Baca Juga
Orang biasanya menyebutnya “kerajinan perak”. Ada pula yang hanya mengucapkan, “perak” (saja). Ratna “Mah, oleh-olehin bros perak yach, kalau mamah ke Yogya”. Tapi taukah Anda benda-benda yang terbuat dari perak, tembaga atau emas itu mempunyai nama, yakni Filigri.
Filigri atau dalam bahasa latin “filum” dan “granum” berarti “benang” dan “biji” merupakan seni kerajinan yang dipakai untuk membuat perhiasan ataupun produk seni yang terbuat dari materi logam seperti emas, perak atau tembaga menggunakan benang logam atau kawat halus yang dipelintir, dianyam, dibentuk dan disatukan dengan patri menjadi sebuah bentuk tertentu.
Produk Perak Kotagede Yogyakarta (http://dewey.petra.ac.id)
Pengkombinasian filigri diambil dari berbagai potong bidang bentuk setelah masing-masing bidang itu diisi dengan benang logam yang sarat motif. Keragaman motif ini yang kemudian membentuk sebuah perhiasaan menarik dan sarat kreatifitas. Tidak selalu perhiasan, filigri diaplikasikan. Dalam perjalanannya saat ini, filigri merambah sebagai benda pajangan ruang tamu, gelas, teko, pill box hingga miniatur.
Prosesnya yang memanfaatkan keterampilan tangan dan dibutuhkan banyak waktu, terkadang menuntut harga yang relatif mahal. Sementara filigri harus bersaing dengan kebanyakan perhiasan yang dibuat secara masal asal negeri tetangga. Padahal, bila kita tilik lebih dalam, filigri adalah identitas bangsa Indonesia. Karena didalamnya tersaji ukiran-ukiran yang menggambarkan culture, alam serta kebudayaan bangsa Indonesia dari si pembuat yang notabene mewakili dimana ia lahir, dimana ia tumbuh, dimana ia membentuk karakternya berlatar kebudayaan Indonesia.
Topi kerja lapangan (http://www.kotagedesilver.com/)
Sejarah Filigri di Indonesia
Dipercaya teknik filigri berakar pada zaman Yunani Klasik, yaitu periode 400 tahun SM. Dengan ditemukannya sebuah pisau filigri di Kuburan Ratu Mesopotamia Pu-Abi, Mesir. Penemuan kedua adalah beberapa cincin emas dan perak dari tahun 1350 SM di kuburan Firaun Mesir Tut ankh amun.
Sementara di Indonesia sendiri, filigri masuk di era kolonialisasi bangsa Belanda lewat peran Vereenigde Osst-Indische Compagnie VOC sebagai perusahaan dagang Belanda. Banyak orang-orang asing waktu itu memesan alat rumah tangga dari emas, perak, tembaga serta kuningan pada perajin nusantara.
Kini, filigri lebih dikenal berada di Kota Gede Yogyakarta. “Tidak ada informasi tertulis yang dapat saya peroleh tentang tahun yang pasti. Tetapi dari para perajin yang sudah lanjut usia, disebutkan bahwa pada tahun 1950 an almarhum Bapak Sastro Dimulyo dengan perusahaanya SSO adalah sebagai pelopor yang memperkenalkan teknik filigri di Kotagede.” demikian diterangkan Selly Sagita, Pengusaha dan pengembangan kerajinan perak di Jogja, dengan tokonya bernama Borobudur Silver dalam buku berjudul Filigri Indonesia, Perhiasan Kotemporer dengan Teknik Traditional.
Sumber: Mahligai Indonesia