Baca Juga
Kembali sebuah cerita komedi serial Zuck dan Linn akan hadir untuk memenuhi kebutuhan pembaca akan hiburan segar. Di tengah persaingan hidup yang semakin berat, kadang cerita lucu diperlukan untuk meringankan pikiran. Selamat membaca.
Jembatan Cinta.
Minggu pagi yang biasa-biasa saja, nggak mendung nggak cerah nggak hujan nggak ada pelangi. Zuck dan Linn blusukan ke hutan tempat mereka tersesat dulu.
Kali ini mereka bukan mau tersesat lagi, tapi mau berburu. Zuck berjalan di depan dengan memanggul senjata senapan angin, langkahnya meyakinkan mirip gerilyawan berangkat perang. Sementara di belakangnya, Linn terlihat sedikit kepayahan. Salah sendiri sih, masuk hutan pake stiletto.
"Tungguiiiin.... Jalannya aku di depan dong, biar cepet sampai," seru Linn.
Zuck menurunkan kecepatan langkahnya. Menunggu Linn. "Nggak pengaruh kalik, Sayang!"
"Pokoknya tungguin!"
"Setiap ke hutan ini, aku selalu teringat kamu deh, Sayang," kata Zuck kemudian.
"Maksudnya, Mas?" Linn ga ngerti.
"Ahihi..." Zuck nyengir bernard bear. "Sama-sama lebat, hehe....
"Apaan sih" Linn masih belum mengerti.
"Hutan ini banyak pohonnya..." Zuck mengalihkan pembicaraan.
Linn menatap ke sekililing. "Iya Mas, banyak pohonnya. Kurang asik. Cari hutan lain yuk Mas, yang ada mall-nya gitu..."
Zuck diem saja kembali mempercepat langkahnya. Males nanggepin omongan orang stress. Lokasi berburu masih jauh. Mereka melewati jalan setapak yang mulai bersemak. Soalnya jalan itu jarang banget dilalui orang.
"Yang kita buru apa aja nanti, Mas?"
"Apapun, Sayang. Rusa, kancil, kijang, kadal rusia, ikan gabus, semut. Semua ditembak...
Linn manggut-manggut, lalu kembali bertanya. "Kalau babi?"
"Mmm... Kalo itu enggak deh."
"Loh, kenapa babi nggak ditembak, Mas? Cieee... Takut ditolak yaa.?"
Zuck menoleh ke arah Linn. Tersenyum. "Gak mungkinlah, Sayang. Masa nembak sodaramu. Kasian..."
"Hehehe iya lupa. Dia kan sodara iparku.."
"Hih!" Sungut Zuck. "Susah emang ngobrol sama karet gelang. Nggak mau ngalah! Ngalah kenapa sih sama cowok?"
"Kebalik Mas, yang mustinya ngalah itu cowok!"
"Cewek kalik!"
"Cowok tauk!"
"Cewek!"
"Ya cowoklah.."
"Cewek! Pokoknya cewek! Titik!"
"Pokoknya cowok! Titit!"
"Cewok! Ya cewok aja, biar adil.."
Linn tertawa. "Yaudah, cewek aja yang ngalah gapapa..."
"Hehehe. Cowok deh, cowok. Emang udah kodratnya sih, cowok harus ngalah.."
"Nggak Mas, cewek yang sebenarnya harus ngalah."
"Cowok dong.."
"Cewek ih!"
"Cowok!"
"Cewek!"
"Embuh!"
Mereka terus berdebat nggak guna tanpa ada yang rela ngalah, hingga tau-tau perjalanan mereka sampai di sebuah sungai kecil. Untuk menyebrangi sungai itu, mereka harus melalui jembatan kayu yang terlihat sudah lapuk.
"Cewek!"
"Udah, Sayang. Udah. Tahun depan diterusin lagi debatnya," sungut Zuck.
"Sekarang, yang perlu kita pikirin adalah menyebrangi sungai ini. Lokasi berburunya di sebrang sungai. Emm... Sayang nyebrang duluan ya?"
Mata Linn sedikit terbelalak. "Kok aku sih, Mas?"
"Lah... Kan cowok harus ngalah. Iya kan, Sayang?"
"Iya juga sih," Linn garuk-garuk kepala.
"Kalau aku yang nyebrang duluan, dan kamu ditinggal di sini sendirian, terus nanti kalau tiba-tiba dari belakangmu ada harimau gimana? Kan kasian harimaunya, dapat daging kurus..."
"Tapi jembatannya Mas, jembatannya. Lihat deh, udah keropos di seribu tempat! Nanti pas lagi enak-enak jalan tiba-tiba ambruk, trus aku jatuh..."
"Ya jatuh paling-paling ke bawah kan, Sayang? Lagian kamu udah punya pengalaman jatuh dari khayangan. Ayo cepet nyebrang nggak usah banyak alasan..."
"Kita nyebrang sama-sama aja, Mas?" Linn memberi usul.
"Ini dilewati satu orang aja belum tentu kuat loh, Sayang. Apalagi berdua?"
"Aduh, Mas. Jangan menilai sesuatu cuma dari luarnya. Yang kelihatannya rapuh, belum tentu aslinya rapuh, bisa saja dia itu kuat. Begitupun jembatan ini..."
Zuck memandang Linn takjub. "Tumben ngomongnya..."
"Kita nyebrang bareng, aku tidak bisa jauh darimu, Mas. Kalau selamat, selamat berdua. Andai jatuh, ya jatuh bersama-sama."
"Tapi aku masih nggak yakin sama jembatan ini sih, Beb?" kata Zuck, seraya memperhatikan kondisi jembatan secara seksama dan dalam tempo yang agak lama.
"Makanya kita coba dulu. Kalo cuma ngobrol gini terus kapan kita sampai ke seberang? Segala sesuatu itu harus dicoba dulu, supaya...
"Kok ngomongnya gitu sih?! Aku nggak suka!" potong Zuck. "Kamu berubah. Sekarang jadi bijak. Jangan kebanyakan nonton Mario Teguh..." lanjut Zuck, yang lebih suka Linn tampil error kayak biasanya.
"Baiklah, kita nyebrangnya barengan," Zuck akhirnya setuju.
Setelah berdoa cukup lama dan bersalaman saling bermaaf-maafan, mereka pun bersiap-siap menyeberang. Tidak lupa sebelum menyebrang, mereka menengok ke kanan kiri, takut ada mobil lewat.
Dan dengan bergandengan tangan yang erat, mereka mulai menapaki jembatan selangkah demi selangkah. Jantung mereka deg-degan. Kaki mereka sedikit bergetar. Takut kayu jembatannya tiba-tiba ambruk tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Akhirnya, setelah 5 menit yang mendebarkan, mereka sampai di seberang dengan selamat.
"Hiaaaa! Benar kan, Mas, nggak apa-apa, segala seuatu musti dicoba dulu..." seru Linn kegirangan.
"Iya. Kamu bener, Beb."
"Yaudah yuk, kita nyebrang kembali ke tempat yang tadi."
Zuck melongo dongo dan mengernyitkan dahi. Gagal paham.
"Lha tadi kan cuma nyoba, jembatan masih kuat atau nggak. Ternyata masih," jelas Linn, kemudian meraih tangan Zuck dan menariknya kembali menyebrang.
Zuck ngikut saja, meski ia merasa seperti sesuatu ada yang salah.
Begitu sampai di seberang:
"Nah, sekarang baru nyebrang yang beneran, Mas. Yuk ah, keburu sore.."
"I.. iya, Sayang. Sekarang baru nyebrang yang beneran...
Merekapun menyebrang sekali lagi. Karena sudah yakin jembatannya masih kuat, kali ini langkah mereka lebih ringan dan tidak sehati-hati tadi. Dan, menjelang mendekati tengah-tengah jembatan, tiba-tiba.... BRAAAKKK!!! Kemudian...
BYUURRRR!! Jembatan kayu yang sebenarnya memang sudah rapuh itu patah tah! Akibat tidak kuat menahan beratnya cinta Zuck dan Linn.