Baca Juga

Pengertian Komitmen Organisasi 
Menurut Mahis dan Jackson (2000) dalam Sopiah (2008 : 155) memberikan definisi, ”Organizational Commitment is the degree to which employees believe in and accept organizational goals and desire to remain with the organization”. (Komitmen organisasional adalah derajat yang mana karyawan percaya dan menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi). 

Menurut Mowday (1982) dalam Sopiah (2008 : 155) Komitmen kerja sebagai istilah lain dari komitmen organisasional. Komitmen organisasional merupakan dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai anggota organisasi. Komitmen organisasional merupakan identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi. Komitmen organisasional adalah keinginan anggota organisasi untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan organisasi. 

Menurut Lincoln (1994) dalam Sopiah, (2008 : 155), komitmen organisasional mencakup kebanggaan anggota, kesetiaananggota, dan kemauan anggota pada organisasi. Sedangkan menurut Blau dan Boal (1995) 

Cut Zurnali dalam bukunya "Learning Organization, Competency, Organizational Commitment, dan Customer Orientation : Knowledge Worker - Kerangka Riset Manajemen Sumberdaya Manusia di Masa Depan " (2010) menyatakan bahwa perhatian umum dan tujuan kunci dari unit organisasi SDM adalah untuk mencari pengukuran yang dapat mengestimasikan secara akurat komitmen para pekerjanya dan mengembangkan program-program dan kegiatan-kegiatan yang meningkatkan komitmen pada organisasi. Lebih lanjut dikemukakan bahwa kajian penelitian yang luas dalam ilmu psikologi dan manajemen adalah tentang konsep dan peranan komitmen organisasional (organizational commitment). Konstruk ini dikaitkan pada pentingnya kinerja yang dihasilkan dan perputarannya (Hom and Griffeth, 1995). Ketika konstruk komitmen organisasional banyak diperhatikan dalam literatur psikologi dan manajemen, maka hal ini juga menjadi penting dalam bidang yang menyangkut teknologi dan pengembangannya, sehingga pihak manajemen di bidang ini mulai memfokuskan perhatiannya pada konstruk komitmen organisasional ini.

Menurut L. Mathis-John H. Jackson, komitmen organisasi adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta berkeinginan untuk tinggal bersama atau meninggalkan perusahaan pada akhirnya tercermin dalam ketidakhadiran dan angka perputaran karyawan.

Menurut Griffin, komitmen organisasi (organisational commitment) adalah sikap yang mencerminkan sejauh mana seseorang individu mengenal dan terikat pada organisasinya. Seseorang individu yang memiliki komitmen tinggi kemungkinan akan melihat dirinya sebagai anggota sejati organisasi.

Menurut Fred Luthan (2005), komitmen organisasi didefinisikan sebagai : 
  • Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu; 
  • Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; dan 
  • Keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan 
Dessler memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan sistem manajemen yang mungkin membantu memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan : 
  • Berkomitmen pada nilai manusia: Membuat aturan tertulis, memperkerjakan menejer yang baik dan tepat, dan mempertahankan komunikasi. 
  • Memperjelas dan mengkomukasikan misi Anda: Memperjelas misi dan ideologi; berkharisma; menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai; menekankan orientasi berdasarkan nilai dan pelatihan; membentujk tradisi, 
  • Menjamin keadilan organisasi: Memiliki prosedur penyampaian keluhan yang koprehensif; menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif, 
  • Menciptakan rasa komunitas: Membangun homogenitas berdasarkan nilai; keadilan; menekankan kerja sama, saling mendukung, dan kerja tim, berkumpul bersama, 
  • Mendukung perkembangan karyawan: Melakukan aktualisasi; memberikan pekerjaan menantang pada tahun pertama; memajukan dan memberdayakan; mempromosikan dari dalam; menyediakan aktivitas perkembangan; menyediakan keamanan kepada karyawan tanpa jaminan. 
Porter (Mowday, dkk, 1982:27) mendefinisikan komitment organisasi adalah sebagai kekuatan yang relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya kedalam bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu : 
  • Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. 
  • Kesiapan dan kesedian untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi. 
  • Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan didalam organisasi (menjadi bagian dari organisasi). 
Richard M. Steers, (1985 : 50) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang karyawan terhadap perusahaannya. 

Berdasarkan definisi ini, dalam komitmen organisasi tercakup unsur loyalitas terhadap perusahaan, keterlibatan dalam pekerjaan, dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan perusahaan. Maka pada intinya beberapa definisi komitmen organisasi dari beberapa ahli diatas mempunyai penekanan yang hampir sama yaitu proses pada individu karyawan dalam mengidentifikasi dirinya dengan nilai-nilai, aturan-aturan, dan tujuan organisasi. 

Disamping itu, komitmen organisasi mengandung pengertian sebagai sesuatu hal yang lebih dari sekedar kesetiaan yang pasif terhadap perusahaan, dengan kata lain komitmen organisasi menyiratkan hubungan karyawan dengan organisasi atau perusahaan secara aktif. Karena karyawan yang menunjukkan komitmen organisasinya, ada keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab untuk menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi atau perusahaan tersebut.

Faktor yang mempengaruhi Komitmen Organisasi 
Januarti, (2006 : 15) mengemukakan komitmen organisasi, terbangun bila tiap individu mengembangkan tiga sikap yang saling berhubungan terhadap organisasi dan atau profesi yaitu :I d en tifica tion yaitu pemahaman atau penghayatan dari tujuan organisasi,In vo lmen t yaitu perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan atau perasaan bahwa pekerjaannya adalah menyenangkan, danLo yali ty yaitu perasaan bahwa organisasi adalah tempat bekerja dan tempat tinggal. 

Menurut David (1997) dalam Sopiah, (2008 : 163) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu: 
  • Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian, dll; 
  • Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan, konflik, peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dll; 
  • Karekteristik struktur, misalnya besar/kecilnya organisasi, bentuk organisasi (sentralisasi/desentralisasi), kehadiran serikat pekerja; 
  • Pengalaman kerja. Pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. 
Komitmen organisasional merupakan suatu bentuk sikap (Luthans, 2002,235). Dan sikap dapat dipecah menjadi 3 komponen dasar : emosional, informasional dan keperilakuan (Luthans, 2002:224). 

Komponen emosional/afeksi melibatkan perasaan orang (positif, netral atau negative) terhadap suatu objek. Komponen informasional/kognisis terdiri dari kenyakinan/iopini dan informasi/pengetahuan yang dimiliki seseorang atas objek. Komponen itensi/keperilakuan meliputi tendesi seseorang untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap suatu objek.

Termologi sikap pada dasarnya merujuk kepada komponen afektif/emosi (Robbins,2001:68). Menurut Luthans (2002:225), dari 3 komponen sikap, hanya komponen itensi/keperilakuan yang dapat diamati langsung. Komponen emosi dan kenyakinan tidak dapat dilihat orang lain ,hanya dapat diduga.

Sikap dalam organisasi dianggap penting karena berpengaruh terhadap perilaku. Dan komitmen organisasional sebagai bagian dari sikap mmepengaruhi berbagai perilaku penting agar organisasi berfungsi efektif. Pentingnya Komitmen pegawai diperkuat dengan serangkaian penelitian yang menunjukan ada hubungan yang kuat antara komitmen organisasional dengan penampilan kerja. (Luthans, 2002:237).

Penelitian Dessler (1999:58) yang menunjukkan bahwa pegawai yang memiliki komitmen tinggi memiliki nilai absensi yang rendah dan memiliki masa bekerja yang lebih lama dan cenderung untuk bekerja lebih keras serta menunjukan prestasi yang lebih baik. 

Dimensi Komitmen Organisasional
Dimensionalitas konsep komitmen organisasional, yang dirumuskan oleh Porter, Steers, Modway dan and Boulian di 1974 dan kemudian oleh Cook dan Wall di 1980, adalah digunakan untuk menjelajahi seputar pekerja-pekerja industri di Israel dengan menggunakan skala-metrik dan non metrik. Konsep komitmen organisasional , seperti yang diukur oleh Organizational Commitment Questionnaire yang terkenal (OCQ) dari Porter dan kawan-kawan (1974) dan oleh suatu versi yang lebih pendek oleh Cook dan Wall (1980) ditandai oleh tiga dimensi yang saling berhubungan yaitu ; penerimaan dari nilai-nilai organisasi itu, kesediaan untuk menggunakan usaha atas nama organisasi, dan keinginan untuk tinggal bersama karyawan dalam satu organisasi.

Faktor-faktor ini dikenal sebagai identifikacation (I), involvement (keterlibatan) (V), dan dengan loyalitas. (L). (Aviad dan Berman:1992).

Selanjutnya Meyer dan Allen disebut sebagai pemimpin penelitian di bidang komitmen organisaional dimana mereka menyajikan pandangan multidimensional komitmen organisasional. Mereka mengusulkan bahwa komitmen terdiri dari tiga komponen; komitmen afektif , komitmen berkelanjutan, dan komitmen normative.(Chait:1998). 

Komitmen organisasional telah menjadi topik yang populer di antara peneliti organisasi dan perilaku, seperti yang dikemukaan oleh Liou dan Nyhan (1994) :

Organizational commitment has been a popular research topic among organizational and behavioral researchers for decades. This interest is due, in part, to the fact that employee commitment is generally recognized as one of the major determinants of organiza¬tional effectiveness, Higher levels of organizational commitment, for example, are linked to higher levels of job performance , lower absentee¬ism , and lower turnover.

Dimana inti perhatian kepada fakta bahwa komitmen pegawai adalah secara umum dikenal sebagai salah satu faktor penentu yang utama dari efektivitas organisasi. Tingginya tingkat komitmen organisasi, berhubungan dengan tingginya tingkat kinerja ,absen lebih rendah ,dan menurunkan turnover pegawai. Selanjutnya Liou dan Nyhan menyatakan :

The interest in organizational commitment research is further emphasized in many recent studies of the various conceptualization issues of commitment (e.g., Mowday et al., 1982; Morrow, 1983; Reichers, 1985). These studies examine not only the methods issue of commitment measurement (Alien and Meyer, 1990; McGee and Ford, 1987; Meyer and Alien, 1984) but also the behavior conse¬quences of multidimensional commitment (Oliver, 1990; Meyer et al., 1989; Randall eta/., 1990).

Bahwa minat akan riset komitmen organisasi lebih lanjut ditekankan dalam banyak studi yang terbaru dari berbagai isu-isu konseptual dari komitmen .Studi-studi ini menguji tidak hanya isu metoda-metoda dari pengukuran komitmen tetapi juga konsekuensi-konsekuensi perilaku multidimensional komitmen. Pada tabel berikut ini digambarkan skala pengukuran umum yang digunakan dalam mengevaluasi dimensi komitmen organisasional.

Allen dan Meyer (1990) menambahkan komitmen normative pada skala komitmen berkelanjutan dan affektif kombinasi mereka. Bagaimanapun, komitmen normative ditemukan sangat dihubungkan dengan komitmen yang afektif. O'Reilley dan Chatman (19860 juga mengembangkan suatu skala untuk mengukur tiga definisi komitmen, termasuk: pemenuhan, identifikasi, dan komitmen internalisasi. Tiga dimensi komitmen ini, bagaimanapun telah ditanyakan oleh peneliti studi yang terakhir (eg., Balfour dan Wechsler, 1990:32) mempertunjukkan suatu korelasi yang tinggi antara komitmen identifikasi dan internalisasi. (Liou dan Nyhan.1994).

Selanjutnya Liou dan Nyhan menyorot masalah Komitmen pegawai pemerintah, sebagai berikut ;

Previous research on public employee organizational commit¬ment has tended to compare commitment between public and pri¬vate employees. Buchanan (1974a, 1974b), for example, found that government managers expressed lower organizational commitment than executives from private firms. Specifically, government manag¬ers are generally less involved, less loyal, and display weaker identifi¬cation with the aims of their agencies than business executives (Buchanan, 1974a:345). Other studies (Boyatzis, 1982; Perry and Rainey, 1988; Rainey, 1979, 1989; Chubb and Moe, 1990) draw similar conclusions about the comparison of employee commitment between public and private organizations.

Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa pada penelitian terdahulu sudah cenderung untuk membandingkan komitmen antara pegawai pemerintah dengan karyawan swasta. Ditemukan bahwa para manajer pemerintah komitmen organisasionalnya lebih rendah dibanding para eksekutip dari perusahaan swasta. Secara rinci, para manajer pemerintah secara umum lebih sedikit dilibatkan, lebih sedikit setia, dan tampilkan identifikasi lebih lemah dibanding para eksekutip bisnis. Studi lain menggambar/menarik kesimpulan-kesimpulan yang serupa sekitar perbandingan dari komitmen pegawai antara organisasi-organisasi publik dan swasta. 

Jenis Komitmen
Jenis-jenis komitmen organisasi:

1. Jenis komitmen organisasi dari Allen dan Meyer (1994)
  • Allen dan Meyer (dalam Dunham, dkk 1994: 370 ) membedakan komitmen organisasi atas tiga komponen, yaitu : komponen efektif, normatif dan continuance. 
  • Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi dan keterlibatan karyawan didalam suatu organisasi. 
  • Komponen normatif merupakan perasaan-perasaan tentang kewajiban pekerjaan yang harus ia berikan kepada organisasi. 
  • Komponen continuance berarti komponen berdasarkan persepsi karyawan tentang kerugian akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi. 
Meyer dan Allen berpendapat bahwa setiap komponen memiliki dasar yang berbeda. Karyawan dengan komponen afektif tinggi, masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu karyawan dengan komponen continuance tinggi, tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Karyawan yang memiliki komponen normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya.

Setiap karyawan memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan komitmen organisasi yang dimilikinya. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan karyawan yang berdasarkan continuance. Karyawan yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya, mereka yang terpaksa sebagai anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Sementara itu, komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki karyawan. Komponen normatif yang menimbulkan perasaan kewajiban pada pegawai untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi.

Sedangkan yang termasuk kehendak untuk bertingkah laku adalah: 
  • Kesediaan untuk menampilkan usaha. Hal ini tampil melalui kesediaan bekerja melebihi apa yang diharapkan agar perusahaan dapat maju. Karyawan dengan komitmen tinggi, ikut memperhatikan nasib perusahaan. 
  • Keinginan tetap berada dalam organisasi. Pada karyawan yang memiliki komitmen tinggi, hanya sedikit alasan untuk keluar dari perusahaan dan ada keinginan untuk bergabung dengan perusahaan dalam waktu lama. 
  • Jadi seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap perusahaan, terlibat sungguh-sungguh dalam pekerjaan dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap perusahaan. Selain itu tampil tingkah laku berusaha kearah tujuan perusahaan dan keinginan untuk tetap bergabung dengan perusahaan dalam jangka waktu lama. 
Aspek-aspek Komitmen Organisasi
Aspek-aspek komitmen organisasi kerja
Menurut Steers (1985 : 53) komitmen organisasi memiliki tiga aspek utama, yaitu : identifikasi, keterlibatan dan loyalitas karyawan terhadap organisasi atau perusahaannya. 

Aspek Pertama 
Yaitu rasa identifikasi, yang mewujud dalam bentuk kepercayaan karyawan terhadap organisasi, dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi, sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para karyawan ataupun dengan kata lain perusahaan memasukkan pula kebutuhan dan keinginan karyawan dalam tujuan organisasinya. Sehingga akan membuahkan suasana saling mendukung diantara para karyawan dengan organisasi. Lebih lanjut, suasana tersebut akan membawa karyawan dengan rela menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi, karena karyawan menerima tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan pribadi mereka pula (Pareek, 1994 : 113). 

Aspek Kedua 
Yaitu keterlibatan atau partisipasi karyawan dalam aktivitas-aktivitas keorganisasian juga penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan karyawan menyebabkan mereka akan mau dan senang bekerja sama baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan karyawan adalah dengan memancing partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan, yang dapat menumbuhkan keyakinan pada karyawan bahwa apa yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan bersama. Disamping itu, karyawan merasakan diterima sebagai bagian utuh dari organisasi, dan konsekuensi lebih lanjut, mereka merasa wajib untuk melaksanakan bersama karena adanya rasa terikat dengan yang mereka ciptakan (Sutarto, 1989 :79). 

Oleh Steers (1985 : 53) dikatakan bahwa tingkat kehadiran mereka yang memiliki rasa keterlibatan tinggi umumnya tinggi pula. Mereka hanya absen jika mereka sakit hingga benar-benar tidak dapat masuk kerja. Jadi, tingkat kemangkiran yang disengaja pada individu tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pekerja yang keterlibatannya lebih rendah. 

Aspek ketiga 
Yaitu loyalitas karyawan terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun (Wignyo-soebroto, 1987). Kesediaan karyawan untuk mempertahankan diri bekerja dalam perusahaan adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen karyawan terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Hal ini dapat diupayakan bila karyawan merasakan adanya keamanan dan kepuasan di dalam organisasi tempat ia bergabung untuk bekerja.