Baca Juga

Sebuah kisah nyata...

Baru saja jam dinding kuno di ruang tamu berdentang dua belas kali. Mengingatkan kalau gue sudah lebih dua jam melototin layar komputer. Terlena menggarap cerpen bertema horror dari mulai jam sembilnan tadi.

Gak nyangka, ternyata selain ganteng gue juga rajin bekerja, buktinya sampai tengah malam begini gue masih terus berkarya. Bukan apa-apa, kalau kelewat giat pake lembur segala gini, gue kuatir nggak lama lagi gue bakal sukses dan kaya raya kayak J.K Rowling.

Ups! Gue baru ingat ini bertepatan dengan malam jumat. Malam yang kata beberapa orang sebagai malam yang dinanti pocong, kuntil anak, sundel bolong, gendruwo, drakula beserta kroni-kroninya selama seminggu, saatnya mereka beredar bahkan nyeleneh menampakan diri di depan manusia. Kata orang sih, bener enggaknya emang gue pikirin.

Makanya nggak heran kalau malam ini jam segini jadwalnya acara Misteri Malam Jumat di Radio Hotz Fm. Segera gue hidupin radio. Pas banget, sang penyiar sedang opening.

"Hotz Fm emang Hotz bangets! Kembali malam ini Misteri Malam Jumat hadir menemani Hotzers Mania. Sebuah acara olah raga jantung, tentang pengalaman-pengalaman anda di dunia supranatural. Bersama saya Jacob selama dua kali enampuluh menit ke depan anda boleh join di sini, ceritain kejadian-kejadian gaib yang pernah anda alami lewat SMS atau boleh langsung via telepon.

Seperti biasa, sebelum lebih jauh mengikuti acara ini, bagi anda yang kurang berani dengan setan, pocong, kuburan, kuntilanak dan semacamnya, silahkan matikan radio anda, atau ajak seseorang untuk menemani anda. Karena terbukti acara ini bikin merinding dan insomnia mendadak. Nggak percaya? Ikuti saja dan….. Waspadalah! Waspadalah! Waspadalah!!"

Berikutnya stasiun radio memutar rekaman-rekaman suara kuntilanak ngikik, tangisan sundel bolong, dedemit ketawa, pocong mendehem, suster ngesot cekikikan, lolongan serigala, hembusan angin. Pokoknya kreatif banget mempengaruhi emosi pendengar. Mungkin kalau bukan cowok seberani gue sudah dimatiin itu radio. Buat gue sih gak berdampak apa-apa. Biasa aja.

Sumpah! Gue mengikuti acara ini bukan karena ngefans, tapi demi mendapat inspirasi-inspirasi sebagai bahan tulisan gue. Siapa tahu ada kisah menarik yang bisa gue contek dan dijadiin cerpen.

"Okay… Langsung saja saya bacakan sms perdana yang di kirim Ando di Sukajadi. Begini katanya:

Dulu, saat masih kuliah, di kosan saya suatu malam yang bertepatan malam itu malam jum'at kliwon, saya tengah sendirian dan tak bisa tidur teringat hal yang tidak-tidak. Padahal malam sudah berada pada angka 01. 46 pagi. Saya gelisah, berguling-guling dan mata tak juga mau terpejam.

Tiba-tiba saja mulut saya ingin menjerit sekuatnya, tapi tak mampu, mulut ini seperti dilem. Di sudut kamar, sosok wanita berdaster putih menyeringai kepada saya. Seringai yang mengerikan dan cukup membuat saya pingsan saat itu juga. Sampai sekarang saya tidak bisa melupakan kejadian itu. Nggak lagi-lagi deh!

Yups…! Itu tadi kisah yang dialami Ando. Thanks. Buat anda yang punya koleksi cerita serem seperti Ando tadi buruan kirim kemari. Berbagi pengalaman dengan pendengar lain."

Gue geli sendiri mendengar kisah Ando tadi. Lebay dan gue nggak yakin kebenarannya. Gue bisa aja kok ngarang cerita begituan, bahkan mungkin yang lebih dramatis. Tapi untungnya apa coba? Paling-paling cuma nama aja disebut di corong radio. Nggak dapat honor. Bagusan gue tulis sebagus mungkin dan dikirim ke majalah.

Karena gue paling nggak percaya sama hal-hal konyol macam begitu. Menurut gue, kuntilanak, sundel bolong, drakula, vampire dan entah apalagi, itu cuma mahluk-mahluk imajinasi para kreator film. Buktinya semua itu cuma ada dalam film saja kan? Malam Jumat Kliwon, Jaelangkung, Tali Pocong Perawan, Suster Ngesot, Si Manis Jembatan Ancol dan banyak lagi yang males aja gue sebutin semua.

Belum pernah gue temui bukti kuat tentang adanya mahluk-mahluk halus itu. Paling banter kesaksian-kesaksian penampakan seperti cerita Ando tadi. Sedang di zaman edan sekarang ini berjibun-jibun kesaksian palsu para manusia.

Apalagi tentang adanya pocong atau mayat yang hidup kembali. Gue sangat tidak percaya sepucuk kukupun. Melanggar peraturan alam. Sekali mati dikubur ya tetap mati abadi selamanya. Seluruh tubuh membusuk dan bersatu padu bersama tanah. Kalau bisa bangkit dan copy darat dengan manusia itu jelas pengibulan besar-besaran.

Sebagai penulis amatir yang kerap dilanda kemarau ide-ide tulisan, gue sering malam-malam buta ke luar kontrakan. Berjalan tanpa tujuan, melihat langit dan rembulan, nonton bintang-bintang berkelipan, atau sekedar menghirup angin malam sekalian memainkan imajinasi, dengan begitu biasanya gue menemukan ilham-ilham yang cemerlang.

Sering banget. Tapi nggak pernah tuh bersua bayangan putih melayang-layang atau jasad terbungkus kain kafan meloncat-loncat. Nggak pernah! Padahal kalau boleh sekali-kali gue pengen ketemu salah satu dari mereka, minta ide canggih buat fiksi-fiksi gue, hehe...

Padahal menurut gosip yang beredar, rumah yang gue tempati ini ada hantunya. Jadi ceritanya entah benar entah tidak, beberapa tahun lalu rumah ini dikontrak oleh sekelompok mahasiswi KKN. Di antara mahasiswi itu ternyata ada yang hamil di luar nikah. Dan diam-diam ketika rumah sedang kosong, ia berusaha menggugurkan kandungannya di kamar mandi. Tapi usaha itu malah menyebabkannya mati kehabisan darah. Sejak saat itulah, banyak yang bilang arwah mahasiswi itu sering menampakkan diri di rumah ini.

Tapi mana? Sudah empat purnama gue tinggal di rumah ini, nggak pernah sekalipun hantu mahasiswi itu menampakkan diri kepada gue.

Gue juga paling demen mengkhayal sendirian malam-malam di bawah pohon mahoni di halaman rumah. Di dalam kegelapan, memang sengaja lampu teras gue matiin, tujuan gue biar lamunan makin afdol. Sering. Tapi aman-aman aja kok. Nggak pernah ada cewek bernomor punggung nol alias sudel bolong menyapa gue. Begitupun kuntilanak yang konon kabarnya hobi keluyuran malam dan nangkring di pepohonan itu gak pernah ke gap sama gue.

Selain itu, masa-masa subur kreatifitas gue berada pada saat setelah jam sepuluh malam. Di jam sepuluh ke atas itu mood menulis sering berpihak pada gue. Ide-ide sering lancar aja mengalir dan bermunculan. Gue bisa lupa mengantuk kalau sudah bermain dengan imajinasi dan membelai-belai keyboard komputer. Bisa menulis sepanjang malam. Terkadang sampai subuh menjelang. Sering begitu.

Tapi sekali lagi gue tegaskan, nggak pernah gue diganggu mahkluk-mahkluk konyol dari dunia lain bagaimanapun bentuknya. Jangankan suara-suara tangisan atau cekikikan hantu-hantu iseng, suara kentut hantupun nggak pernah gue dengar! Hantu! Muke lo jauuuuuuu....

*****

"Anda, yang di malam buta dan sunyi begini menyimak acara ini sendirian, jangan terlalu percaya diri dulu. Apakah anda yakin tidak ada mahluk lain di sekitar anda? Apakah anda tidak merasa ada yang mengawasi dari sudut-sudut gelap kamar anda? Apakah anda tidak mendengar suara ganjil di sekeliling anda? Mungkin dia sedang menggoda anda? Anda perlu curiga, mahluk-mahluk gaib ada di mana saja dia suka. Coba lihat samping kiri anda? Whaaa....! Hemm... Tidak ada ya? Coba menoleh ke belakang... Atau jangan-jangan justru sedang berada di kolong meja anda. Waspdalah! Waspadalah! Waspadalah...."

Kurang ajar! Nggak tahu kenapa kali ini gue sedikit terpengaruh propaganda si penyiar, suara dan gaya siarannya benar-benar bernada horror. Gue menoleh ke belakang, kanan, kiri dan semua sudut kamar ini. Alhamdulillah aman. Kolong meja juga nggak luput gue periksa. Ufff... Untung nggak ada mahluk-mahluk angker yang kadang gue lihat di layar bioskop.

Gue bangkit dari tempat duduk menuju dapur. Dua jam lebih mengencani komputer kerongkongan rasanya kering. Lagian gue emang udah capek dan mengantuk. Gue perlu minum segelas air putih sebelum bobo. Dan gue sangat terperanjat melihat sosok gondrong di ruang tamu yang temaram.

"Sialan lo, Pen! Kirain siapa..." saking terkejutnya spontan gue memaki.

Tapi itu cuma Pendi, teman sekost gue. Kalau gue hobbi menulis maka Pendi punya obsesi bermusik. Sering kali kita berdua begadang bareng untuk berkarya. Gue nulis fiksi Pendi ngarang lagu.

"Udah malem, Pen," tegur gue sambil terus berlalu ke belakang.

"Ehemmmhh……" Cuma sebuah deheman sebagai jawaban teguran gue. Memang kalau lagi semangat bikin lagu, Pendi juga suka lupa waktu dan juga lupa temen.

Setiba di dapur, gue menuang segelas kecil air putih. Saat gue siap meneguk, tiba-tiba tangan gue rasanya langsung gak berotot! Gelas yang hampir sampai ke bibir luruh kembali. Nggak sengaja mata gue melihat ke kamar Pendi yang terbuka, dan di sana ada Pendi tengah tidur pulas bertelanjang dada.

Gue mengucek mata berkali-kali siapa tahu mata gue lagi konslet akibat kelamaan menatap komputer. Tapi nggak salah! Itu bener-bener Pendi. Jadi siapa sosok yang di ruang tamu tadi?!!

Beeh.... Saat itu juga dalam pikiran gue langsung tergambar cerita-cerita seram di radio Hotz Fm tadi. Terngiang kembali suara-suara mengerikan yang menjadi backsound-nya. Gue mulai menggigil diremas-remas cemas.

Ternyata nyali gue telah merosot drastis! Sekujur badan meremang. Bulu tangan, bulu kaki serta bulu ketek gue merinding. Jantung gue juga telah berdegup melampaui batas keajegannya. Gue mendengarnya jadi terkenang suara bedug malam takbiran sebulan kemarin. Dug! Dug! Dug! Dug!

Mendadak gue jadi teringat hal-hal serem. Mayat-mayat hidup yang menggangu manusia. Cerita tempat-tempat mistis di majalah-majalah misteri. Kebayang adegan-adegan menakutkan film-film horror. Huffft!! Gue mencoba mengembalikan keberanian gue. Sekuat tenaga gue kalahkan rasa takut dengan banting stir membayangkan hal-hal lucu. Gue ngebayangin film Warkop DKI, gue ngehayalin Tukul Arwana, Opera Van Java, Srimulat, Bro en Bray, Budi Anduk... Tapi gara-gara membayangkan yang terakhir tadi ingatan gue jadi kembali ke hantu! Aduh!

Dan betapa gue semakin menggigil dalam rasa takut. Karena dari arah ruang tamu terdengar dawai-dawai gitar milik Pendi yang dipetik amat lembut dengan nada-nada tak beraturan. Diiringi suara perempuan melantunkan lagu yang mengiris-ngiris kesepian malam. Lembut. Sangat lembut dan mendayu-dayu. Mengandung unsur-unsur kesedihan. Bagai ratapan penghuni neraka. Bunyi degupan dada gue semakin di atas normal. Otak sudah hampir nggak bisa diajak berfikir waras harus bagaimana.

Lantunan kidung kesedihan itu mendadak berakhir. Tapi tidak lama, sekarang sangat jelas gue dengar perempuan itu menangis tersedu-tersedu, tangisan pilu mengharap pertolongan. Menyerupai ratapan meminta ampunan dari azab kubur yang demikian menindas. Merintih-rintih. Membuat gue juga ingin menangis. Menangis ketakutan.

Tiba-tiba perempuan yang kini gue yakini sebagai hantu itu tertawa ganjil. Cekikikan khas hantu. Gue sangat terkesiap! Hati gue rasanya seperti disiram air es, mendesir luar biasa takut. Berucap pun gue sudah nggak mampu. Cuma hati gue berjuang keras membaca ayat-ayat suci yang nggak begitu gue hapal. Semoga mahluk apapun itu buruan meninggalkan tempat ini. Gue berharap ini cuma mimpi. Cuma mainan tidur saja.

Ihih! Hih! Hih! Hih! Hih... Irama tawa perempuan itu lagi, menyentak gue kalau gue tengah berada di dunia nyata. Gue langkahkan kaki menuju kamar Pendi. Tapi langkah-langkah kaki gue rasanya menyiput banget. Kamar Pendi yang hanya lima meter begitu sulit gue jangkau.

"Pendi..." panggil gue sesampainya di tepi ranjang, tapi Pendi tetap pulas tak bergerak bagai orang mati.

A…..na….na….na… Ihih! hih! hih! Suara-suara ganjil itu semakin menusuk kuping. Berubah- ubah bentuk, dari bernyanyi nestapa, menangis pilu hingga tertawa, tapi bukan tertawa karena hal-hal lucu, melainkan tertawa yang menebar ketakutan.

Beberapa saat kemudian perempuan itu tak mengeluarkan suara apa-apa lagi. Tapi gue tetap gak bisa lega. Malah indra pendengaran gue semakin tajam memperhatikan setiap bunyi sekecil jangkrik sekali pun.

Di luar rumah terdengar suara kucing-kucing kampung bersengketa berbalas eongan tajam entah memperebutkan apa. Berbaur dengan kicuan burung-burung malam, kicauan beraroma mistis yang bahkan tak disukai pecinta fanatik burung sekalipun. Ditambah angin yang berhembus sedang, menimbulkan desis-desis aneh saat menerpa dahan-dahan pohon mahoni di depan rumah. Sementara di kejauhan sayup-sayup terdengar jeritan entah anjing liar entah serigala, melolong-lolong panjang menderak-derak udara malam. Lengkap sudah untuk membuat gue berkali-kali tanpa sadar terkencing di celana. Meski cuma sepercik demi sepercik.

Oh…. Kenapa pagi lama sekali? Sapertinya hantu cewek itu sekarang memasuki kamar gue, karena dari sana terdengar keyboard computer yang ditekan-tekan serampangan. Sekujur tubuh gue yang telah basah keringat dingin ini gemetaran. Entah sudah berapa kecepatan pacu jantung gue. Yang pasti celana gue telah sedikit basah. Dan gue nggak mau lama-lama menanggung sendiri ketakutan ini. Pendi harus ikut!

"Pendi! Pen! Bangun, Pen!" panggil gue lagi lebih keras sambil menggucang-guncang tubuh Pendi.

Kali ini berhasil, gue lihat Pendi menggeliat bangun dan matanya terbuka mengeriyip-riyip.

"Ada apa sih, Bon? Gangguin mimpi gue aja," protes Pendi dengan nada suara masih mengantuk.

"Bangun dong, cemen banget jam segini udah tidur. Kita ngobrol-ngobrol dulu yuk," bujuk gue garing, sebisa mungkin membenamkan perasaan jiper di jiwa gue.

"Haaahh.....!!!" seru Pendi tiba-tiba. Matanya membola menatap gue dan wajahnya spontan pucat pasi!

Kenapa dia? Apa yang salah dengan gue?

"Hei Pendi! Kenapa lo? Ini gue, Jabon Sinatria, best friend forever lo!"

"Di…di... be... belakang lo…." bisik Pendi terputus-putus.

Gue menoleh. Dan…..
Kuntilanak Malam Jum'at

Sesosok wanita bergaun putih, beraroma kembang melati, berambut panjang awut-awutan, bermuka sepucat mayat, dingin tanpa rona dengan sorot mata kosong tanpa makna terus mengawasi gue dan Pendi.

Hanya itu yang mampu gue deskripsikan. Karena sesudah itu gue nggak tahu apa-apa lagi. Semaput!

*****

Gue baru sadar keadaan saat dunia telah benderang. Bau pesing yang menyengat bersumber dari celana gue cepat mengingatkan gue akan tragedi tadi malam.

Dan mulai pagi itu gue nggak punya nyali lagi menyepelekan soal-soal dunia lain. Mulai pagi itu gue nggak pede lagi sendirian di pertengahan malam. Mulai pagi itu gue dan Pendi pindah kost. Dan pagi itu juga gue menulis kisah nyata gue malam itu, untuk dikirim ke majalah dan radio Hotz Fm dan juga yang sedang kalian baca sekarang ini.

Tamat!

******

Ini kisah nyata someone. Nama sengaja disamarkan.

Cerpen Lainnya: Pangeran Keraton Telaga Warna