Baca Juga

Aku tak sempurna, aku tak mampu melihat hidupku, aku hanya bisa  dituntun oleh orang lain, aku tak bisa melakukan sesuatu sendiri.
Aku punya dua mata seperti orang pada umumnya, namun kecelakaan 3 tahun yang lalu mengakibatkan kedua mataku tak berfungsi lagi, dan karena hal itulah aku berbeda dari orang lain. Butuh kekuatan untuk aku berdiri tegak kembali, dan tak mudah untuk melakukan itu. Aku hampir saja membuang hidupku dengan percuma, tak dipungkiri sempat terlintas dipikiranku untuk mengakhiri hidup ini.
Karena tak ada yang bisa kulakukan tanpa kedua mataku ( pikirku dulu ), namun DIA…
Yach dia…
Dia memberikan kekuatan itu padaku, dia membantuku berdiri tegak kembali, meski ia pun sedang mencoba bertahan melawan penyakit kanker yang telah menggerogoti badannya sejak 5 tahun yang lalu. Dia adalah Indra sahabatku.
            Telah lama ku rasakan kegelapan ini, namun karena dia, karena dia aku tetap berdiri dalam kegelapan, dan berharap dia akan membawa cahaya terang untukku. Kadang aku lelah akan ini semua, namun seandainya aku lebih mengerti Indra pasti lebih lelah dariku. Kami adalah pasangan sahabat yang tak sempurna, aku buta dan Iin mempunyai penyakit yang mematikan. Sebelum kebutaan dan penyakit ini, aku dan Indra mempunyai harapan besar pada dunia, aku berimpian menjadi seorang penulis, dan Iin ingin menjadi seorang pilot, karena dia hobi dengan ketinggian. Namun takdir berkata lain, harapan itu pun pupus bersamaan dengan ketidaksempurnaan ini. Apa yan bisa ku tulis dengan keadaanku yang seperti ini, dan begitu juga Iin, penyakit itu membuatnya berhenti berharap akan impiannya. Namun kami tetap saling menyemangati, bahwa dunia tak pernah menutup matanya untuk penghuninya, dan suatu saat dunia akan tersenyum melihat kelebihan kami dibalik kekurangan ini.
            Telah lama ku tak melihat wajah Indra lagi, terakhir aku melihatnya saat kita masih kelas 2 SMP, mungkin sekarang ia telah menjelma menjadi laki-laki yang diidolakan oleh teman-teman cewek di sekolahnya, mungkin dia tinggi, wajah keren dan cakep.
Yach mungkin…!
Aku memang tak bisa melihatnya, namun aku bisa merasakan kehadirannya disetiap hari sepiku.
            Meskipun aku tak melanjutkan study ku, dalam arti aku tak sekolah sama Indra lagi, namun ia tetap meluangkan waktunya untuk bersamaku. Ia selalu buat aku tersenyum, sekalipun ia lagi sedih.
Yang kurasakan hari ini hujan sedang turun, aku hanya mampu memegang jendela kamarku yang dibasahi air hujan. Aku paling senang melakukan hal itu, namun saat aku menikmatinya tiba-tiba terdengar suara Ibu memanggilku.
“ Sya, ada Iin tuch, katanya dia mau ajak kamu ke danau.” ( kata Ibu padaku )
Aku pun langsung tersenyum, karena berada di danau adalah hal kedua yang aku senangi setelah menikmati hujan dari jendela kamarku.
“ Serius bu…? “ ( tanyaku senang )
“ Duarius malah ! “ ( terdengar suara yang kurasakan dari depan pintu kamarku, dan suara itu suara yang sangat ku kenal, itu suara Indra )
“ Iin…??? “ ( Tanyaku )
“ Ya udha tante, Iin sama Tasya pergi dulu. “ ( Pamit Indra pada Ibu )
“ Iya, kamu jaga Tasya ya In ! “ ( pesan Ibu )
“ Ihh, Ibu apaan sih, memangnya Tasya anak kecil apa pakai di jaga-jaga…” ( nyeletuk )
Dan aku pun merasa kekuatan dari tanganku, dia memegangku dan menuntunku berjalan, kadang aku merasa malu padanya, karena aku hanya membuang waktunya untuk mengurus aku yang buta ini.
            Dalam perjalanan ke danau hujan mulai reda. Di danau ada sebuah rumah pohon, rumah pohon itu diberikan Indra untukku saat usiaku menginjak 15 tahun, namun sayangnya aku tak bisa melihat pemberiaan Indra tersebut, tapi Iin dengan sabar memberitahuku dan memceritakan secara detail setiap sudut dari rumah pohon tersebut.
            Dan setibanya di danau, Indra ngajak aku naik perahu. Dia kembali menuntunku.
“ Sya, pelanginya udah muncul lho...” ( kata Indra padaku )
“ Owh... ya... ?
Pasti indah dhe! Seandainya saja aku bisa lihat pelangi itu, pasti lebih indah.“ ( jawabku sambil meneteskan air mata )
“ Kamu bicara apa sih Sya, mata kamu lebih indah dari pelangi itu. “ ( Indra coba memujiku )
“ Indah...? mataku...?
Enggak mungkin mataku indah In, enggak ada mata yang buta itu indah.“ ( merendahkan diri )
“ Tasya, itu hanya pikiran bodoh kamu saja, justru lebih baik buta dari pada enggak buta kalau matanya dipakai buat hal-hal yang enggak baik, kan lebih baik buta aja. “ ( jelas Indra )
Indra meletakkan sesuatu di tanganku, dan yang kurasakan itu... ???
“ Ini apa In... ? “ ( tanyaku )
“ Duch... kasih tau enggak ya...? “
Aku tersenyum dan mencoba menebaknya.
“ Emh... kura-kura ya... ? “
Aku dan Indra telah merawat kura-kura itu sejak mereka masih kecil, dan mungkin sekarang mereka sudah besar.
            Setelah asyik bermain diatas perahu, Indra ngajak aku naik ke rumah pohon. Selangkah demi selangkah pun kakiku menginjaki rumah pohon tersebut, dengan dibantu oleh Iin.
_Sesampainya diatas rumah pohon_
“ Kamu pegang ini dhe Sya... !!! “ ( kata Indra padaku )
“ Apa ini In ? “ ( tanyaku heran )
Ini kesekian kalinya Indra minta aku pegang itu, yang kurasakan itu seperti tulisan di batang pohon, tapi aku enggak tau tulisannya apaan. Aku selalu nanya sama Iin tulisannya apaan, tapi Iin enggak mau jawab, dia selalu yakin bahwa suatu saat aku bakal lihat sendiri tulisan itu, justru keyakinannya dia melebihi keyakinanku.
“ Entar kamu bakal tau kok tulisannya apaan, entar kamu lihat sendiri dhe, aku percaya suatu saat kamu akan tersenyum kalau lihat ini. Senyuman kamu lihat tulisan ini bakal ngalahin senyuman saat kamu nikmatin hujan dari jendela kamar kamu. Percaya dhe Sya! “ ( jelas Indra )
“ Idich yakin amat sih…!!!
Iya, keyakinan kamu itu akan terwujud, kalau aja aku diberi kesempatan buat ngelihat lagi “ ( jawabku )
“ Pasti… !
Kamu pasti bisa lihat ini semua Sya! Dan kamu tersenyum li… lihat tiap su... sudut rumah pohon ini. “ ( dengan suara terbata-bata )
            Aku dan Indra pun menghentikan pembicaraan itu, karena hari juga sudah sore, Indra pun ngajak aku pulang dan keesokan harinya Indra ngajak aku ke danau lagi. Waktuku selalu kuhabiskan bersamanya, entah sampai kapan semuanya akan begini. Ibu dan Ayah tak pernah melarangku untuk bersama Iin, karena bagi mereka hanya Iin yang bisa buat aku kuat seperti sekarang ini.
            Dan hari ini tepat dihari jadiku, Indra ngajak aku ke danau, kami pun naik perahu itu lagi. Dan tiba-tiba aku merasakan Indra menyematkan sesuatu dijari kananku, tepatnya dijari manis. Ini adalah pemberian Indra yang kedua untukku dalam kegelapan yang kurasakan.
“ Ini apa In ? “ ( tanyaku padanya )
“ Ini cincin tanda persahabatan kita Sya. Yach... buat hadiah ultahnya kamu juga sih, maaf ya aku enggak bisa ngasih kamu yang mahal-mahal, abisnya duit aku pas-pasan sih... ( ngelucon ), tapi mudah-mudahan kamu tetap suka ! “
Kamu apaan sih, ngapain nyari yang mahal-mahal, aku suka kok sama semua  pemberiannya kamu, tapppiii... ? “
“ Tapi kenapa Sya... ? “ ( tanyanya heran )
“ Emh…
Tapi sayang yah aku enggak bisa lihat cincinnya, pasti cincin ini bagus dhe. Karena aku tahu semua pilihannya kamu itu pasti bagus dan indah dhe, ya sama halnya seperti pilihannya kamu yang milih aku buat jadi sahabatnya kamu…
He… he… he… ( ngelucon )
Owh… ya In aku sennnennggg bangetz! Tinggal bentar aku bakal bisa lihat kamu, keyakinannya kamu bakal terwujud In. Ya aku bakal lihat wajah kamu yang buat anak-anak cewek itu histeris lho. ( sambil tersenyum ) Karena semalem kata Ayah ada orang baik hati yang pengen donorin matanya buat aku. Aku sennneng banget In, mata ini akan jadi hadiah terindah tahun ini. Dan kamu bener In keyakinan itu bisa ngalahin semuanya. Entar kalau aku bisa ngelihat lagi, aku… aku janji dhe ama ka… kamu aku bakal ra… rawat kamu, ngejagain kamu! ( meneteskan air mata )
In… ? “ ( tanyaku )
            Namun Indra hanya terdiam, dan tiba-tiba aku merasakan ia mencium keningku. ( tanyaku sedih )
Ka… kamu… kamu enggak seneng yah kalau aku bisa ngelihat lagi ? “ ( tanyaku dengan nada suara terbata-bata )
Aku mendengar Indra menarik nafasnya, dan aku pun menghapus air matanya.
“ Hey... aku seneng Sya...
Aku sangattt... sangat bahagia kalau kamu bisa ngelihat lagi. Entar kamu bisa lihat pelangi, dan entar juga kamu bukan hanya bisa nikmatin hujan dari jendela kamar tapi kamu juga bisa melihatnya. Dan kebahagiaan yang sempurna ka... kamu bi... bisa lihat aku, ya kan ? aku seneng kok Sya ! “ ( jelasnya )
“ Tapi kenapa kamu diem, dan nangis ? “
“ Hey, anak manis tapi jahil...
Diem itu bukan berarti enggak seneng, ya kan... ? “
Dan air mata ini air mata bahagia Sya... “ ( mencoba menghibur )
“ Ya dhe...
Dan kamu tahu In, aku enggak bakal ngelupain orang yang udah rela matanya didonorin ke aku. Orang yang bener-bener mulia, aku bakal buat orang itu tersenyum, seperti kamu yang selalu buat aku tersenyum. “ ( jelasku )
Indra hanya terdiam mendengar ucapanku lalu memelukku.
“ Pasti orang yang ngedonorin matanya buat kamu juga seneng, soalnya dia memberikan matanya pada orang yang tepat. “
Yang kurasakan saat itu Indra benar-benar sedih, dan yang kurasakan ia susah mengatur nafasnya, tapi aku tak tahu apa yang terjadi, apa mungkin ia tak senang dengan kesembuhanku ini.
            Dan tak sengaja aku memegang wajahnya, tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang kental keluar dari hidungnya, itu seperti darah. Saat itu aku pun langsung panik, namun Iin meyakinkan ku bahwa keadaannya baik-baik saja. Dan akhirnya aku pun membawa Indra pulang, aku bersama Ayah dan Ibu serta orangtua Iin membawa Indra ke rumah sakit.
Dalam perjalanan ke RS, Ayah memberitahuku bahwa pendonoran mata untukku dimajukan menjadi hari ini, dan pendonoran itu dilakukan di RS yang sama dengan Indra. Entah apa yang harus ku rasakan, disatu sisi aku senang dengan penglihatanku kembali, namun disisi lain ku juga kawatir akan keadaan Indra yang belum kutahu hingga kini. Seandainya saja aku sudah diberi penglihatan saat ini juga, mungkin aku tak kan sepanik ini dan sekawatir ini karena bisa melihat Indra, namun sayangnya penglihatanku masih beberapa waktu lagi.
Dan setibanya di RS aku akan terpisah ruangan dengan Iin, namun aku menghampirinya terlebih dahulu. Aku ingin dapat menguatkannya seperti yang dia lakukan untukku.
“ In kita saling mendo’akan yah.
Aku berharap kamu baik-baik aja, dan tetap bertahan. In kamu ingatkan perjuangan kamu selama 5 tahun ini, aku tahu In itu enggak gampang, tapi aku yakin kamu bisa melewati itu In “ ( harapku )
Aku berbicara di telinganya, dan kami pun saling berpegangan.
“ Dan ha... harapku ka... mu bi… bisa li.. hat air hujan dan pelangi ya Sya. Kamu bisa lihat rumah po... hon, kura-kura dan pa... paha... tan di batang pohon itu. Amin. ( harapnya )
“ Amin, In aku takut... !!! “ ( Dengan suara lirih )
“ Jangan takut Sya…
Jangan pernah kamu takut buat menjemput kebahagiaanmu, Tuhan enggak pernah ninggalin kita Sya, masa’ kamu kalah sama aku, kamu jangan pernah sia-siain kesempatan ini, aku ber… tahan selama i… ini Cuma buat kamu, aku nunggu kamu bisa li… lihat aku la... lagi. Udah awh sedih-sedihnya, keruangan mu gih… ! Entar aku bakal ada disamping kamu. (sambil tersenyum )
“ Tap… tapi... “
Aku hanya bisa meneteskan air mata saat itu, entah apa yang kurasakan ini antara senang dan ketakutan menjadi satu pada jiwa ini. Aku senang dengan penglihatanku yang segera, tapi aku juga takut jikalau esok hari saat aku telah bisa melihat tapi aku tak bisa melihat senyumnya. Tapi aku tetap percaya ia pasti kuat, ya dia pasti kuat. Kuat bertahan sejauh ini keajaiban bagiku, penyakit itu hanya cobaan untuknya.
            Seandainya saja aku bisa menukar penyakitnya dengan kebutaanku ini, biarkan aku yang menderita penyakit yang mematikan itu, dan aku akan mendonorkan mataku untuknya. Ya seandainya...
Namun apapun yang terjadi akau yakin dia pasti kuat, demi impiannya. Dan aku pun saat ini dalam proses operasi. Rasanya... ? Entah ini rasa apa. Dan beberapa  hari kemudian perban dimataku akan siap dibuka.

Tuhan...
Izinkan aku untuk melihat wajahnya pertama kali
Tuhan...
Wajahnya, wajahnya yang ku rindukan
Detak  jantungnya yang ku rasakan
Kehadirannya disetiap hari-hari sepiku
Kumohon Tuhan
Amin...

_Beberapa hari kemudian_
            Perlahan perban itu pun dibuka, Ayah dan Ibu memegang kedua tanganku.
“ Siap Sya ? “ ( tanya dokter padaku )
Namun aku hanya terdiam dan mengangguk menandakan bahwa aku siap menyambut hari baruku.
“ Dalam hitungan ketiga buka matanya ya Sya !” ( kata dokter kembali )
“ satu… dua… dan………..... ti...ga! “ ( hitung dokter )
Aku pun membuka mata perlahan, yang awalnya gelap, kabur, samar-samar, dan  cahaya itu pun datang. Ya terang…

Tuhan…
Indahnya senyuman itu
Inikah anugerah terindah yang Kau berikan selama ini padaku… ?
Dulu aku hanya bisa merasakannya,
Dan sekarang semua sempurna…
Aku bisa melihatnya juga
Terima kasih Tuhan
Wajah itu…
Namun…
Raganya dibantu oleh sebuah kursi roda
Dan mengapa yang ku lihat dan kurasakan
Kosong dimatanya Tuhan…
( hatiku )

“ Ibu… Ayah… Ta… Tasya bisa… bisa ngeliat lagi… ! Terima kasih ya Tuhan. “ ( meneteskan air mata )
Ibu dan Ayah pun dengan segera memelukku. Namun mengapa hati ini rasanya… rasanya aneh, ragu padaku… apakah aku harus senang atau sedih… ?
“ Hey… Sya ! “ ( sapanya padaku )
Dia tersenyum. Tapi, tapi aku takut...
Aku masih heran matanya kosong, tak ada nyawanya terlihat dimatanya. Aku pun memberanikan diri bertanya.
“ I... I... Iin... ? “
“ Ya, ini aku...

“ In... ? “ ( aku menyebut namanya sambil mencoba mengayunkan tanganku di hadapannya, namun tak sama sekali ia refleks, aku Cuma enggak mau mata yang ada padaku ini... ? lebih baik aku tak mampu melihat selamanya, jika kesempurnaannya dia harus... harus...
Ketakutanku semakin mendalam. Air mata ini pun tak kuat ku tahan.
“ Ayah... Ibu... tante dan om apa yang terjadi... ? “ ( tanyaku heran )
Namun mereka hanya terdiam melihatku, tak ada seorang pun dari mereka yang menjawabku.
“ Seharusnya kamu seneng Sya, kamu enggak boleh sedih, kamu akan mulai dari awal lagi. “ ( hanya ia yang berbicara saat itu )
Dan terlihat darah dari hidungnya terus keluar, wajahnya pun semakin pucat, dan... ia pun langsung dibawa ke ruang ICU, dan semua orang berlari meninggalkanku, aku pun meninggalkan kasur dan ikut menuju ruang ICU. Saat itu yang terlihat keadaannya benar-benar kritis, aku hanya menangis, dan menangis, berharap mata baru ini tak membawa kesedihan untukku dan dia, namun...
“ Kamu tahu Sya, hadiah berharga yang diberikan Indra buat kamu diulang tahunnya kamu tahun ini ? “ ( tanya Ayah padaku )
Ketika aku mendengar pertanyaan Ayah itu, tiba-tiba...
“ Dug... dug... dug... “ jantungku berdetak kuat, semakin tak tenang hati ini. Sebelum Ayah melanjutkan ucapannya, tiba-tiba saja dokter memanggilku dan memintaku untuk menemui Indra. Aku melihatnya jelas, sangat jelas. Ini adalah tatapanku padanya setelah sekian lama ku tak pernah menatapnya lagi. Dia memegang tanganku dan mengatakan...
“ Aku senang mengenalmu, sempat melihatmu indah bagiku, berada disisi mu keajaiban untukku, tujuan hidupku membuatmu tersenyum dihari jadimu, meski kita tak sempurna aku ingin menyayangimu dengan cara yang sempurna. Jaga mataku baik-baik ya Sya ! “
Aku pun sudah tak bisa menahan semuanya, aku langsung memeluknya ketika ia mengucapkan kalimat terakhir itu, aku pun mencium keningnya, tak sanggup bagiku melihat ini semua. Yang kurasakan raganya telah tak berdaya, lemas... dan seketika monitor disamping kananku menunjukkan garis lurus, jiwanya pun telah melayang. Dan itu ciuman keningku yang pertama dan terakhir kalinya disaat penglihatanku pulih.
“ Mata itu ? mata itu, hadiah berharga untuk kamu Sya. “ ( Ayah melanjutkan ucapannya yang sempat terpotong tadi )
Aku benar-benar tak percaya, semulia inikah Kau ciptakan sahabat untukku Tuhan ditengah raganya yang sedang mencoba bertahan, ia masih sempat memberikan organnya padaku, penyakit itu tak mudah untuk dilawan, Kau telah memberikan penyakit yang tak biasa untuknya, dan ia harus kehilangan pula matanya, maafkan aku jika menambah penderitaannya. Dia benar-benar telah membuatku tersenyum, namun aku tak bisa melakukan apa-apa untuknya.
            Dan sehari setelah hari jadiku, tepatnya hari ini semua orang berpakaian hitam, dan ia perlahan dimasukkan dalam lubang itu, perlahan juga ia ditutupi oleh tanah, yang tertinggal hanyalah papan yang bertuliskan namanya ditempat peristirahatan terakhirnya yang diberi bunga-bunga yang indah, semua orang menangis, semua orang mendo’akan kepergiaannya, termasuk aku.
            Dan setelah pemakaman usai, aku langsung ke danau melihat kura-kura. Dan perlahan aku naik ke rumah pohon, aku melihat setiap sudut yang pernah ia ceritakan padaku, ternyata disana tersimpan memori indah, setiap ia bersamaku ia mengabadikan itu semua dalam bentuk foto, dan itu semua ia lakukan tanpa ku sadari. Tatapanku pun langsung tertuju pada batang besar dari rumah pohon tersebut, aku memegang batang pohon itu sambil menutup kedua mataku, dan perlahan aku membuka mata dan tersenyum melihat cincin yang ada dijari tanganku sama tulisannya dengan tulisan dibatang pohon itu, yaitu I & T. Hujan pun turun menemaniku di rumah pohon tersebut, indah saat itu aku pun kembali tersenyum lihat ini semua, dan tatapanku tertuju pada meja disudut dekat jendela, aku membuka kotak biru yang ada diatas meja itu, dan ada selembar kertas didalamnya.

WAKTU YANG KUNANTI........
Semula ku fikir kita tak bisa seakrab ini, ternyata kau memberikan warna baru dalam hari hariku, namun aku tak pernah melihat mu tersenyum semenjak kecelakaan itu, aku tahu tak mudah bagi mu bertahan dalam kegelapan, tapi tenang ada aku disini yang menemanimu, aku ingin dapat melihatmu tersenyum kembali. Dan penyakit itu telah lama bersarang dibadanku, karenamulah aku kuat bertahan, aku ingin menemani hari-harimu yang kau bilang sepi, aku ingin merubah kesepian itu, tapi sekuat apa pun ku bertahan tetap saja pada akhirnya aku harus meninggalkan mu, sobat. Mungkin aku bisa memberikan mata ini untuk mu, agar kau tak kesepian, meski aku tak bersama mu lagi, dan agar kau mampu menggapai impian mu menjadi seorang penulis, jika kau sukses nanti tulislah bahwa dunia ini indah karena senyuman, aku menunggu waktu yang tepat untuk ku berikan mata ini padamu, dan mungkin sekarang tepat dihari jadimulah waktu yang ku tunggu-tunggu itu datang, aku senang jika dapat membuatmu tersenyum hari ini. Sya, kamu anugerah terindah yang Tuhan berikan padaku, meski aku tak bisa melihatmu disaat penglihatanmu kembali, tapi aku senang karena aku selalu kamu jaga, melalui mata ini aku pengen tetap barengan ama kamu Tasya. Kumohon kau tersenyum saat membaca surat ini, aku tak ingin ada kesedihan lagi, janji ya Sya kamu enggak bakal nangis lagi. Selam tinggal sobat, aku akan berada di tempat yang seharusnya ku berada. Kaulah obat bagi penyakitku. Terima kasih atas senyumanmu.

                                    Sahabatmu,
                                    Indra

Aku tersenyum membaca surat terakhir dari Iin, aku dengan segera menghapus air mataku, aku tak ingin ia kecewa disana.

Ya Tuhan...
Ia membuatku tersenyum indah disaat hari jadiku
Tak peduli penderitaannya
5 tahun ia bertahan untuk kuat
Tak sebanding denganku yang selalu mengeluh selama 3 tahun ini
Penyakitnya yang mematikan membuat ia memberikan mata ini padaku
Terima kasih Tuhan
Tempatkanlah ia di sisi Mu yang paling indah
Seindah mata ini......

_beberapa bulan kemudian_
           Ayah dan Ibu menawarkan padaku untuk mengikuti ajang mencari bakat dalam bernyanyi dan bermain musik, agar aku tak larut dalam kesedihan, aku pun setuju, dan tepat tanggal 22 November 2011 aku menampilkan kemampuanku. Untuk hari ini aku berpaling dari menulis. Hari ini bertepatan dengan hari jadinya Iin, seandainya ia ada disampingku aku pasti lebih bahagia. Dengan perlahan ku gerakkan jari-jemariku diatas not-not piono itu, dan kumulai bernyanyi.
“ Lagu ini ku persembahkan untuk sahabatku di surga, dan untuk mata terindah yang kau beri. “

“ Datanglah sayang
Dan biarkan ku berbaring
Dipelukanmu walau untuk sekejap

Usaplah dahiku
Dan kan ku katakan semua
Bilaku lelah tetaplah disini
Jangan tinggalkan aku sendiri
Bilaku marah biarkan ku bersandar
Jangan kau coba untuk menghindar

Rasakan resahku
Dan buat aku tersenyum
Dengan canda tawamu
Walau untuk sekejap

Karma hanya engkaulah
Yang mampu redakan aku
Karma hanya dirimulah satu-satunya untukku
Dan pastikan kita slalu bersama
Karma dirimulah yang sanggup mengerti aku
Dalam susah ataupun senang

Dapatkah engkau mempertahankanku
Dan mampukah engkau slalu menjagaku “

Aku pun dengan sekejap meneteskan air mata, tak kuat aku menahan kenyataan ini, aku ingin melanjutkan semua yang pernah tertunda, dan tak ingin membuatnya sedih diatas sana.

Kau telah mengajariku untuk bertahan hidup…
Kau telah mengajariku bagaimana cara bersyukur...
Kau juga yang telah memperlihatkan pelangi yang indah padaku...
Dan kau...
Yang telah buat aku tersenyum…
Namun, takdir berkata lain…
Pengajaranmu kini tinggal kenangan bagiku…
Aku belum sempat membalas pengajaranmu itu
Karena maut telah lebih dahulu memisahkan kita...
Namun, mata ini akan ku jaga untuk mu...
Entah bagaimana aku harus menyikapi kepergian mu
Ditengah hari yang seharusnya sempurna untukku…

Terimakasih Sobat,, sudah berkunjung, jangan lupa di like yah atau tinggalkan pesan anda di kolom facebook paling bawah.