Baca Juga
Dalam rangka mencari jodoh, skenario gombal keren yang gue sudah susun berhari-hari sedemikian rapi adalah seperti ini:
Gue: "Handphonenya bagus, Mbak..."
Mbak: "Ehehe iya. Harganya mahal lho ini."
Gue: "Buat saya saja ya, Mbak, handphonenya?"
Mbak: "Dih! Jangan dong."
Gue: "Umm... Kalau handphonenya nggak boleh, nomornya saja boleh kan, Mbak?" *sambil menebar senyuman tampan*
Mbak: "Aduh Mas.." *tersipu* *gigit-gigit kancing*
Kemudian dengan manisnya si Mbak ngasih nomer handphone ke gue. Setelah itu kita sering sms-an, teleponan, pacaran, menikah, malam pertama, keperjakaan gue ilang dan gue sama si Mbak hidup bahagia selama-lamanya. Gitu sih...
Tapi kenyataan di lapangan sering melenceng sangat jauh dari angan-angan!
Gue: "Handphonenya bagus, Mbak."
Mbak: "Iya dong. Ada senternya loh.."
Gue: "Buat saya saja handphonenya?"
Mbak: "Jangan dong, Mas. Rumah saya sering mati lampu soalnya.."
Gue: "Umm.. Kalo handphonenya nggak boleh, nomornya saja boleh to?" *ngedip ganteng*
Mbak: "Oh kalau cuma nomornya saja boleh-boleh aja sih, Mas. Nih..." *bongkar hape* *ngasih SIM Card*
Bunuh saya sekalian Mbak! Dasar si Mbaknya tulalit, sama kayak handphonenya! Kartu SIM buat apa?! Di rumah sudah ada setoples, Mbak! Errr... *nendang tiang listrik*
*******
Di hari yang lain dan di tempat yang berbeda, dengan modal percaya diri penuh nyaris tumpah, gue deketin seorang Mbak-mbak tak berdosa yang lagi santai nyender di tiang halte:
Gue: "Handphonenya bagus, Mbak?"
Mbak: "Handphone?!!!!"
Gue: "Iya. Handphonenya mbak bagus. Buat saya saja boleh?"
Mbak: "Ini bukan handphone, Mas. Ini kan kalkulator?"
Gue: "HAH?!" *muka merah padam*
Dan aksi gue selanjutnya adalah, sambil nyengir kuda nil, perlahan-lahan mundur menjauh pergi. Kemudian stop taksi, dan meluncur menuju dokter mata!
*******
Seminggu kemudian, setelah yakin mata dalam keadaan baik-baik saja, gue nyamperin seorang mbak-mbak sosialita yang mau berangkat ke sawah.
Gue: "Handphonenya bagus, Mbak?"
Mbak: "Ah masa handphone kayak gini dibilang bagus sih? Ngarang aja kamu..."
Gue: "Bagus kok Mbak, bagus sumpah. Buat saya aja ya?"
Mbak: "Yaudah, nih ambil..."
Gue: "Arrgghh! Cotlah Mbak! Mentang-mentang tajir!" *kabur* *salto salto ke belakang*
Tuhan... Kenapa selalu gagal maning gagal maning son?! Teriak gue di antara dentuman petir dan hujan yang deres.
*******
Tapi tentu saja gue nggak boleh menyerah begitu saja. Sasaran gue berikutnya adalah seorang mbak-mbak yang gue temui di samping Posyandu desa.
Gue: "Handphonenya bagus, Mbak.."
Mbak: "Yaiyalah. Emang punya lo handphone cina, seken, selundupan dari Singapur!"
Gue: "Hehe bisa aja Si Mbak. Emm... Buat saya aja ya Mbak handphonenya? Bisa kan? "*pasang senyum terganteng yang pernah gue miliki*
Mbak: "Apaan sih ih?! Sok ganteng banget! Muka udah kaya jamban retak, belang-belang, bopeng, flek hitaman, belekan, jigongan, cungkring, lama-lama mata gue bisa katarak nonton muka lo ngerti gak?! Ngaca woy! Muka lo tuh udah kayak BENCANA SHUKOI! Gak usah sok akrab deket-deketin gue gitu deh? JIJIK!!!"
Gue: *lari pulang* *ambil gelas* *tuang baygon* *campurin es* *sedot pake pipet* *nyungsep berbusa*