajak, berdasarkan perubahan positif dan negatif dari laibilitas pajak ditangguhkan (Philips dkk. 2004). Apabila suatu metode pembebanan pajak tidak mengenal akun perantara yang mengakomodir perbedaan tersebut maka digunakan selisih antara perhitungan PPh menurut fiskal dan komersil. Hal itu disebabkan perubahan beda penyajian laba antara akuntansi dengan fiskal dipandang dapat menjadi tolok ukur ketepatan pemilihan suatu metode akuntansi untuk mengukur komponen pelaporan keuangan. 


FASB menyatakan bahwa kegunaan informasi akuntansi mengartikan bahwa informasi itu adalah relevan dan reliable. Hal tersebut mengisyaratkan tentang bagaimana caranya menguji suatu teori akuntansi secara tidak langsung. Pendekatan yang diketengahkan oleh psikolog edukasi berbasis pada analisis yang sama (Nunnally 1970), yaitu terdapat uji reliabilitas yang pada dasarnya harus dilakukan melalui penentuan seberapa besar kesalahan yang tercakup dalam pengukuran. Perhatian terhadap objektifitas sangat dekat dengan reliabilitas. Objektifitas mencakup alat kontrol praktis untuk meminimalisir kesalahan dan bias dalam akuntansi, adapun tujuannya adalah membuat khusus dan tepat konsep dan operasi akuntansi serta memperoleh kesepakatan umum terhadapnya, menentukan sebuah konsensus diantara sejumlah ahli atas suatu ukuran tertentu dan meningkatkan standar kompetensi dan etika profesi.

Pada level praktis, reliabilitas berhubungan dengan stabilitas dan konsistensi kebijakan untuk memperoleh sekumpulan operasi tertentu, apabila ingin diketahui bahwa individu tertentu akan mengekspresikan kebijakan (opini) yang sama tentang objek atau kejadian yang sama pada titik waktu berbeda (jika waktu bukan merupakan faktor krusial). Kelompok tertentu individu masing-masing akan mengekspresikan kebijakan (opini) yang sama tentang objek atau kejadian yang sama pada suatu waktu. Dan biasanya opini rata-rata dari para ahli akan menjadi jawaban standar. Hal tersebut sama dengan prosedur yang digunakan oleh analis keuangan dalam perbandingan rasio tertentu perusahaan terhadap rata-rata industrinya.


Sterling (1979) meyakini bahwa relevan bagi ukuran akuntansi terkait dengan apakah atribut tertentu yang diukur itu memiliki sifat khusus bagi model keputusan yang diambil. Apapun cara yang dipandang relevan, bukti persuasif seharusnya diajukan untuk memberi kesimpulan tentang relevan dari ukuran akuntansi bagi suatu jenis keputusan tertentu. Apabila output dari suatu himpunan operasi tertentu diketahui relevan bagi permasalahan operasi dan pengambilan keputusan tertentu, maka dapat dinyatakan bahwa sekumpulan operasi tersebut adalah valid, artinya instrumen pengukurannya melakukan apa yang seharusnya dilakukan, terkait dengan informasi yang relevan. Validitas secara aktual terkait dengan relevan. 

Sesuatu disebut relevan apabila mampu mempengaruhi keputusan alokasi sumber daya, yaitu kapabilitasnya dalam membuat suatu keputusan berbeda. Informasi akan menjadi relevan apabila memiliki nilai prediktif dan nilai umpan balik. Nilai relevan dalam SFAC No. 2 merupakan kualitas primer, sebagai salah satu dimensi dari kegunaan-keputusan informasi. Karakteristik kualitas kedua dari kegunaan-keputusan informasi akuntansi adalah keseragaman dan konsistensi. Keseragaman dan konsistensi memberi keuntungan dalam pembatasan terhadap banyaknya metode akuntansi yang biasa digunakan oleh entitas pelapor. Hal tersebut mengartikan bahwa perusahaan mengadopsi beberapa metode akuntansi karena akan mencerminkan kinerjanya, dan membatasi metode yang layak dalam pembebanan biaya bagi entitas pelapor. 

Menurut Worthy (1984) rekayasa kebijakan manajemen dapat berupa fleksibilitas dalam memperhitungkan nilai laba yang dilaporkan. Hal itu berupa pencatatan fakta tertentu dengan cara tertentu, dan melibatkan subyektivitas dalam penyusunan estimasi. Maydew (1997) mengklarifikasi dugaan mengenai pengaruh faktor pajak terhadap indikasi manajemen laba. Penelitian tersebut membuktikan bahwa earnings management dalam perhitungan pajak terjadi pada perusahaan-perusahaan yang mengalami kerugian operasi bersih. Komponen discretionary dari total akrual juga terbukti memotivasi para manajer menerapkan manajemen laba dalam rangka perencanaan bonus (Healy 1986). Menurut penelitian Dechow dkk. (1995) berdasarkan hasil evaluasi atas berbagai alternatif model berbasis akrual yang mendeteksi manajemen laba melalui kemampuannya dalam mengukur kebijakan akrual yang disuguhkan kinerja finansial maka hasil penelitian menunjukkan bahwa model Healy (1986) dan Jones (1991) adalah yang terbaik. 


Penelitian DeFond dan Jiambalvo (1994) menunjukkan adanya kecenderungan para manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang dapat meningkatkan pelaporan laba. Studi mengenai manajemen laba secara khusus menguji situasi dimana semua pihak yang bertentangan mempunyai insentif untuk menyesuaikan angka akuntansi dalam bentuk manipulasi. Investigasi terhadap relief impor menyuguhkan motif tertentu pada manajemen laba (Jones 1991), dengan menggunakan proksi total akrual. 

Dalam hal penelitian ini, pemegang saham dan asimetri informasi manajer dalam menyajikan laporan keuangan dengan metode-metode pembebanan PPh yang berbeda dapat menimbulkan ketidak-pastian besar akibat adanya keberadaan biaya transaksi dari informasi. Akuntansi PPh sudah seharusnya dipandang dari perspektif agregatif. Oleh karena itu metode mengikuti-arus (flow-through) dari akuntansi PPh lebih layak diikuti dalam penelitian. 


Metode mengikuti-arus juga dapat memperlihatkan penggunaan rasio utang-ekuitas dalam evaluasi finansial perusahaan. Dalam hal ini saldo pajak tangguhan tercakup dalam laibilitas, dimana sebenarnya tidak memenuhi karakteristik dari definisi laibilitas menurut teori akuntansi sehingga hal tersebut harus ditambahkan kembali pada ekuitas (Colley 2005). 


Penyesuaian akrual dapat mengarahkan pada perubahan harga saham. Hal tersebut sejauh menyediakan informasi relevan dalam menaksir jumlah dan saat arus kas di masa datang, yang tidak tercakup dalam informasi arus kas operasi (Rayburn 1987). FASB memandang reliabilitas dengan kandungan tiga komponen, yaitu penggambaran keadaan sebagaimana nyatanya (representational faithfulness), kemampuan untuk dapat diperiksa (verifiability) dan tidak berpihak (neutral). Penggambaran senyatanya (representational faithfulnes) sebagai komponen yang paling kritis dari reliabilitas mengacu pada korespondensi antara suatu ukuran atau deskripsi terhadap objek ekonomi atau kejadian yang seharusnya diwakili atau digambarkan. 


Informasi mewakili apa yang seharusnya digambarkannya. Mengingat penelitian ini berkaitan dengan evaluasi terhadap metode-metode pembebanan PPh yang berbeda. Indikator yang digunakan untuk mengukur komponen representational faithfulness dari kualitas primer reliabilitas adalah nilai tambah (Belkaoui 1992). Nilai tambah adalah pertambahan kemakmuran yang diakibatkan oleh pemanfaatan secara produktif sumber daya perusahaan sebelum dialokasikan kepada pemegang saham, pemegang obligasi, pekerja, dan pemerintah (dalam bentuk pajak). Melalui pengungkapan nilai tambah, stakeholders memperoleh kepuasan karena mengetahui nilai kontribusinya terhadap total kemakmuran perusahaan dan memperbesar peluang negosiasi. Nilai tambah mewakili dasar yang lebih baik misalnya dalam perhitungan imbalan kerja. Informasi nilai tambah terbukti merupakan prediktor yang baik terhadap kejadian ekonomi dan reaksi pasar (Belkaoui 1992). 

Makna dari komponen verifiability dalam dimensi reliabilitas informasi akuntansi adalah kemampuan untuk meyakinkan bahwa informasi dalam pelaporan keuangan dapat diperiksa atau dapat dikonfirmasi penyajiannya. Acuan hal tersebut yaitu menurut kaidah pelaporan yang sama antara pihak yang menyajikan dengan yang akan menggunakannya sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi (Chaney dan Jeter 1994). Rasio laba digunakan sebagai pengukur verifiability karena mewakili ukuran perbandingan relatif laba dengan pengungkapan konsekuensi laibilitas PPh perusahaan. 

Ketiadaan indikasi keterpihakan atau bias dalam mencapai tujuan tertentu perusahaan, adalah makna komponen neutrality dari dimensi reliabilitas, yang merupakan kualitas primer kegunaan-keputusan dalam SFAC No. 2, dalam penelitian ini diukur dengan indikator total akrual. Penggalian indikasi unsur pengelolaan dalam pilihan alternatif kebijakan akuntansi dilakukan dengan mengisolasi variabel-variabel yang rentan terhadap kemungkinan tersebut (yaitu depresiasi / amortisasi / deplesi, perubahan aset lancar, perubahan laibilitas lancar, perubahan laibilitas jangka panjang serta perubahan kas dan ekuivalensi kas). Indikator ini mendokumentasikan penggunaan angka akuntansi dalam rangka pelaporan tahunan perusahaan, yang menjadi basis dari transfer kemakmuran (yaitu sumber daya ekonomi emiten). 

Healy (1986) menyatakan bahwa asimetri informasi antara investor dengan perusahaan memberi peluang untuk melakukan pengelolaan laba. Dekomposisi laba akrual ke dalam arus kas operasi dan penyesuaian akrual akan menghasilkan informasi baru bagi para pengguna (Wolk dan Tearney 1997).

Konsekuensi ekonomi merupakan dampak pelaporan akuntansi dalam perilaku pengambilan keputusan bisnis, pemerintahan dan kreditur. Esensi dari definisi ini adalah laporan akuntansi dapat mempengaruhi keputusan riil yang dibuat manajer dan mencerminkan keinginannya (Zeff 1978).


Akuntansi pajak penghasilan merupakan proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian serta interprestasi informasi keuangan, mengacu pada aturan perpajakan, terhadap transaksi-transaksi yang berkaitan dengan laibilitas pajak. Dihubungkan dengan laibilitas PPh, akuntansi harus mampu menyediakan informasi yang diperlukan untuk menghitungnya (PSAK 46 dan SFAS 109). 


Pengukuran DER (Debt to Equity Ratio) dalam konteks akuntansi pajak menurut Colley dkk. (2005) menghasilkan penurunan signifikan bagi sebagian besar kinerja perusahaan, namun meningkatkan posisi finansial. Metode mengikuti-arus (follow-through) mewakili pendekatan logis dalam akuntansi pajak selama perpajakan dipandang sebagai suatu transaksi yang terjadi antara sektor swasta dan publik. Hal ini berarti perpajakan merupakan tindakan memindahkan suatu porsi kenaikan periodik dalam nilai bersih ekuitas (Landry 1998). 


Di sisi lain ETR (Effective Tax Rate) merupakan ukuran hasil berbasis pada laporan laba rugi yang secara umum mengukur efektifitas dari strategi pengurangan pajak dan mengarahkan pada laba setelah pajak yang tinggi (Philips 2003). Menurut Gupta (1995) ETR dapat digunakan mengukur tingkat biaya politis yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan domestik internasional sebagai argumentasi pemilihan metode alokasi pajak parsial daripada komprehensif. 


Penelitian ini menggunakan indeks rasio utang-ekuitas dan indeks rasio tarif pajak efektif untuk menggambarkan penyajian laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi. Penelitian ini menganalisis 6 (enam) metode pembebanan PPh yang berbeda dalam menyajikan laporan keuangan, maka output penelitian ini juga akan menyajikan tingkat kandungan dari dimensi relevan dan reliabilitas dari variabel kegunaan-keputusan informasi akuntansi dari masing-masing laporan keuangan yang disajikan dengan masing-masing metode-metode pembebanan PPh tersebut.