Baca Juga

Status Pengelolaan Plasma Nutfah Jagung 
Tanaman jagung diduga berasal dari benua Amerika, yang dibawa ke Indonesia oleh orang Portugis dan Spanyol pada abad ke-16, melalui daratan Eropa, India, dan Cina. Saat ini jagung di Indonesia sudah menjadi pangan utama sesudah padi. Kebutuhan jagung terutama untuk pakan ternak mencapai 57% pada tahun 2001, untuk pangan 34%, dan sisanya 9% untuk kebutuhan lainnya (Badan Litbang Pertanian 2002). 

Sejak abad ke-16 petani di berbagai daerah mulai membudidayakan jagung dan melakukan seleksi sesuai dengan keinginannya dalam areal yang sempit. Lambat laun muncul varietas lokal berbiji putih, kuning, campuran putih dan kuning, berumur genjah, tahan hama penyakit, dan beradaptasi baik di daerah masing-masing, sehingga terbentuklah landraces atau varietas lokal. Varietas-varietas ini perlu dipertahankan sebagai plasma nutfah seiring dengan intensifnya penggunaan varietas unggul untuk peningkatan produksi nasional yang sampai saat ini telah mencapai 80% dari luas areal pertanaman jagung dengan perincian 24% varietas hibrida dan 56% varietas bersari bebas (Pingali 2001 dalam Baihaki 2004).

Sejak Balitbio yang sekarang menjadi BBBiogen ditunjuk sebagai pemegang mandat pengelola plasma nutfah nasional terutama untuk koleksi dasar/base collection (Fagi dan Soenarjo 1996 dalam Silitonga et al. 2000a), maka eksplorasi plasma nutfah lebih intensif. Sampai akhir Desember 2005 koleksi plasma nutfah jagung mencapai 886 aksesi, terdiri dari 581 varietas lokal, 65 varietas introduksi, 107 galur inbrida, dan 33 varietas unggul lama, dan varietas unggul baru. Koleksi plasma nutfah jagung yang dimiliki oleh Balitsereal berjumlah 660 aksesi, terdiri dari 480 varietas lokal, 130 varietas introduksi, dan 50 populasi introduksi. Koleksi yang sudah ada ini harus dilestarikan untuk berbagai keperluan, terutama pemuliaan tanaman. Gengen yang sekarang belum berguna, di masa mendatang mungkin diperlukan dalam pembentukan varietas unggul baru (Chang 1979, Plucknett et al. 1987).

Program pemuliaan untuk menghasilkan varietas unggul membutuhkan sumber gen tanaman dengan sifat yang diinginkan (Allard 1960). Sifatsifat tersebut antara lain adalah potensi hasil tinggi, daya adaptasi lebih baik terhadap cekaman biotik dan abiotik, umur genjah, kandungan dan kualitas gizi yang lebih baik, dan sifat estetika lainnya (Chang 1979, Arsyad dan Kartowinoto 1994).

Pemuliaan konvensional telah terbukti mampu menghasilkan varietas unggul. Namun demikian, pemuliaan konvensional memiliki keterbatasan karena kegiatan seleksi hanya didasari oleh pengamatan fenotipik. Pemanfaatan marka DNA sebagai alat bantu seleksi, mampu membantu mengatasi masalah yang dihadapi dalam pemuliaan konvensional.

Konsep pengelolaan plasma nutfah sebagai sumber daya genetik menekankan kepada pengelolaan sumber daya genetik tanaman dalam wujud tanaman seutuhnya (whole plant) dan bahkan dalam wujud sampling populasi tanaman alamiah. Pelestarian plasma nutfah dapat diartikan sebagai kegiatan pemeliharaan, penanaman, dan penyimpanan materi plasma nutfah yang bertujuan untuk melestarikan ketersediaannya secara hidup tanpa terjadi perubahan komposisi genetik atau sifat fenotipiknya (Sumarno 2002). Selanjutnya menurut Sumarno dan Zuraida (2004), sistem pengelolaan ex situ secara terpusat sangat disarankan seperti di India, Jepang, China, dan Amerika Serikat. Hal ini dapat menghemat fasilitas/biaya dan tenaga, pengelolaan menjadi optimal, dan kebijakan dalam introduksi dan pengeluaran plasma nutfah terawasi dengan baik, karena melalui satu pintu. Dalam makalah ini dikemukakan status pengelolaan plasma nutfah jagung di BBBiogen.

KOLEKSI 
Koleksi plasma nutfah jagung di Indonesia sudah ada sejak dimulainya program pemuliaan pada tahun 1923, sebagai bagian dari aktivitas pemuliaan. Koleksi varietas lokal atau introduksi di samping sebagai upaya pelestarian genetik juga diperlukan sebagai materi dalam perakitan varietas unggul baru, melalui persilangan. Jumlah koleksi plasma nutfah jagung saat ini mencapai 1.546 aksesi, 886 aksesi di antaranya di BB-Biogen dan 660 aksesi di Balitsereal.

EKSPLORASI 
Untuk menyelamatkan plasma nutfah jagung, terutama varietas lokal, perlu dilakukan eksplorasi.
Dengan mengumpulkan varietas lokal memungkinkan pemanfaatan sifat-sifat baik seperti umur genjah, adaptasi terhadap lingkungan, penutupan klobot yang rapat, ketahanan terhadap hama gudang, penyakit bulai, dan sifat penting lainnya (Subandi 1988).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam eksplorasi antara lain daerah eksplorasi, yaitu sentra produksi, daerah tradisional, daerah terpencil, dan daerah yang menggunakan jagung sebagai makanan pokok. Eksplorasi dapat bekerja sama dengan Dinas Pertanian atau Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), dan petani setempat. Dianjurkan untuk melakukan eksplorasi pada saat panen, agar dapat memperoleh informasi sifat fenotipe di tempat asalnya. Apabila tidak bisa pada saat panen, eksplorasi juga dapat langsung ke tempat penyimpanan jagung dalam bentuk tongkol.

Secara umum CIMMYT menganjurkan agar jumlah benih untuk koleksi plasma nutfah jagung berasal dari 15-25 tongkol untuk setiap plasma nutfah (Sudjana 1988). Apabila dalam tempat penyimpanan tidak ada, alternatif terakhir adalah mencari di pasar Sifat-sifat morfologi utama yang diidentifikasi atau dikarakterisasi di lokasi koleksi adalah warna, tipe biji, dan bentuk tongkol. Karakterisasi lengkap dilakukan setelah biji direjuvenasi. Untuk kelengkapan data koleksi pada saat pengambilan sampel perlu dicatat nama aksesi, asal (desa, kecamatan, provinsi), nama petani pengumpul, jumlah biji yang diterima dan keterangan mengenai keadaan benih yang diterima. Sebelum direjuvenasi, benih dicatat di Buku Induk (desa, kecamatan, provinsi) nama aksesi, asal daerah, tanggal diterima, warna dan tipe biji, jumlah biji, dan keterangan lain kalau ada.

Pada Tabel disajikan koleksi plasma nutfah jagung dari beberapa daerah di Indonesia hasil eksplorasi tahun1995-2005.

INTRODUKSI 
Introduksi adalah koleksi yang diperoleh dari luar negeri, baik melalui individu, lembaga pemerintah, maupun perwakilan kerja sama dengan luar negeri, dalam hal ini International Centre for the Improvement of Maize and Wheat (CIMMYT) atau Asian Maize Program. Kegunaan varietas introduksi adalah untuk memanfaatkan hasil pemuliaan dari luar negeri, yang pada umumnya berpotensi hasil tinggi. Penerimaan terakhir varietas introduksi dari CIMMYT pada tahun 1994, dan sejak itu belum ada lagi introduksi baru.

REJUVENASI 
Rejuvenasi dilakukan terhadap sampel plasma nutfah yang benihnya sedikit/hasil eksplorasi dan aksesi-aksesi yang daya tumbuhnya telah turun 5-10%. Hal yang perlu diperhatikan dalam rejuvenasi adalah menjaga agar tidak terjadi perubahan susunan genetik dari sampel plasma nutfah atau terjadinya inbreeding, karena jumlah tanaman yang diperbanyak terbatas atau jumlah biji yang disimpan berasal dari tongkol yang sedikit.

Pada tanaman jagung, rejuvenasi dilakukan dengan cara sibbing. Jumlah tanaman yang diperbanyak minimal 100 tanaman dan ditanam dalam empat baris. Pemupukan dan pemeliharaan sesuai dengan anjuran. Sebenarnya dengan 100 tanaman saja, kemungkinan terjadi inbreeding 0,5% pada setiap generasi. CIMMYT melakukan rejuvenasi jagung dari 256 tanaman. Dari jumlah tersebut minimal diperoleh 100 tongkol. Cara melakukan polinasi adalah dengan chain crossing (tanaman jantan hanya digunakan satu kali), atau dengan bulk sibbing.

Tanaman yang akan diperbanyak ditanam 16 baris tanaman dengan panjang baris 5 m dengan cara bulk sibbing, campuran tepung sari dari delapan baris pertama digunakan untuk mengawinkan delapan baris berikutnya, dan sebaliknya (Sudjana 1988).

Rejuvenasi di BB-Biogen dilakukan di Cikeumeuh Bogor dengan menanam 260-600 aksesi pertahun. Setiap aksesi ditanam 2-4 baris, jarak tanam 70 x 20 cm, 1 tanaman per lubang, panjang baris 5 m, tanpa ulangan, persilangan dilakukan dengan cara chain crossing. Sedangkan untuk galur inbrida dilakukan dengan cara selfing dan sibbing secara bergantian. Selama pertumbuhan tanaman di lapang, dilakukan perlindungan dari gangguan hama dan penyakit, serta cekaman lingkungan. Pemeliharaan berikutnya sesuai dengan anjuran.

KARAKTERISASI 
Karakterisasi sifat morfoagronomik dilakukan berdasarkan anjuran Patterniani dan Goodman (1977) dan CIMMYT (1991). Data sifat kuantitatif dari kelompok varietas lokal kuning (138 aksesi), varietas lokal putih (110 aksesi), varietas lokal lainnya (161 aksesi, warna biji selain putih dan kuning), varietas introduksi kuning (90 aksesi), dan varietas introduksi putih (62 aksesi) disajikan pada Tabel.


EVALUASI 
Evaluasi dilakukan terhadap mutu gizi (amilosa), cekaman abiotik (kekeringan dan keracunan Al), dan cekaman biotik (penyakit bulai dan hama lalat bibit) (Lampiran 1). 

DOKUMENTASI 
Data plasma nutfah jagung disusun dalam Katalog Tahunan Plasma Nutfah Tanaman Pangan, yang setiap tahun diperbaharui sesuai dengan status dan kemajuan pengelolaan database. Katalog plasma nutfah juga disusun dalam versi database (format Microsoft Access) yang dikemas dalam CD untuk memudahkan pengguna. 

Data sifat morpoagronomik untuk plasma nutfah jagung pada katalog terdiri dari 30 kolom, 6 kolom di antaranya adalah data paspor, sedangkan 24 kolom adalah deskriptor. Data morpoagronomik masih perlu dilengkapi, sedangkan data evaluasi akan dimasukkan pada tahun 2007, meliputi data penyakit bulai, lalat bibit, serta kekeringan, dan keracunan aluminium. 

KONSERVASI 
Benih hasil rejuvenasi, apabila kadar airnya belum mencapai <10% perlu dioven dulu pada suhu selama 40 C +3 hari untuk mematikan telur hama kalandra. Setelah benih kering, kemudian ditimbang seberat 250-500 g, dimasukkan ke dalam kantong aluminium foil dan direkat menggunakan thermoseal. Satu hari kemudian disimpan di ruang dingin. 

Fasilitas penyimpanan yang digunakan untuk plasma nutfah jagung adalah satu unit chiller ukuran 3600 x 2400 x 2400 mm (suhu 0 C dan RH 40%), dua unit chiller ukuran 6 x 2 x 2 m (suhu +10 C dan RH 40-50%), dua unit freezer ukuran 6 x 2 x 2 m (suhu -4-0 C dan RH 40%) dan 1280 x 891 x 690 mm (suhu -18-20 C), dan ruang AC dengan suhu +15 C (6 unit AC). 

PENUTUP 
Fasilitas penyimpanan yang berupa ruang dingin harus benar-benar mendapat perhatian, karena fasilitas ini merupakan tempat yang paling aman dari risiko kehilangan sumber gen maupun timbulnya generasi baru, akibat terjadi perubahan genetik. 

Sumbangan plasma nutfah berupa terbentuknya varietas unggul telah terbukti dapat meningkatkan produksi. Evaluasi terhadap beberapa sifat masih belum selesai, sehingga perlu dilanjutkan. 

Pemanfaatan teknologi marka molekuler: telah diperoleh lima primer yang polimorfisme terhadap semua pasangan tetua inbrida yang peka dan tahan penyakit bulai. Telah diperoleh beberapa galur QPM baru yang merupakan hasil konversi dari galur QPM yang peka penyakit bulai ke galur elit tahan penyakit bulai. Hibrida Semar-10 dan Bima-1 pembentukannya juga didukung oleh data molekuler. 

ABSTRAK
Koleksi plasma nutfah jagung di Indonesia sudah ada sejak program pemuliaan dimulai pada tahun 1923. Sejak saat itu sampai tahun 2004, Puslitbangtan telah melepas 37 varietas unggul jagung bersari bebas dan 11 varietas hibrida. Dewasa ini sekitar 80% areal pertanaman jagung telah ditanami dengan varietas unggul. Dengan semakin intensifnya penggunaan varietas unggul tanpa diimbangi upaya mempertahankan keberadaan varietas lokal (landrace) menyebabkan terjadinya erosi genetik plasma nutfah. Untuk mencegah erosi genetik perlu dilakukan eksplorasi terhadap varietas-varietas lokal. BB-Biogen diberi mandat untuk mengelola plasma nutfah pertanian sejak 1995. Koleksi plasma nutfah jagung sebanyak 886 aksesi disimpan dalam Bank Gen dengan fasilitas ruang dingin yang terdiri atas ruang AC suhu 15-18 C untuk penyimpanan jangka pendek, ruangan AC dengan suhu -5-0 C untuk jangka menengah, dan ruangan AC dengan suhu -20 C untuk jangka panjang. Koleksi plasma nutfah jagung yang dimiliki oleh Balitsereal pada saat ini berjumlah 660 aksesi yang meliputi 480 varietas lokal, 130 varietas introduksi, dan 50 populasi introduksi. Supaya koleksi ini bermanfaat maka pengelolaan yang dilakukan mencakup delapan kegiatan, yaitu eksplorasi, introduksi, rejuvenasi, karakterisasi, evaluasi, dokumentasi, konservasi, dan pemanfaatan. Data dan informasi dari kegiatan tersebut didokumentasikan dalam bentuk pangkalan data (database). Untuk memudahkan pengelolaan data maka telah disusun sistem database plasma nutfah berbasis Microsoft Access.

DAFTAR PUSTAKA 
Allard, R.W. 1960. Principles of Plant Breeding. John Wiley & Sons. 485 p. 

Arsyad, D.M. dan S. Kartowinoto. 1994. Pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah kedelai. 

Makalah pada Tema Kerja Komisi Pelestarian Plasma Nutfah Nasional di Bogor, 30 Maret 1994. 5 hlm. 

Badan Litbang Pertanian. 2002. Festival jagung pangan pokok alternative. Istana Bogor, 26-27 April 2002. 

Departemen Pertanian. 

Baihaki, A. 2004. Mengantisipasi persaingan dalam menuju swasembada varietas unggul. Prosiding Simposium PERIPI. Bogor, 5-7 Agustus 2004. hlm. 36-49. 

Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. 2003. Katalog plasma nutfah tanaman pangan. Padi, jagung, sorgum, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, kacang tunggak. 

Kelompok Peneliti Sumber Daya Genetik. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik 

Pertanian. hlm. 1-25. 

Budiarti, S.G., Sutoro, dan Subandi. 1997. Uji kekeringan beberapa varietas jagung di rumah kaca dan lapangan. Prosiding Simposium Nasional dan Kongres III PERIPI Bandung, 24-25 September 1997. hlm. 177-185. 

Budiarti, S.G. 2001. Skrining plasma nutfah jagung terhadap kekeringan Balittan Agronomi IPB. Bogor. 

(A6):19-22. 

Budiarti, S.G., Suyono, D. Koswanudin, I.H. Somantri, dan T.S. Silitonga. 2002. Evaluasi ketahanan plasma nutfah tanaman pangan terhadap hama. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. Puslitbangtan. Bogor, 26-27. hlm. 44-51 Budiarti, S.G, T. Suhartini, T.S. Silitonga, N. Dewi, dan Hadiatmi. 2003. Evaluasi toleransi plasma nutfah padi, jagung dan kedelai terhadap lahan bermasalah (lahan masam, keracunan Al dan Fe). Prosiding 

Seminar Hasil Penelitian Rintisan Bioteknologi Tanaman. Bogor, 23-24 September 2003. hlm. 49-57. 

Chang, T.T. 1979. Crop genetic resources. p. 83-103. In J. Sneep and A.J.T. Hendrikcen (Eds.). Plant Breeding Perspective Centre for Agricultural. Ub & Doc. 

Wageningen. 435 p. 

CIMMYT. 1991. Deskriptor for Maize. IBPGR. Rome. 

Koswanudin, D., S.G. Budiarti, dan S.A Rais. 2001. Evaluasi ketahanan plasma nutfah jagung terhadap lalat bibit Antherigona Exigua Stein. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. Puslitbangtan. 2001. Bogor. 30-31 Januari 2001. 

hlm. 181-188. 

Minantyorini., Asadi., T.S. Silitonga., dan S.G Budiarti. 

1998. Eksplorasi plasma nutfah tanaman pangan. 

Laporan Hasil Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan. Bogor. 

Patterniani, E, and M.M Goodman. 1977. Races of maize in Brazil. CIMMYT. International Maize and wheat Improvement Centre Apdo Postae 6-641, Mexico6, D-F. Mexico 10 p.

Plucknett, D.L., N.G.H. Smith, J.T. Wiliams, and N.M. 

Aneshetty. 1987 Gene Bank and The Wolds Food. 

Princeton Univ. Press. New Jersey. 247 p. 

Rais, S.A., T.S. Silitonga, S.G. Budiarti, Asadi, dan Hadiatmi. 2000. Penyaringan plasma nutfah tanaman pangan terhadap cekaman lingkungan tumbuh. Prosiding Simposium Nasional Pengelolaan Pemuliaan dan Plasma Nutfah. PERIPI. Bogor, 22-23 Agustus 2000. hlm. 757-770. 

Silitonga, T.S., S.G. Budiarti., S.A. Rais., dan I.H. Somantri. 2000a. Eksplorasi Plasma Nutfah Tanaman Pangan. Laporan Hasil Penelitian 1999/2000. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor. 

Silitonga, T.S., Sutoro, S.G. Budiarti, Hadiatmi, H. Kurniawan, dan I.H. Somantri. 2000b. 

Pemanfaatan sumber daya genetik padi dan serelia lain untuk mendukung ketersediaan pangan. 25 tahun Badan Litbang Pertanian. hlm. 343-351. 

Silitonga, T.S., S.G. Budiarti, Minantyorini, dan I.H. 

Somantri. 2001. Eksplorasi dan koleksi plasma nutfah tanaman pangan di Provinsi Riau dan Jawa 

Barat. Laporan Hasil Penelitian TA 2000/20001. 

Balitbio, Bogor. 

Subandi. 1988. Perbaikan varietas. Dalam Subandi et al. 

(Eds.). Jagung. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian/Puslitbangtan. hlm. 81-100. 

Sudjana. 1988. Pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah jagung. Disampaikan pada Kursus Pemanfaatan dan Pelestarian Plasma Nutfah, Bogor, 22 Februari-12 Maret 1988. Komisi Pelestarian Plasma Nutfah Nasional. 

Suhartini, T., S.G. Budiarti, T.S. Silitonga, N. Dewi, Hadiatmi, S.A. Rais, dan I.H Somantri. 2002. 

Evaluasi plasma nutfah padi, jagung dan kedelai terhadap lahan bermasalah (kekeringan keracunan Al dan Fe). 

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. Balitbio Bogor, 26-27 

Desember. hlm. 63-76. 

Suhartini, T., S.G. Budiarti, N. Zuraida, Hadiatmi, S.A Rais, T.S. Silitonga, dan N. Dewi. 2005. Karakterisasi mutu gizi plasma nutfah tanaman pangan. Kumpulan Makalah Seminar Hasil Penelitian BB-Biogen. 

Tahun 2004. 

Sumarno. 2002. Penggunaan bioteknologi dalam pemanfaatan dan pelestarian plasma nutfah tumbuhan untuk perakitan varietas unggul. Seminar Nasional Pemanfaatan dan Pelestarian Plasma Nutfah. Bogor, 3-4 September 2002. hlm. 1-10. 

Sumarno dan N. Zuraida. 2004. Pengelolaan plasma nutfah terintegrasi dengan program pemuliaan dan industri benih. Prosiding Simposium PERIPI. Bogor, 5-7 Agustus 2004. 

Sutoro, Hadiatmi, S.G. Budiarti, D. Suardi, dan Y. Indarwati. 2001. Evaluasi plasma nutfah jagung (Zea mays L.). terhadap kekeringan. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. Balitbio. 

Puslitbangtan. 2001. hlm. 189-196. 

Zuraida N., T.S. Silitonga, S.A. Rais, S.G. Budiarti, Hadiatmi, dan A. Hidayat. 2001. Evaluasi mutu gizi plasma nutfah tanaman pangan. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. 

Balitbio. Puslitbangtan. 2001. Bogor, 30-31 Januari 2001. hlm. 175-180.