Baca Juga

Pentingnya Ekonomi Islam 
Baru-baru ini informasi tentang kebijakan ekonomi global sering kita dengar. Konferensi ekonomi global yang selalu dilakukan demonstrasi besar-besaran terjadi di Eropa. Para demonstran selalu menentang kebijakan ekonomi kapitalis, yang mengutamakan hak individu ini. Artinya, masyarakat dunia sudah mengalami kemunduran ekonomi (dalam perpektif kesejahteraan sosial ekonomi) dengan sistem kapitalis ini. Ini membuktikan masyarakat dunia sudah tidak sepakat lagi dengan sistem ekonomi kapitalis. Kebijakan Ekonomi Kapitalis di beberapa negara Eropa berbentuk ekonomi global menjadikan ketimpangan perekenomian yang mana terjadi kesenjangan antara golongan jutawan dengan kaum papa. 

Sementara itu dalam kondisi negara Indonesia sendiri keadaan ekonomi saat ini masih tidak stabil, harga nilai mata US dollar sejak beberapa bukan terakhir berkisar antara Rp. 11.000 s.d. Rp. 12.500. Kondisi rata-rata bulan Desember 2013 mencapai angka Rp. 11.900 per 1 US Dolar. Sedangkan dalam kondisi sekarang laju inflasi di negara Indonesia mencapai peningkatan yang cukup signifikan sejak 1 tahun terakhir laju inflasi mencapai peningkatan, seperti dalam tabel ini : 

Dari tabel diatas terlihat jelas bahwa laju inflasi di Negara Indonesia mengalami peningkatan dan ketidakstabilan sehingga tentu berakibat dengan kondisi perekonomian bangsa. Laju inflasi yang tinggi berakibat unequiblirium antara uang dengan barang, sehingga menjadikan harga-harga menjadi tinggi. 

Sejarah telah berbicara bahwa, revolusi ilmu pengetahuan yang terjadi di Eropa Barat sejak Abad 16 Masehi menyebabkan pamor dan kekuasaan institusi agama di benua Eropa ini menurun secara drastis. Akibatnya, terjadi sekularisasi di dunia Eropa Barat dalam segala bidang, termasuk ilmu pengetahuan. Karena itu lahirlah ilmu pengetahuan yang bersifat positivistik, ilmu positivistik hanya menjawab What Is ?, yaitu menjelaskan fakta-fakta secara apa adanya. Karena itu tugas ilmu pengetahuan menjadi hanya to explain (menerangkan hubungan antar variabel) dan to predict (meramalkan kejadian di masa depan berdasarkan teori yang ada). Pertanyaan what should ? what best ? yang mempertanyakan apa yang terbaik atau seharusnya dilakukan, dinafikan. Jawaban seperti ini diserahkan sepenuhnya pada setiap individu. Ini adalah semangat Renaissance humanisme (kebangkitan manusia) dan gerakan Aufklarung (pencerahan). Akhirnya, ilmu menjadi tersekulerisasi dan dibebaskan dari nilai-nilai.

Dalam paradigma ini, ilmu pengetahuan modern dibangun, termasuk ilmu ekonomi konvesional. Paradigma ini sebenarnya sudah dikritik oleh banyak ilmuwan, seperti Sismondi (1773-1842 M), Carlyle (1795-1881 M), Ruskin (1819-1900 M), Tawney (1880-1962 M), Frinjof Capra, J. K Galbraith dan ekonomekonom lainnya. 

Mereka di atas, menyarankan juga ada pendekatan holistik, selain pendekatan interdisipliner dalam mempelajari fenomena manusiawi. Pendekatan ini mengintegrasikan baik kebutuhan material maupun spiritual manusia, interaksi antar manusia, serta interaksi manusia dengan alam semesta. 

Wajar apabila Mantan Kanselir Republik Federasi Jerman, Helmut Schmidt sekitar 1 abad yang lalu, bahwa “Ekonomi dunia tengah memasuki suatu fase yang sangat tidak stabil dan masa mendatang sama sekali tidak menentu”. Setelah mengalami masa sulit karena tingginya tingkat inflasi, ekonomi dunia kembali mengalami masa resesi yang mendalam, tingkat pengangguran yang tak terkirakan, ditambah dengan tingginya tingkat suku bunga riil serta fluktuasi nilai tukar yang tidak sehat. Umer Chapra mengomentari kejadian ini dengan sikap kritis, “Tidak satu pun di antara teori ekonomi sebelum ini yang tampak mampu menjelaskan krisis ekonomi dunia tersebut”. 

Karakteristik Ekonomi Islam
Berbagai definisi yang telah diberikan mengenai Ekonomi Islam yang satu dan yang lainnya pada prinsipnya tidak berbeda. Salah satu diantaranya yang dikemukakan oleh Dr. Muhammad Abdullah al-Araby, yaitu : “Ekonomi Islam merupakan sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang kita simpulkan dari al Qur’an dan As Sunah, dan merupakan bangunan perekonomian yang kita dirikan di atas landasan dasar-dasar tersebut sesuai dengan tiap lingkungan dan masa” 

Dari definisi tersebut terlihat bahwa Ekonomi Islam terdiri dari dua bagian :
a. Pertama adalah yang diistilahkan dengan sekumpulan dasar-dasar yang disimpulkan dari al Qur’an dan As Sunah yang ada hubungannya dengan urusan-urusan ekonomi. Dasar-dasar umum ekonomi tersebut antara lain tercermin dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Bahwa segala cara usaha, pokok asalnya adalah boleh (mubah).
2) Bahwa hasil pekerjaan kembali kepda yang mengerjakannya tidak ada perbedaan dalam hal ini (ekonomi) antara laki-laki dan wanita.
3) Bahwa pemimpin harus dapat mengembalikan distribusi kekayaan dalam masyarakat manakala tidak ada keseimbangan di antara mereka yang dipimpinnya.
4) Bahwa yang haram menganiaya dengan menerjang hak atas orang Islam lainnya. 
5) Prinsip-prinsip lainnya dalam al Qur’an dan hadis-hadis yang bersifat membatasi motif-motif ekonomi pelaku ekonomi seperti Larangan menghasilkan harta dengan jalan yang batil, larangan menimbun harta tanpa ada manfaat bagi manusia, dan larangan melampaui batas

b. Kedua yaitu yang diistilahkan dengan “Bangunan perekonomian yang didirikan di atas landasan dasar-dasar tersebut sesuai dengan tiap lingkungan dan masa”. Maksud dari istilah tersebut adalah cara-cara penyesuaian atau pemecahan masalah ekonomi yang dapat dicapai oleh para ahli dalam negara Islam, sebagai pelaksanaan dari prinsip al Qur’an dan Sunah.

Pentingnya Ekonomi Islam 
Baru sedikit yang dilakukan untuk menampilkan sejarah pemikiran ekonomi Islam. Hal ini tidak menguntungkan karena sepanjang sejarah Islam para pemikir dan pemimpin politik muslim sudah mengembangkan gagasan-gagasan ekonomik mereka sedemikian rupa sehingga mengharuskan kita untuk menganggap mereka sebagai para pencetus ekonomi Islam yang sebenarnya. Pemikiran ekonomi dari para pemikir besar Islam seperti Abu Yusuf (W. th. 182 H), Yahya bin Adam (W. th. 303 H), al-Ghazali (W. tahun 505 H), Ibnu Rusyd (W. th. 595 H), al-'Izz bin 'Abd al-Salam (W. th. 660 H), al-Farabi (W. th. 339 H), Ibnu Taimiyyah (W. th. 728 H), al-Maqrizi (W. th. 845 H), Ibnu Khaldun (W. th. 808 H), dan banyak lainnya lagi. Telah mengkaji metodolodi ilmu ekonomi Islam, malah muqaddimah-nya Ibnu Khaldun menjadi referensi bagi penulis barat. Para pemikir ekonomi Islam tersebut tidak mendunia, karena Islam sebagai sebuah agama ardhi, tidak melakukan kolonialisasi dan imperialisasi terhadap daerah yang dikuasai. 

Perkembangan Islam di bidang ekonomi akan diwarnai oleh tiga faktor yaitu pertama, perkembangan kajian teologi dan diskursus pembaharuan yang memperkenalkan nilai-nilai Islam yang bisa menjadi dasar etos kerja dan etos kewiraswastaan Islam. Kedua, keberhasilan usaha kecil, usaha rumah tangga dan sektor informal yang merupakan basis perekonomian kaum muslim. Sementara di lain pihak berkembangnya usaha kaum muslim di sektor modern berskala besar. 

Ketiga, berkembangnya dan keberhasilan eksprimen sistem ekonomi Islam, terutama bidang keuangan. Seperti tumbuh suburnya sistem perbankan syari’ah di Indonesia, Malaysia, Sudan, Inggris, Mesir, Turki serta yang lain sebagainya. Legimitasi pada sistem ekonomi Islam tidak hanya tergantung pada keberhasilan melandasi sistem tersebut dengan ajaran Islam, melainkan juga pada keberhasilan sistem itu sendiri dalam mengembangkan ekonomi khususnya kekuatan ekonomi Islam. 

Ekonomi Islam memiliki sifat dasar sebagai ekonomi Rabbani dan Insani. Disebut ekonomi Rabbani karena sarat dengan arahan dan nilai-nilai Ilahiah. Lalu Ekonomi Islam dikatakan memiliki dasar sebagai ekonomi insani karena sistem ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia. Keimanan berpegang penting dalam ekonomi Islam, karena secara langsung akan mempengaruhi cara pandang dalam membentuk kepribadian, perilaku, selera dan preferensi manusia, sikap-sikap terhadap manusia, sumber daya dan lingkungan. 

Nilai-nilai keimanan inilah yang kemudian menjadi aturan yang mengikat. Dengan mengacu kepada aturan Ilahiah, setiap perbuatan manusia mempunyai moral dan ibadah. Setiap tindakan manusia tidak boleh lepas dari nilai, yang secara vertikal merefleksi moral yang baik dan secara horizontal memberi manfaat bagi manusia dan makhluk lain. Berbeda dengan faham naturalis yang menempatkan sumber daya sebagai faktor terpenting atau paham monetaris yang menempatkan modal finansial sebagai yang terpenting. Manusia menjadi pusat sirkulasi manfaat ekonomi dari berbagai sumber daya yang ada. 

M. Dawam Rahardjo mengatakan bahwa ada tiga kemungkinan penafsiran tentang istilah “ekonomi Islam”. Pertama, adalah ilmu ekonomi yaitu yang berdasarkan pada nilai-nilai dan ajaran Islam. Kedua, adalah sistem ekonomi Islam. Sistem yang menyangkut pada pengaturan, yaitu pengaturan kegiatan ekonomi dalam suatu masyarakat atas negara yang berdasarkjan suatu metode atas cara tertentu. Ketiga, adalah perekonomian Islam, pengertian seperti ini berkembang dari sifat yang pragmatis seperti yang berkembang pada Organisasi Islam (OKI). Sambil mengembangkan teori-teori tentang ekonomi Islam, maka OKI memprakarsai untuk memajukan perekonomian masyarakat yang beragama Islam, baik yang bagi masyarakat yang penduduknya mayoritas maupun yang minoritas.

Beberapa Keunggulan Ekonomi Islam 
Kajian tentang keuangan, Ekonomi Islam secara jelas membedakan antara uang (money) dan modal (capital). Dalam konsep Islam, uang adalah flow concept, sedangkan capital adalah stock concept. Maka, dalam perekonomian, semakin cepat uang berputar akan semakin baik tingkat ekonominya. Dalam kerangka pikir inilah, Islam menganjurkan qard dan sedekah yang secara makro akan mempercepat perputaran uang dalam perekonomian. 

Dalam konsep Islam, uang adalah barang publik, sedangkan capital adalah barang pribadi. Money adalah milik masyarakat. Karenanya penimbunan uang (dibiarkan tidak produktif) berarti mengurangi jumlah uang yang beredar. Bila diibaratkan darah, perekonomian akan kekurangan darah alias kelesuan ekonomi alias stagnasi. Itu pula hikmah dilarangnya menimbun uang.

Capital adalah milik pribadi. Karenanya, modal adalah objek zakat. Logikanya capital harus diproduktifkan. Bagi yang tidak dapat memproduktifkan capitalnya, Islam menganjurkan untuk melakukan musyarakah atau mudharabah, yaitu bisnis bagi hasil. 

Syafi’i Antonio mengatakan keunggulan ekonomi Islam terdapat dalam beberapa hal, yaitu ;
1. Perekonomian masyarakat luas, bukan hanya masyarakat muslim, akan menjadi bila menggunakan kerangka kerja atau acuan norma-norma Islami. Islam juga mendorong penganutnya berjuang untuk mendapatkan materi/harta dengan berbagai cara, asalkan mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan.

2. Keadilan dan persaudaraan menyeluruh; Islam bertujuan untuk membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid. Dalam tatanan ini, setiap individu diikat oleh persaudaraan dan kasih sayang bagai satu keluarga. Sebuah persaudaraan dan kasih sayang dan tak diikat batas geografis. 

Keadilan dalam Islam memiliki implikasi sebagai berikut :
a. Keadilan sosial. Islam menganggap umat manusia sebagai suatu derajat. Maka, semua anggota keluarga ini mempunyai derajat yang sama di hadapan Allah. 
b. Keadilan ekonomi. Konsep persaudaraan dan perlakuan yang sama bagi setiap individu dalam masyarakat dan di hadapan hukum yang harus diimbangi dengan keadilan ekonomi. Tanpa pengimbangan tersebut, keadilan sosial kehilangan makna.
3. Keadilan Distribusi Pendapatan; Kesenjangan pendapatan dan kekayaan alam yang dalam masyarakat berlawanan dengan semangat serta komitmen Islam terhadap persaudaraan dan keadilan sosial-ekonomi. Kesenjangan harus di atasi dengan menggunakan cara yang ditekankan Islam. Di antaranya adalah dengan : 

Menghapuskan monopoli, kecuali oleh pemerintah untuk bidang-bidang tertentu; menjamin hak dan kesempatan semua pihak untuk aktif dalam proses ekonomi, baik produksi, distribusi, sirkulasi maupun konsumsi; menjamin basic needs fulfillment (pemenuhan kebutuhan dasar hidup) setiap anggota masyarakat; melaksanakan amanah At takaaful al Ijtimai atau social economic security insurance di mana yang mampu menanggung dan membantu yang tidak mampu.

4. Kebebasan Individu dalam Konteks Kesejahteraan Sosial; Pilar terpenting dalam keyakinan seorang muslim adalah kepercayaan bahwa manusia diciptakan Allah. Konsep Islam amat jelas, manusia dilahirkan merdeka. Maka, tidak ada seorang pun-bahkan negara manapun-yang berhak mencabut kemerdekaan tersebut dan membuat hidup manusia menjadi terikat.