Baca Juga

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang
     Belajar pada hakikatnya adalah aktivitas untuk melakukan perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar. Perubahan tingkah laku terjadi karena usaha individu yang bersangkutan baik mencakup ranah-ranah efektif, kognitif dan psikomotor (Bloom, 1974)

     Dalam pembahasan makalah ini, untuk mencapai pemahaman tentang dasar teoritis perkembangan sosial dan emosi pada masing-masing (individu) anak usia dini, maka diharapkan mampu mendeskripsikan secara singkat pengertian sosial dan emosi, serta menggambarkan mekanisme terjadinya berbagai emosi dalam diri manusia, serta memahami penahapan perkembangan sosial.

1.2.       Rumusan Masalah
     Rumusan masalah model pembelajaran difokuskan agar pendidik mampu memahami perkembangan emosi  dalam kepribadian anak usia dini.

1.3.       Tujuan
     Dalam penulisan makalah ini, bertujuan untuk mampu menjelaskan tentang perkembangan emosi dalam kepribadian anak usia dini.

1.4.       Manfaat
     Manfaat penulisan makalah ini bagi :
a.       Pendidik (Guru)
     Sebagai bahan evaluasi bagi guru dalam usahanya memahami perkembangan emosi dalam kepribadian  anak usia dini.
b.      Sekolah
 Mampu menerapkan dan memahami metode perkembangan emosi dalam kepribadian pada anak usia dini.

BAB II
LANDASAN TEORITIS

     Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan dan cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah. Kompetensi perlu dicapai secara tuntas (Belajar Tuntas) (Depdiknas 2004:4). Selanjutnya dijelaskan bahwa, Kurikulum dilaksanakan dalam rangka membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi baik pisik maupun psikis maupun fisik yang meliputi moral dan nilai- nilai agama, sosial , emosional, kognitif, bahasa, fisik motorik, kemandirian, dan seni untuk siap memasuki pendidikan dasar (Depdiknas, 2004:4). Model pembelajaran ini diharapkan dapat menjadi inspirasi dan referensi bagi semua pihak yang memberikan layanan pendidikan pada anak usia dini.
     Perkembangan emosi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan memahami dasar teoritis tentang emosi dan sosial yang dimiliki anak usia dini.
Pengembangan sosial dan emosi ini meliputi :
a.       Pembahasan tentang perkembangan/ pengertian sosial dan emosi anak usia dini.
b.      Proses perkembangan sosial.
c.       Fungsi dan peranan emosi pada perkembangan anak usia dini.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1.       Pengertian Tentang Perkembangan Sosial dan Emosi Anak Usia Dini
a.      Perkembangan Sosial
     Menurut Plato secara potensial (fitrah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicori). Syamsuddin (1995:105) mengungkapkan bahwa "sosialisasi adalah proses belajar untuk menjadi makhluk sosial", sedangkan menurut Loree (1970:86) "sosialisasi merupakan suatu proses di mana individu (terutama) anak melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelompoknya) serta belajar bergaul dengan bertingkah laku, seperti orang lain di dalam lingkungan sosialnya".
Muhibin (1999:35) mengatakan bahwa perkembangan sosial merupakan proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya. Adapun Hurlock (1978:250) mengutarakan bahwa perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. "Sosialisasi adalah kemampuan bertingkah laku sesuai dengan norma, nilai atau harapan sosial".

b.      Perkembangan Emosi
     Jika kita berbicara tentang emosi maka setiap orang akan mengatakan bahwa ia pernah merasakannya, setiap orang bereaksi terhadap keberadaannya. Hidup manusia sangat kaya akan pengalaman emosional. Hanya saja ada yang sangat kuat dorongannya, adapula yang sangat samar sehingga ekspresinya tidak tampak. Ekspresi emosi akan kita kenali pada setiap jenjang usia mulai dari bayi hingga orang dewasa, baik itu laki-Iaki ataupun perempuan. Sebagai contoh, seorang anak tertawa kegirangan ketika ayahnya melambungkan tubuhnya ke udara atau kita meiihat seorang anak yang berusia satu tahun sedang menangis karena mainannya direbut oleh kakaknya. Bagi seorang anak, kondisi emosi ini lebih*mudah diekspresikan rnelalui kondisi fisiknya. Sebagai contoh seorang anak akan iangsung menangis apabila ia merasa sakit atau merasa tidak nyaman. Namun, apabiia seorang anak ditanya tentang "bagaimana perasaannya" atau "mengapa ia merasa sakit?", anak akan merasa kesulitan untuk mengungkapkan perasaannya dalam bahasa verbal.
 Contoh-contoh perilaku di atas menunjukkan gambaran emosi seseorang. Jadi, apa sebetulnya yang dimaksud dengan emosi itu? Untuk mengetahui hai itu lebih jelas, Anda dapat mengikuti pembahasan berikut ini.
 Emosi adalah perasaan yang ada dalam diri kita, dapat berupa perasaan v senang atau tidak senang, perasaan baik atau buruk. Dalam World Book Dictionary (1994: 690) emosi didefinisikan sebagai "berbagai perasaan yang kuat". Perasaan benci, takut, marah, cinta, senang, dan kesedihan. Macam-macam perasaan tersebut adalah gambaran dari emosi. Goleman (1995:411) menyatakan bahwa "emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak".
 Syamsuddin (1990:69) mengemukakan bahwa "emosi merupakan suatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (stid up state) yang menyertai atau muncul sebelum atau sesudah terjadinya suatu perilaku". Berdasarkan definisi di atas kita dapat memahami bahwa emosi merupakan suatu keadaan yang kompleks, dapat berupa perasaan ataupun getaran jiwa yang ditandai oleh perubahan biologis yang muncul menyertai terjadinya suatu perilaku.

3.2.       Proses Perkembangan Sosial Anak Usia Dini
     Untuk menjadi individu yang mampu bermasyarakat diperlukan tiga proses sosialisasi. Proses sosialisasi ini tampaknya terpisah, tetapi sebenarnya saling berhubungan satu sama lainnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock (1978), yaitu sebagai berikut.
1.      Belajar untuk bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima masyarakat.
2.      Belajar memainkan peran sosial yang ada di masyarakat.
3.      Mengembangkan sikap/tingkah laku sosial terhadap individu lain dan aktivitas sosial yang ada di masyarakat.
     Pada perkembangannya, berdasarkan ketiga tahap proses sosial ini, individu akan terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok individu sosial dan individu nonsosial. Kelompok individu sosial adalah mereka yang tingkah lakunya mencerminkan ketiga proses sosialisasi. Mereka mampu untuk mengikuti kelompok yang diinginkan dan diterima sebagai anggota kelompok. Adakalanya mereka selalu menginginkan adanya orang lain dan merasa kesepian apabila berada seorang diri. Selain itu mereka juga merasa puas dan bahagia jika selalu berada dengan orang lain. Adapun kelompok individu nonsosial, mereka adalah orang-orang yang tidak berhasil mencerminkan ketiga proses sosialisasi. Mereka adalah individu yang tidak tahu apa yang diharapkan kelompok sosial sehingga tingkah laku mereka tidak sesuai dengan harapan sosial. Kadang-kadang mereka tumbuh menjadi individu antisosial, yaitu individu yang mengetahui harapan kelompok sosial, tetapi dengan sengaja melawan hal tersebut. Akibatnya individu antisosial ini ditolak atau dikucilkan oleh kelompok sosial.

     Selain kedua kelompok tadi, dalam perkembangan sosial ini adapula istilah individu yang introvert dan extrovert. Introvert adalah kecenderungan seseorang untuk menarik diri dari lingkungan sosialnya. Minat, sikap ataupun keputusan-keputusan yang diambil selalu didasarkan pada perasaan, pemikiran, dan pengalamannya sendiri. Orang-orang dengan kecenderungan introvert, biasanya pendiam dan tidak membutuhkan orang lain karena merasa segala kebutuhannya bisa dipenuhi sendiri. Sedangkan extrovert adalah kecenderungan seseorang untuk mengarahkan perhatian ke luar dirinya sehingga segala minat, sikap, dan keputusan-keputusan yang diambilnya lebih ditentukan oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar dirinya. Orang-orang extrovert biasanya cenderung aktif, suka berteman, dan ramah-tamah. Seorang ahli menyatakan introvert dan extrovert hanya merupakan suatu tipe dari reaksi yang ditunjukkan seseorang. Jika seseorang menunjukkan reaksi yang terus-menerus seperti itu atau sudah menjadi kebiasaan barulah bisa dianggap sebagai tipe kepribadiannya. Sementara ahli lain menyatakan bahwa suatu kepribadian yang sehat atau seimbang haruslah memiliki kedua kecenderungan ini. Dengan demikian, kebutuhan untuk berhubungan dengan lingkungan sosialnya serta kebutuhan akan prestasi dan refleksi diri keduanya bisa terpuaskan.

     Ada dua puluh karakteristik yang dapat menggambarkan individu dengan penyesuaian diri baik, yaitu sebagai berikut.
1.        Dapat menerima tanggung jawab sesuai dengan usianya.
2.        Menikmati pengalamannya.
3.        Mau menerima tanggung jawab sesuai dengan perannya. Apakah itu peran sebagai anggota kelompok, murid di sekolah atau sekadar peran kakak terhadap adiknya.
4.        Mampu memecahkan masalah dengan segera.
5.        Dapat melawan dan mengatasi hambatan untuk merasa bahagia.
6.        Mampu membuat keputusan dengan kekhawatiran dan konflik yang minimum.
7.        Tetap pada pilihannya sehingga ia menemukan bahwa pilihannya itu salah.
8.        Merasa puas dengan kenyataan.
9.        Dapat menggunakan pikiran sebagai dasar untuk bertindak, tidak untuk melarikan diri.
10.    Belajar dari kegagalan tidak mencari alasan untuk kegagalannya.
11.    Tahu bagaimana harus bekerja pada saat kerja dan bermain pada saat main.
12.    Dapat berkata tidak pada situasi yang mengganggunya.
13.    Dapat berkata ya pada situasi yang membantunya.
14.    Dapat menunjukkan kemarahan ketika merasa terluka atau merasa haknya terganggu.
15.    Dapat menunjukkan kasih sayang.
16.    Dapat menahan sakit dan frustrasi bila diperlukan.
17.    Dapat berkompromi ketika mengalami kesulitan.
18.    Dapat mengonsentrasikan energinya pada tujuan.
19.    Menerima kenyataan bahwa hidup adalah perjuangan yang tak ada habisnya.
20.    Untuk menjadi individu dengan penyesuaian diri yang baik, seorang anak harus merasa bahagia dan mampu menerima dirinya. Untuk itu, sejak dini anak perlu diajak bersikap realistis terhadap diri dan kemampuannya.

3.3.       Fungsi dan Peranan Emosi Pada Perkembangan Anak Usia Dini
     Setelah kita mengetahui apa dan bagaimana mekanisme terjadinya emosi pada individu, selanjutnya kita akan membahas tentang tungsi atau peranan emosi pada perkembangan anak. Fungsi dan peranan yang dimaksud adalah sebagai berikut.

a.       Merupakan bentuk komunikasi sehingga anak dapat menyatakan segala kebutuhan dan perasaannya pada orang lain. Sebagai contoh, anak yang merasakan sakit atau marah biasanya mengekspresikan emosinya dengan menangis. Menangis ini merupakan bentuk komunikasi anak dengan lingkungannya pada saat ia belum mampu mengutarakan perasaannya dalam bentuk bahasa verbal. Demikian pula halnya ekspresi tertawa terbahak-bahak ataupun memeluk ibunya dengan erat. Ini merupakan contoh bentuk komunikasi anak yang bermuatan emosional.

b.      Emosi berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya, antara lain berikut ini.

1)      Tingkah laku emosi anak yang ditampilkan merupakan sumber penilaian lingkungan sosial terhadap dirinya. Penilaian lingkungan sosial ini akan menjadi dasar individu dalam menilai dirinya sendiri. Penilaian ini akan menentukan cara lingkungan sosial memperlakukan seorang anak, sekaligus membentuk konsep diri anak berdasarkan perlakuan tersebut. Sebagai contoh, seorang anak sering mengekspresikan ketidaknyamanannya dengan menangis, lingkungan sosialnya akan menilai ia sebagai anak yang "cengeng". Anak akan diperlakukan sesuai dengan penilaiannya tersebut, misalnya entah sering mengolok-olok anak, mengucilkannya atau bisa juga menjadi over protective. Penilaian dan perlakuan terhadap anak yang disebut "cengeng" ini akan mempengaruhi kepribadian
dan penilaian diri anak.

2)      Emosi menyenangkan atau tidak menyenangkan dapat mempengaruhi interaksi sosial anak melalui reaksi-reaksi yang ditampilkan lingkungannya. Melalui reaksi lingkungan sosial, anak
dapat belajar untuk membentuk tingkah laku emosi yang dapat diterima lingkungannya. Jika anak melempar mainannya saat marah, reaksi yang muncul dari lingkungannya adalah kurang menyukai atau menolaknya. Reaksi yang kurang menyenangkan ini, membuat anak memperbaiki ekspresi emosinya agar dapat diterima di lingkungan masyarakatnya. Demikian pula halnya dengan ekspresi emosi yang disukai lingkungannya. Anak yang empati dan suka berbagi mainan dengan temannya, akan disukai oleh lingkungannya. Anak akan tetap mempertahankan perilakunya karena ia menyukai reaksi lingkungan terhadapnya.

3)      Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan. Tingkah laku emosi anak yang ditampilkan dapat menentukan iklim psikologis lingkungan. Artinya, apabila ada seorang anak yang pemarah dalam suatu kelompok maka dapat mempengaruhi kondisi psikologis lingkungannya saat itu, misalnya permainan menjadi tidak menyenangkan, timbul pertengkaran atau malah bubar.

4)      Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu kebiasaan. Artinya, apabila seorang anak yang ramah dan suka menolong merasa senang dengan perilakunya tersebut dan lingkungan pun menyukainya maka anak akan melakukan perbuatan tersebut berulang-ulang hingga akhirnya menjadi kebiasaan.

5)      Ketegangan emosi yang dimiliki anak dapat menghambat atau mengganggu aktivitas motorik dan mental anak. Seorang anak yang mengalami stress atau ketakutan menghadapi suatu situasi, dapat menghambat anak tersebut untuk melakukan aktivitas. Misalnya, seorang anak akan menolak bermain finger painting (melukis dengan jari tangan) karena takut akan mengotori bajunya dan dimarahi orang tuanya. Aktivitas finger painting ini sangat baik untuk melatih motorik halus dan indra perabaannya. Namun, hambatan emosional (takut dimarahi orang tuanya) anak menjadi kehilangan keberanian untuk mencobanya dan hilanglah kesempatan pengembangan dirinya.

BAB IV
PENUTUP

4.1.       Kesimpulan
     Melalui metode perkembangan sosial dan emosi anak usia dini penulis mampu menarik kesimpulan bahwa perkembangan sosial dan emosi berperan penting dalam kehidupan anak, selain itu juga berpengaruh pada dimensi 2 aspek perkembangan yang lainnya.
Agar pengaruhnya dapat dikenali dan ditanggapi secara positif, maka kita perlu meningkatkan pelayanan dan selalu peka terhadap perkembangan sosial dan emosi anak didik kita, baik secara pribadi maupun menyeluruh.

4.2.       Saran
     Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mempunyai beberapa saran antara lain :
a.       Diharapkan guru-guru pendidikan anak usia dini dapat memahami perkembangan sosial dan emosi anak sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
b.      Diperlukan antusiasme guru dalam menangani sikap individu tentang perubahan dan perkembangan sosial dan emosi anak.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Bloom. (1974). Hakikat Pembelajaran
2.      Goleman, D. (1995). Emotional Intellegence. Jakarta : Gramedia.
3.      Hurlock, E.B. (1978). Chiled Development. 6th Ed. Tokyo : Mc. Graw Hill. Inc., 
International Studend Ed.
4.      Muhibin, S. (1999). Psikologi Belajar. Ciputat : Logos.
5.      Syamsuddin, A. (1990). Psikologi Pendidikan (Edisi Revisi). Bandung : Remaja Rosyada 
Karya.