Baca Juga

Apa sih Ijtihad itu ?


sumber hukum islam Ijtihad

1. Makna dan Dasar Ijtihad

Ijtihad dari aspek kebahasaanya berarti mengerjakan sesuatu dengan penuh kesungguhan. Dari aspek terminologi, Ijtihad ialah menggunakan seluruh kemampuan untuk menetapkan hukum syari'at dengan berdasarkan Alquran dan hadits. Orang yang melakukan ijtihad disebut Mujtahid.

Dasar hukum ijtihad ini adalah hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Turmuzi dan Abu dawud yang mengungkapkan dialog Nabi dengan Muadz bin Jabal ketika Muadz akan ditugaskan sebagai Gubernur Yaman.

Nasihat Rasulullah SAW :
Nabi : "Wahai Muadz, bagaimana caranya engkau memutuskan suatu masalah yang diajukan kepadamu?"
Muadz : "Saya akan memutuskanya berdasarkan Kitabullah (Alquran)."
Nabi : "(Bagaimana) jika engkau tidak menemukanya dalam Kitabullah?"
Muadz : "Saya akan memutuskanya dengan sunah Nabi (hadits)."
Nabi : "(bagaimana) bila tidak kau temukan dalam sunahku?"
Muadz : "Saya akan berusaha memutuskanya dengan akal fikiran atau pendapatku tanpa keraguan (berijtihad)."
Nabi : "Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasul-Nya atas apa yang diridhai Allah."

Lalu, masalah apa yang dilakukan secara ijtihad? Masalah apapun, selama tidak ada dalilnya secara pasti baik di dalam Alquran atau hadits. Masalah yang sudah jelas hukumnya seperti shalat, zakat, haji, dan puasa, keluarga berencana, salat di kapal laut atau pesawat? Itulah diantaranya yang harus diijtihadkan.

Kemudian, bolehkah kita berijtihad pada zaman sekarang? Tentu saja boleh, bahkan dianjurkan. Nabi Muhammad SAW sendiri pernah berkata :

"Apabila seorang hakim di dalam menghukum berijtihad, lalu ijtihadnya itu benar, maka ia mendapat dua pahala. Apabila salah ijtihadnya, maka ia memperoleh satu pahala." (H.R Bukhari-Muslim)

Jadi, tidak benar kalau pintu ijtihad pada saat ini telah tertutup. Persoalanya, karena berijtihad itu menggali dan menetapkan suatu hukum yang dasarnya tetap Alquran dan hadits, seseorang yang berijtihad harus memenuhi beberapa syarat berikut :

Syarat Orang Berijtihad

sumber hukum islam Ijtihad

  • Mengetahui isi (nas) Alquran dan hadits. Kalau hanya salah satu yang diketahui, tidak sah ijtihadnya. Untuk hadits yang harus diketahui, ada yang mengatakan 3000 buah, ada pula yang mengatakan 12000 buah, termasuk kesahihan hadits (hadits sahih) dan kelemahan hadits (hadits da'if).
  • Mengetahui soal-soal ijma (kebutaan/kesepakatan semua ahli ijtihad pada suatu masa atas suatu hukum syara), sehingga mujtahid tidak memberikan fatwa yang berlainan dengan hasil ijma terdahulu.
  • Memahami bahasa arab dengan baik.
  • Memahami ilmu Usul Fiqih (cara mengambil hukum syariat yang bertolak dari Alquran dan hadits) dengan baik.
  • Memahami nasikh dan mansukh sehingga seorang mujtahid tidak mengeluarkan hukum berdasarkan dalil yang sudah dimansukh (dibatalkan).

2. Ijtihad pada Masa Rasulullah dan Imam-imam Mujtahid

sumber hukum islam Ijtihad

Para ulama telah sepakat bolehnya berijtihad bagi Nabi Muhammad SAW dalam hal yang berkaitan kepentingan atau urusan duniawi. Namun, tidak demikian dalam hal syari'at. Sebab, permasalahan atau persoalan yang muncul selalu diberikan jawabanya oleh Allah SWT melalui wahyu yang disampaikan melalui malaikat Jibril.

Akan halnya ijtihad ini, para sahabat Nabi belum merasakan perlunya berijtihad. Sebab, setiap permasalahan bisa diajukan kepada Nabi dan beliau pun menjawab atau mencontohkanya. Kecuali kalau mereka berada jauh dari Nabi, seperti halnya Muadz bin Jabal, mereka baru melakukan ijtihad.

Setelah Rasul wafat, keperluan berijtihad ini sangat dirasakan. Termasuk oleh para Khulafaur Rasyidin. Salah satu di antaranya yang mereka lakukan ialah pengangkatan khalifah pertama, Abu Bakar Siddiq ra, pengkondifikasian Al Quran dan sebagainya.

Dalam hal ijtihad, lahirlah para ulama besar ahli fiqih. Namun, 4 orang imam yang sampai saat ini diikuti hasil ijtihadnya oleh sebagian besar umat Islam, lebih beruntung karena buah karyanya merupakan karya pusaka yang tetap terpelihara dengan baik, dan dijadikan pedoman dalam praktek pengamalan ajaran Islam.

Keempat orang imam tersebut adalah : Imam Hanafi yang hasil ijtihadnya dinamai Mazhab Hanafi, Imam Maliki dengan Mazhab Maliki, Imam Syafi'i dengan Mazhab Syafi'i dan Imam Hambali yang hasil ijtihadnya dinamai Mazhab Hambali.

    3. Bentuk-bentuk Ijtihad

    sumber hukum islam Ijtihad

    • Ijma, adalah kebulatan pendapat semua ahli ijtihad pada suatu masa atas suatu masalah yang berkaitan dengan syari'at. Karena sulitnya dilakukan ijma pada masa sesudah para sahabat, Imam Hambali sampai mengatakan, "Siapa yang mengataka adanya Ijma (maksudnya, selain ijma sahabat, pen.), ia berdusta." Ijma terjadi, misalnya, sewaktu pengangkatan khalifah setelah Nabi wafat.
    • Qiyas (Ra'yu), yaitu menetapkan hukum atas suatu perbuatan yang belum ada ketentuanya, berdasarkan sesuatu yang sudah ada ketentuanhukumnya dengan memperhatikan kesamaan antara kedua hal itu. Miasalnya, menetapkan hukum haram atas ganja, heroin, morfin, pil Bk, dan sebagainya, yang secara eksplisit tidak ada ketentuanya dalam Al Quran dan hadits, dengan menganalogikan pada haramnya Khamar. Karena keduanya memiliki sifat yang serupa yakni 'Muskir' atau memabukan.
    • Istishab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan yang telah ditetapkan karena adanya suatu dalil, sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Misalnya, apa yang diyakini telah ada tidak akan hilang karena adanya keragu-raguan. Seperti orang yang yakin telah berwudlu, lalu ragu-ragu apakah sudah batal apa belum, maka wudlunya tetap sah. Begitu pula dalam hal hukum pokok (asal) segala sesuatu adalah mubah (boleh) sehingga ada dalil yang mengahruskan meninggalkan hukum tersebut.
    • Maslahah Mursalah, yaitu kemaslahatan atau kebaikan yang tidak disinggung-singgung syara' untuk mengerjakan atau meninggalkanya, sedangkan apabila dilakukan akan membawa kemanfaatan terhindar dari keburukan. Ini terjadi misalnya sewaktu pengumpulan dan kondifikasi Al Quran pada zaman Abu Bakar dan Usman bin Affan. Tidak ada nas yang melarang dan menyuruh melakukanya. Namun mengingat kemaslahatan umt dikemudian hari, para sahabat menyepakatinya. Contoh lain adalah mensyaratkan adanya surat kawin untuk sahnya gugatan dalam soal perkawinan, nafkah, waris, dan lain-lain.
    • "Urf, yaitu kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, baik dalam kata-kata tau perbuatan. Misalnya, kebiasaan jual beli dengan serah terima, tanpa menggunakan ijab kabul.