Baca Juga


Fenomena keberadaan bata merah kuno yang diduga berasal pada zaman pra sejarah muncul lagi di Demak. Seorang petani tak sengaja menemukan tumpukan bata merah ketika menggali sawah. Dia merasa heran dengan bentuk bata dengan ukuran 45 cm x 25 cm setebal10 cm.Bata merah itu terlihat kering dan enteng.

“Saat itu saya akan menggali sumur resapan di lahan sawah bengkok milik Pak Lurah,” ungkap petani penggarap sawah di Desa Jatirogo Kecamatan Bonang, Bukhori (50), kemarin. Dirinya  secara tak sengaja menemukan tumpukan bata merah ketika menggali sumur resapan untuk keperluan tanam.

Kali pertama bata merah ditemukan terpendam sekitar satu meter di bawah permukaan sawah. Ketika mencangkul Bukhori sempat memecahkan bata itu menjadi dua bagian.


Situs di desa Jatirogo, Demak, tampak warga dan Kades Dusun Jetak dilokasi temuan batu bata kuno di persawahan (harsem-sukma)

Bata merah yang diketemukan berbeda dibanding bentuk bata merah pada umumnya. Bata ini berbentuk besar, berwarna merah muda dan tertata seperti untuk sebuah bangunan. Karena takut, penggarap bengkok kades ini, segara melapor ke pemerintah desa setempat.

Mendapati temuan itu Kades H  Suyudi dan Sekdes H A  Baedowi segera bergegas menuju lokasi. Kemudian mengumpulkan temuan itu dalam satu lokasi. Sebelumnya mereka juga meyakini dahulu lokasi itu merupakan situs bersejarah.

“Bata ini aneh, lebih besar dari buatan sekarang, warna bata tak kusam meski terpendam di dalam tanah, justru merah menyala,” ungkap Suyudi. Dirinya juga tidak tahu bata itu terbuat dari tanah liat dari daerah mana.

Beberapa sesepuh desa pernah bercerita, semula wilayah desanya merupakan pesisir pantai, terbukti tanah di Desa Jatirogo banyak dijumpai kulit kerang. Sejumlah orang dari daerah jauh datang Demak, selain ingin berdagang, daerah ini dikenal menjadi ajang pertemuan budaya Hindu dan Islam, seiring berdirinya Kerajaan Majapahit Islam yaitu Kasultanan Demak Demak Bintoro, dan dakwah para Walisongo.

Namun Suyudi belum bisa memastikan kaitan antara temuan puluhan bata merah yang terserak itu, dengan lokasi pesisiran. Dia meminta perhatian instansi terkait untuk menyurvei temuan tersebut, kemungkinan bisa ditemukan situs bersejarah di desanya.

Menurut Baedowi, dulu juga pernah juga ditemukan bata merah serupa, yang diperkirakan pondasi bangunan. Lokasi tersebut sekitar 200 meter dari lokasi temuan sekarang.

Karena jumlah bata merah hingga ribuan, warga mengambilnya untuk membangun masjid di  Dusun Jetak. Dan bangunan masjid itu hingga kini masih berdiri kokoh, dengan dinding bata merah dari lokasi situs Jatirogo.

Baedowi meyakini lokasi persawahan Desa Jatirogo memendam sebuah situs sejarah, keyakinan tersebut semakin kuat karena tak jauh dari penemuan bata merah terdapat makam Syekh Hasan Bakem yang diduga berusia ratusan tahun.

Diduga Menara Pengintai

Tak jauh dari lokasi situs bata merah di Dukuh Jetak Desa Jatirogo Kecamatan Bonang, ditemukan lagi keberadaan situs baru. Melihat luas situs diduga sebuah bangunan menara pengintai atau semacam mercusuar di pantai.

Setelah seorang petani penggarap, Bukhori (50), beberapa hari lalu menemukan tumpukan bata merah berukuran 45 cm x 25 cm saat menggali sawah bengkok milik Kepala Desa Jatirogo.

Setelah itu gantian Juki (50), warga Desa Jatirogo, menemukan tumpukan bata merah di dalam tanah sedalam satu meter. Keberadaan bata merah yang tertata rapi seperti tembok ini, ditemukan sejauh 5 meter dari lokasi temuan lama.


Situs di desa Jatirogo, Demak yang diduga menara pengintai. Tampak batu bata berserakan akibat sejumlah bata merah tersebut dicongkel oleh warga (harsem-sukma)

“Saat akan mamacul tanah, saya lihat bata merah, saya congkel ternyata banyak,” ungkap Juki. Karena kondisi tanah yang kering dan pecah-pecah, memudahkan Duki mencongkel tanah dan melihat bata merah tersebut.

Selanjutnya, Juki mencoba mencongkel bata merah tersebut, namun semakin bingung saat  di bawah bata merah itu masih ada bata lagi tertata seperti tembok.

Dia terus saja mencongkel namun beberapa tumpukan bata tak habis-habis, malah terlihat semakin dalam. Kondisi bata merah yang dicongkel seperti menempel disemen dengan bata lainnya. Akhirnya Juki berinisiatif menghentikan aktivitasnya dan segera melapor ke Kades Jatirogo.

Setelah menerima laporan, Kades Jatirogo H Suyudi tak bisa berkata apa-apa, semula dia berharap sawah bengkoknya segera bisa disiapkan untuk tanam, malah ditemukan situs. Terpaksa dirinya memerintahkan para penggarap sawahnya,untuk menghentikan sementara proses penggalian itu.

Buatan Sunan Demak?

Sabtu (13/10/2012) pagi, lokasi situs itu telah menarik perhatian warga, banyak orang sampai pelajar yang bersekolah dekat kawasan situs, menyempatkan untuk melihat temuan situs baru itu.

Bahkan Ketua Komisi B DPRD Demak HM Suradi dan anggota Komisi B Farodli hadir. Mereka ingin melihat langsung lokasi temuan. “Bila dilihat kondisinya, situs ini semacam bangunan menara pengintai,” ucap Suradi.

Dari beberapa batu merah yang menempel itu, dilekatkan bukan dengan semen, melainkan dengan putih telur dan kotoran kerbau. Bila merunut riwayat sejarah di Kecamatan Bonang merupakan pantai, dengan muara sungai Tuntang. Saat itu pantai masih di sekitar Desa Tridonorejo Kecamatan Bonang, namun perkembangannya muncul tanah timbul yang mengubur menara itu.


Peta lokasi Kabupaten Demak Jawa Tengah (warna merah)

Dalam sejarah perjuangan Adipati Unus menyerang Batavia, di Kasultanan Demak Bintoro telah memiliki dua pelabuhan, yaitu pelabuhan niaga yang berada di sekitar Kecamatan Bonang, dan pelabuhan militer di Jepara.

Dan menara itu berfungsi ganda, selain sebagai pengintai sekaligus menjadi mercusuar, sebagai tanda untuk lalulintas laut. Namun menara ini tak setinggi dengan menara suar sekarang.

Ketika melihat ukuran dan warna merah menyala dari bata itu, terlihat ada kemiripan dengan bata yang berada di Menara Kudus dekat Makam Sunan Kudus. Dimungkinkan juga yang membangun menara itu adalah Sunan Kudus.

Sebab di lokasi tetangga Desa Jatirogo, yaitu Dukuh Bener Desa Tridonorejo, pernah berdiri masjid kuno dengan mustoko dari tanah. Warga setempat meyakini mustoko itu buatan Sunan Kudus.

Tumpukan bata merah yang berukuran besar itu, sangat banyak, namun sayang beberapa warga cenderung merusak, mereka mencongkeli secara sembarangan. Sebagian malah membawa pulang bata itu untuk tungku kompor di rumahnya.

Disayangkan juga dari kepolisian tak memasang police line sebagai pembatas agar warga setempat tak merusak situs tersebut.