Baca Juga

Upaya Mewujudkan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Potensi Lokal - Ekonomi kerakyatan sangat berbeda dari neoliberalisme. Neoliberalisme adalah sebuah sistem perekonomian yang dibangun dan dijalankan di atas tiga prinsip sebagai berikut:
  1. Tujuan utama ekonomi neoliberal adalah pengembangan kebebasan individu untuk bersaing secara bebas-sempurna di pasar;
  2. Kepemilikan pribadi terhadap faktor-faktor produksi diakui; dan
  3. Pembentukan harga pasar bukanlah sesuatu yang alami, melainkan hasil dari penertiban pasar yang dilakukan oleh negara melalui penerbitan undang-undang (Giersch, 1961).
Upaya Mewujudkan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Potensi Lokal
Upaya Mewujudkan Ekonomi Kerakyatan
Berbasis Potensi Lokal
Berdasarkan ketiga prinsip tersebut maka peranan negara dalam neoliberalisme dibatasi hanya sebagai pengatur dan penjaga bekerjanya mekanisme pasar. Dalam perkembangannya, peran negara dalam neoliberalisme ditekankan untuk melakukan empat hal sebagai berikut:
  1. Pelaksanaan kebijakan anggaran ketat, termasuk penghapusan subsidi;
  2. Liberalisasi sektor keuangan;
  3. Liberalisasi perdagangan; dan
  4. Pelaksanaan privatisasi BUMN (Stiglitz, 2002).
Sedangkan ekonomi kerakyatan, sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 33 UUD 1945, adalah sebuah sistem perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi. Tiga prinsip dasar ekonomi kerakyatan adalah sebagai berikut:
  1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan;
  2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; dan
  3. Bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan ketiga prinsip tersebut dapat disaksikan betapa sangat besarnya peran negara dalam sistem ekonomi kerakyatan. Sebagaimana dilengkapi oleh Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 34, peran negara dalam sistem ekonomi kerakyatan antara lain meliputi lima hal sebagai berikut:
  1. Mengembangkan koperasi;
  2. Mengembangkan BUMN;
  3. Memastikan pemanfaatan bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
  4. Memenuhi hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak;
  5. Memelihara fakir miskin dan anak terlantar.
Mencermati perbedaan mencolok antara ekonomi kerakyatan dengan neoliberalisme tersebut, tidak terlalu berlebihan bila disimpulkan bahwa ekonomi kerakyatan pada dasarnya adalah antitesis dari neoliberalisme. Sebab itu, neoliberalisme, ekonomi negara kesejahteraan (Keynesianisme) dan ekonomi pasar sosial sebagai salah satu varian awal dari neoliberalisme yang digagas oleh Alfred Muller-Armack (Giersch (1961) tidak dapat disamakan dengan ekonomi kerakyatan, karena keduanya adalah system ekonomi yang dibangun berdasarkan prinsip persaingan bebas.

1. Pengertian Sistem Ekonomi Kerakyatan

Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, di mana produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau pengendalian anggota-anggota masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian (Baswir, 2008).

Ekonomi kerakyatan adalah tatalaksana ekonomi yang bersifat kerakyatan yaitu penyelenggaraan ekonomi yang memberi dampak kepada kesejahteraan rakyat kecil dan kemajuan ekonomi rakyat, yaitu keseluruhan aktivitas perekonomian yang dilakukan oleh rakyat kecil.

Untuk memahami lebih lanjut sistem ekonomi kerakyatan dalam praktek, tidak perlu menempuh cara yang sulit, cukup datangilah dan bicaralah dengan para pelaku ekonomi rakyat, tidak perlu sampai jauh ke plosok daerah yang sulit dijangkau, lihatlah di sekeliling kita. Apabila Anda bersedia untuk bersimpati dan berempati sedikit saja dengan perjuangan hidup mereka, maka sebenarnya tidak sulit untuk menemukan fakta-fakta penerapan asas-asas ekonomi kerakyatan ini dihampir segala cabang kegiatan ekonomi seperti di bidang pertanian, perikanan, industri dan kerajinan, dan bidang jasa. Sebaliknya selama kita selalu menganggap teramat sulit mempelajari kehidupan ekonomi rakyat, bahkan kita cenderung menganggap ekonomi rakyat itu tidak ada, atau dianggap system ekonomi yang illegal, maka argumentasi kita akan selalu berputar-putar dengan acuan teori ekonomi barat yang tidak cocok untuk Indonesia (Mubyarto,2003)

Praktik-praktik ekonomi Kerakyatan yang moralistik, demokratik, dan mandiri, sangat mudah ditemukan di lapangan tanpa upaya-upaya ekstra keras. Mereka, pelaku-pelaku ekonomi rakyat melaksanakannya dengan penuh kesadaran. Itulah Ekonomi Kerakyatan dalam aksi. Aplikasi Ekonomi Kerakyatan sesungguhnya melekat pada prilaku ekonomi sebagian besar masyarakat Indonesia di semua sektor ekonomi. Sebesar 99,9% Pelaku ekonomi di Indonesia adalah mereka sebagian besar rakyat yang masuk dalam skala usaha ikro, kecil dan menengah (pangsa pasar 20%), dan sisanya 0,1% pelaku ekonomi adalah usaha besar dan konglomerat (pangsa pasar 80%).

2. Ciri Sistem Ekonomi Kerakyatan

  • Peranan vital negara (pemerintah)

Sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945, negara memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem ekonomi kerakyatan. Peranan negara tidak hanya terbatas sebagai pengatur jalannya roda perekonomian. Melalui pendirian Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu untuk menyelenggarakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, negara dapat terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan ekonomi tersebut. Tujuannya adalah untuk menjamin agar kemakmuran masyarakat senantiasa lebih diutamakan daripada kemakmuran orang seorang, dan agar tampuk produksi tidak jatuh ke tangan orang seorang, yang memungkinkan ditindasnya rakyat banyak oleh segelintir orang yang berkuasa.

  • Efisiensi ekonomi berdasar atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan

Tidak benar jika dikatakan bahwa sistem ekonomi kerakyatan cenderung mengabaikan efisiensi dan bersifat anti pasar. Efisiensi dalam sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya dipahami dalam perspektif jangka pendek dan berdimensi keuangan, melainkan dipahami secara komprehensif dalam arti memperhatikan baik aspek kualitatif dan kuantitatif, keuangan dan non-keuangan, maupun aspek kelestarian lingkungan. Politik ekonomi kerakyatan memang tidak didasarkan atas pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas, melainkan atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan.

  • Mekanisme alokasi melalui perencanaan pemerintah, mekanisme pasar, dan kerjasama (kooperasi)

Mekanisme alokasi dalam sistem ekonomi kerakyatan, kecuali untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, tetap di dasarkan atas mekanisme pasar. Tetapi mekanisme pasar bukan satu-satunya. Selain melalui mekanisme pasar, alokasi juga didorong untuk diselenggaran melalui mekanisme usaha bersama (koperasi). Mekanisme pasar dan koperasi dapat diibaratkan seperti dua sisi dari sekeping mata uang yang sama dalam mekanisme alokasi sistem ekonomi kerakyatan.

  • Pemerataan penguasaan faktor produksi

Sejalan dengan amanat penjelasan pasal 33 UUD 1945, penyelenggaraan pasar dan koperasi dalam sistem ekonomi kerakyatan harus dilakukan dengan terus menerus melakukan penataan kelembagaan, yaitu dengan cara memeratakan penguasaan modal atau faktor-faktor produksi kepada segenap lapisan anggota masyarakat. Proses sistematis untuk mendemokratisasikan penguasaan faktor-faktor produksi atau peningkatan kedaulatan ekonomi rakyat inilah yang menjadi substansi sistem ekonomi kerakyatan.

  • Koperasi sebagai sokoguru perekonomian

Berdasrkan Pasal 33 UUD 1945, keikutsertaan anggota masyarakat dalam memiliki faktor-faktor produksi itulah antara lain yang menyebabkan dinyatakannya koperasi sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan sistem ekonomi kerakyatan. Sebagaimana diketahui, perbedaan koperasi dari perusahaan perseroan terletak pada diterapkannya prinsip keterbukaan bagi semua pihak yang mempunyai kepentingan dalam lapangan usaha yang dijalankan oleh koperasi untuk turut menjadi anggota koperasi.

  • Pola hubungan produksi kemitraan, bukan buruh-majikan

Pada koperasi memang terdapat perbedaan mendasar yang membedakannya dengan bentuk-bentuk perusahaan yang lain. Di antaranya adalah pada dihilangkannya pemilahan buruh-majikan, yaitu diikutsertakannya buruh sebagai pemilik perusahaan atau anggota koperasi. Sebagaimana ditegaskan oleh Bung Hatta, “Pada koperasi tak ada majikan dan tak ada buruh, semuanya pekerja yang bekerjasama untuk menyelenggarakan keperluan bersama”. Karakter utama ekonomi kerakyatan pada dasarnya terletak pada dihilangkannya watak individualistis dan kapitalistis dari wajah perekonomian Indonesia. Secara mikro hal itu antara lain berarti diikutsertakannya pelanggan dan buruh sebagai anggota koperasi atau pemilik perusahaan. Sedangkan secara makro hal itu berarti ditegakkannya kedaulatan ekonomi rakyat dan diletakkannya kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang seorang.

  • Kepemilikan saham oleh pekerja

Dengan diangkatnya kerakyatan sebagai prinsip dasar sistem perekonomian Indonesia, prinsip itu dengan sendirinya tidak hanya memiliki kedudukan penting dalam menentukan corak perekonomian yang harus diselenggarakan oleh negara pada tingkat makro. Ia juga memiliki kedudukan yang sangat penting dalam menentukan corak perusahaan yang harus dikembangkan pada tingkat mikro. Perusahaan hendaknya dikembangkan sebagai bangun usaha yang dimiliki dan dikelola secara kolektif (kooperatif) melalui penerapan pola-pola kepemilikan saham oleh pekerja. Penegakan kedaulatan ekonomi rakyat dan pengutamaan kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang seorang hanya dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip tersebut.

3. Tujuan dan Sasaran Sistem Ekonomi Kerakyatan

Tujuan utama penyelenggaraan sistem ekonomi kerakyatan adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan jalannya roda perekonomian. Bila tujuan utama ekonomi kerakyatan itu dijabarkan lebih lanjut, maka sasaran pokok ekonomi kerakyatan meliputi lima hal berikut:
  • Tersedianya peluang kerja dan penghidupan yang layak bagi seluruh anggota masyarakat.
  • Terselenggaranya sistem jaminan sosial bagi anggota masyarakat yang membutuhkan, terutama fakir miskin dan anak-anak terlantar.
  • Terdistribusikannya kepemilikan modal material secara relatif merata di antara anggota masyarakat.
  • Terselenggaranya pendidikan nasional secara cuma-cuma bagi setiap anggota masyarakat.
  • Terjaminnya kemerdekaan setiap anggota masyarakat untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat-serikat ekonomi.

4. Alasan Ekonomi Kerakyatan Perlu Dijadikan Strategi Pembangunan Ekonomi

Ada 4 (empat) alasan mengapa ekonomi kerakyatan perlu dijadikan strategi pembangunan ekonomi Indonesia (Mardi Yatmo Hutomo). Keempat alasan, dimaksud adalah :

a. Karakteristik Indonesia

Pengalaman keberhasilan Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Brazil, meniru konsep pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara Eropa Barat dan Amerika, ternyata bagi negara-negara berkembang lainnya memberikan hasil yang berbeda. Pengalaman Indonesia yang mengandalkan dana pinjaman luar negeri untuk membiayai pembangunan, mengandalkan investasi dari luar negeri, memperkuat industri substitusi ekspor, selama dua sampai tiga dasawarsa memang berhasil mendorong pertumbuhan output nasional yang cukup tinggi dan memberikan lapangan kerja cukup luas bagi rakyat. Indonesia pernah dijuluki sebagai salah satu dari delapan negara di Asia sebagai Asian Miracle, karena tingkat pertumbuhan ekonominya yang cukup mantap selama tiga dasawarsa, tetapi ternyata sangat rentan dengan terjadinya supply shock. Krisis mata uang Bath di Thailand, ternyata dengan cepat membawa Indonesia dalam krisis ekonomi yang serius dan dalam waktu yang amat singkat, ekonomi Indonesia runtuh.

Fakta ini menunjukkan kepada kepada kita, bahwa konsep dan strategi pembangunan ekonomi yang berhasil diterapkan di suatu negara, belum tentu akan berhasil bila diterapkan di negara lain. Teori pertumbuhan Harrod-Domar – Rostow – David Romer – Solow, dibangun dari struktur masyarakat pelaku ekonomi yang berbeda dengan struktur ekonomi masyarakat Indonesia. Setiap teori selalu dibangun dengan asumsi-asumsi tertentu, yang tidak semua negara memiliki syarat-syarat yang diasumsikan. Itulah sebabnya, untuk membangun ekonomi Indonesia yang kuat, stabil dan berkeadilan, tidak dapat menggunakan teori generik yang ada. Kita harus merumuskan konsep pembangunan ekonomi sendiri yang cocok dengan tuntutan politik rakyat, tuntutan konstitusi kita, dan cocok dengan kondisi obyektif dan situasi subyektif kita.

b. Tuntutan Konstitusi

Walaupun rumusan konstitusi kita yang menyangkut tata ekonomi yang seharusnya dibangun, belum cukup jelas sehingga tidak mudah untuk dijabarkan bahkan dapat diinterpretasikan bermacam-macam (semacam ekonomi bandul jam, tergantung siapa keyakinan ideologi pengusanya); tetapi dari analisis historis sebenarnya makna atau ruhnya cukup jelas. Ruh tata ekonomi usaha bersama yang berasas kekeluargaan adalah tata ekonomi yang memberikan kesempatan kepada seluruh rakyat untuk berpartisiasi sebagai pelaku ekonomi. Tata ekonomi yang seharusnya dibangun adalah bukan tata ekonomi yang monopoli atau monopsoni atau oligopoli. Tata ekonomi yang dituntut konstitusi adalah tata ekonomi yang memberi peluang kepada seluruh rakyat atau warga negara untuk memiliki aset dalam ekonomi nasional. Tata ekonomi nasional adalah tata ekonomi yang membedakan secara tegas barang dan jasa mana yang harus diproduksi oleh pemerintah dan barang dan jasa mana yang harus diproduksi oleh sektor private. Mengenai bentuk kelembagaan ekonomi, walaupun dalam penjelasan pasal 33 dinterpretasikan sebagai bentuk koperasi, tetapi tentu harus menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan.

c. Fakta Empirik

Dari krisis moneter yang berlanjut ke krisis ekonomi dan kejatuhan nilai tukar rupiah terhadap valas, ternyata tidak sampai melumpuhkan perekonomian nasional. Bahwa akibat krisis ekonomi, harga kebutuhan pokok melonjak, inflasi hampir tidak dapat dikendalikan, ekspor menurun (khususnya ekspor produk manufaktur), impor barang modal menurun, produksi barang manufaktur menurun, pengangguran meningkat, adalah benar. Tetapi itu semua ternyata tidak berdampak serius terhadap perekonomian rakyat penghasilannya bukan dari menjual tenaga kerja.

Usaha-usaha yang digeluti atau dimiliki oleh rakyat banyak yang produknya tidak menggunakan bahan impor, hampir tidak mengalami goncangan yang berarti. Fakta yang lain, ketika investasi nol persen, bahkan ternjadi penyusutan kapital, ternyata ekonomi Indonesia mampu tumbuh 3,4 persen pada tahun 1999. Ini semua membuktikan bahwa ekonomi Indonesia akan kokoh kalau pelaku ekonomi dilakukan oleh sebanyak-banyaknya warga negara.

d. Kegagalan Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi yang telah kita laksanakan selama ini, dilihat dari aspek makro ekonomi memang menunjukkan hasil-hasil yang cukup baik. Pertumbuhan ekonomi masih di atas 6 persen pertahun. Pendapatan perkapitan meningkat cukup tajam, volume dan nilai eksport non migas juga meningkat. Tetapi pada aspek lain, kita juga harus mengakui, bahwa jumlah penduduk miskin jumlahnya tetap banyak, kesenjangan pendapatan antar golongan penduduk dan atar daerah makin lebar, dan pemindahan pemilikan aset ekonomi dari rakyat ke sekelompok kecil warga negara juga meningkat. Terjadi paradok ekonomi.

Walaupun berbagai program penanggulangan kemiskinan telah kita dilaksanakan, program pemerataan telah kita jalankan, tetapi ternyata semuanya tidak mampu memecahkan masalah-masalah dimaksud. Oleh sebab itu, yang kita butuhkan saat ini sebenarnya bukan hanya program penanggulangan kemiskinan, tetapi merumuskan kembali strategi pembangunan ekonomi yang cocok untuk Indonesia. Kalau strategi pembangunan ekonomi yang kita tempuh benar, maka sebenarnya semua program pembangunan adalah sekaligus menjadi program penanggulangan kemiskinan.

5. Contoh Upaya-Upaya Mewujudkan Ekonomi Kerakyatan

  • Alokasi Anggaran untuk Panjaminan Kredit untuk Usaha Rakyat

Yang dibutuhkan oleh usaha rakyat sebenarnya bukan subsidi bunga dan bukan dana block grant, tetapi akses untuk mendapatkan pinjaman ke lembaga keuangan. Dengan demikian, intervensi yang diperlukan dari pemerintah adalah adanya penjaminan kredit untuk UKM.

Mengapa perlu penjaminan, sebab bank adalah risk aversion sehingga tidak berminat memberikan kredit kepada UKM yang memang memiliki default risk tinggi. Tidak efektifnya kebijakan credit rationing dengan mewajibkan bank umum menyalurkan 25 persen kredit kepada UKM dengan subsidi bunga dari pemerintah, adalah argumentasi yang cukup kuat tentang perlunya penjaminan pemerintah untuk kredit UKM.

Strategi ini, selain tidak akan membebani anggaran belanja pemerintah yang terlalu besar, juga bagian dari pembelajaran bagi UKM untuk terbiasa berhubungan dengan lembaga keuangan formal dan pembelajaran bagi UKM untuk mandiri dan efisien.

  • Kebijakan Perpajakan

Untuk mendorong UKM bergabung pada koperasi (baik di sektor pertanian, peternakan, perikanan, perdagangan, industri), maka UKM yang bergabung diberi keringanan pajak. Demikian pula kepada perusahaan apapun yang bersedia menjual sahamnya kepada pegawainya, diberi keringanan pajak.

  • Kebijakan Pertanahan

Lahan dalam perekonomian merupakan faktor modal yang penting. Meningkatnya jumlah petani landless dalam 3 dekade terakhir, dan hilangnya spesifikasi pemilikan komunal atas sumber daya hutan, merupakan ancaman serius dalam membangun ekonomi kerakyatan. Oleh sebab itu, perlindungan bagi masyarakat adat atas tanah ulayat, perlindungan petani melalui sertifikasi tanah, perlu dilakukan. Kebijakan pemerintah yang memberi kemudahan bagi masyarakat adat untuk memperoleh hak pemilikan atas tanah ulayat, akan membantu penguatan ekonomi rakyat.

Perusahaan Hutan Rakyat (bukan HPH tetapi mirip HPH hanya pemilikan sahamnya adalah oleh masyarakat adat setempat), akan dapat dibangun bila pemerintah mengakui hak pemilikan hutan ulayat. Demikian juga Perusahaan Perkebunan Rakyat (bukan Perkebunan Inti Rakyat, tetapi mirip PIR hanya pemilikan sahamnya oleh masyarakat adat setempat), akan dapat dibangun bila pemerintah mengakui hak pemilikan hutan ulayat.

  • Kebijakan Upah

Dari model ekonomi income masyarakat, salah satu sumber pendapatan masyarakat adalah dari upah dan gaji. Rendah tingginya upah dan gaji yang diterima, tergantung dari tingkat upah perjam/bulan, lama jam kerja, dan jumlah anggota keluarga yang bekerja. Tinggi rendahnya tingkat upah dan gaji ditentukan oleh kualitas tenaga kerja. Kualitas tenaga kerja bukan hanya ditentukan oleh tingat pendidikan, tetapi juga sikap mental (etos kerja, profesionalitas, dan kedisiplinan). Lama jam kerja dan jumlah anggota keluarga yang bekerja ditentukan oleh ketersediaan lapangan kerja.

Kebijakan penetapan batas Upah Minimum Regional (UMR), seperti yang selama ini digunakan pemerintah dalam melindungi kaum pekerja, sebenarnya tidak memecahkan permasalahan ketenagakerjaan. Intervensi pemerintah secara langsung dalam menentukan upah dan gaji pekerja, justru menimbulkan permasalahan baru yang lebih serius, seperti pengangguran dan permasalahan sektor informal. Perbaikan gaji dan upah, seharusnya diserahkan melalui mekanisme pasar tenaga kerja.

Oleh sebab itu, dalam rangka penguatan ekonomi kerakyatan dari sisi ketenagakerjaan, harus ada kebijakan baik disisi demand maupun di sisi supply. Di sisi supply, intervensi yang dibutuhkan dari pemerintah adalah peningkatan kualitas tenaga kerja. Sedang di sisi demand, intervensi yang diperlukan dari pemerintah adalah perluasan lapangan kerja. Perluasan lapangan kerja dapat dilakukan melalui instrumen kebijakan fiskal dan moneter, penumbuh kembangkan usaha-usaha ekonomi produktif, dan industrialisasi di perdesaan. Untuk meningkatkan upah pekerja, jalan yang aman untuk ditempuh adalah melalui stimulus penciptaan lapangan kerja. Meluasnya lapangan kerja akan menggeser kurve permintaan, sehingga tingkat upah akan meningkat. Stimulan untuk menciptakan lapangan kerja dapat ditempuh melalui peningkatan investasi. Peningkatan investasi tidak harus menurunkan suku bunga bank, tetapi memperluas akses unit produksi rakyat untuk memperoleh pinjaman di lembaga keuangan bank.

  • Pertanian

Pengadaan sarana produksi pertanian dalam jumlah sedikit akan meningkatkan harga perunit sarana produksi, dan akibatnya biaya produksi per unit produk menjadi tinggi. Dengan produksi kecil dan keuntungan kecil, akan menjadi kendala untuk terjadinya akumulasi kapital di setiap unit produksi. Akibatnya hampir tidak pernah terjadi investasi baru di sektor ini, baik dalam bentuk pengadaan alat-alat mekanisasi pertanian, maupun perluasan lahan.

Dengan skala usaha kecil-kecil dengan jumlah jutaan dan tidak ada keterkaitan antara satu dengan yang lain, menyebabkan posisi tawar mereka baik di pasar input maupun di pasar output, sangat lemah. Di pasar input mereka berhadapan dengan monopoli, sedang di pasar output mereka menghadapi monopsoni. Oleh sebab itu, jalan keluar yang relatif baik adalah melalui merger antarunit usaha pertanian atau coorporate farming. Melalui coorporate farming (CF), produksi pertanian dilakukan melalui unit-unit perusahaan pertanian yang saham seluruhnya dimiliki oleh petani yang bersangkutan. Model CF tidak saja diterapkan untuk pertanian tanaman pangan, tetapi juga untuk perkebunan.

  • Perdagangan

Struktur usaha di sektor perdagangan, seperti kita ketahui bersama, terdiri dari unsur distributor, retail besar, dan retail kecil. Perusahaan distributor pada umumnya dimiliki atau merupakan anak perusahaan dari produsen atau dimiliki oleh perusahaan terbatas yang pemilik bukan produsen tetapi sebagian sahamnya dimiliki oleh produsen. Pemilikan saham di distributor dan retail besar, pada umumnya hanya oleh sebagian kecil orang.

Dalam rangka penguatan ekonomi kerayatan, struktur pemilikan saham di distributor dan retail besar, perlu dilakukan peninjauan kembali. Intinya adalah, sebanyak-banyaknya warga negara harus memiliki saham di sektor perdagangan. Bentuknya adalah, retail-retail kecil harus membentuk koperasi. Melalui koperasi ini, retail-retail kecil memiliki saham di retail besar dan di peerusahaan distributor.

  • Kehutanan dan Pertambangan

Selama ini konsep bahwa “bumi air dan segala isinya dikuasai negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”, dipahami kekayaan alam, khususnya kekayaan hutan dan bahan galian dikuasai negara, lalu oleh pemerintah sebagai wakil negara mengkonsesikan kepada pihak swasta (misalnya dalam bentuk HPH, kontrak karya), kemudian penerimaan bagi hasil dan pajak atas eksploitasi sumber daya alam tersebut dibagi dua, sebagian diberikan kepada pemerintah daerah dan sebagian lagi untuk pemerintah pusat.

Bagian daerah tersebut selanjutnya untuk membiayai pembangunan di daerahnya dan bagi pusat dibagikan kepada daerah bukan penghasil dan atau digunakan pusat untuk untuk membiayai pembangunan nasional. Oleh sebab itu, tidak mengherankan kalau penduduk dimana sumber daya alam itu berada, kadang-kadang tidak merasakan manfaat atas eksploitasi sumber daya alam yang bersangkutan. Bahkan penduduk lokal harus menanggung biaya eksternalitas disekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan eksploitasi dimaksud.

Pengakuan atas pemilikan komunal terhadap sumber daya alam yang selanjutnya melibatkan masyarakat lokal dalam eksploitasi, merupakan pilihan kebijakan yang cukup baik bila ditinjau dari aspek politik, aspek ekonomi, dan aspek keberlanjutan. Melalui pengakuan hak kepemilikan komunal, masyarakat bersama pemerintah secara bersama-sama dapat:
  1. Mengkonsesikan sepenuhnya kepada pihak investor dengan pemilikan saham bersama antara pemerintah, masyaakat lokal, dan investor,
  2. Melakukan kerja sama dengan pihak investor dengan pola Kerja Sama Operasional (KSO), atau
  3. Bersama pemerintah membentuk perusahaan yang akan mengeksploitasi sumber daya alam yang bersangkutan.

6. Agenda Pokok Ekonomi Kerakyatan

Berkaitan dengan uraian diatas, agar sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya berhenti pada tingkat wacana, sejumlah agenda konkret ekonomi kerakyatan harus segera diangkat kepermukaan. Secara garis besar ada lima agenda pokok ekonomi kerakyatan yang harus segera diperjuangkan. Kelima agenda tersebut merupakan inti dari politik ekonomi kerakyatan dan menjadi titik masuk (entry point) bagi terselenggarakannya sistem ekonomi kerakyatan dalam jangka panjang.
  • Menciptakan sistem politik yang pro rakyat;
  • Peningkatan disiplin anggaran dengan memerangi praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam segala bentuknya;
  • Menciptakan persaingan yang berkeadilan (fair competition);
  • Peningkatan alokasi sumber-sumber penerimaan negara kepada pemerintah daerah dan pro rakyat;
  • Penguasaan dan redistribusi pemilikan lahan pertanian kepada petani penggarap;
  • Pembaharuan UU Koperasi dan pendirian koperasi-koperasi “sesungguhnya” dalam berbagai bidang usaha dan kegiatan.

Referensi :

  1. Lipsey,Richard G., et al, Economics, 9th ed.Singapore:Harper Collins,1990
  2. Putong.Iskandar, Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro:Ghalia Indonesia, 2003
  3. http://myilmulintashukum.blogspot.co.id/2015/12/sistem-ekonomi-kerakyatan.html
  4. Rahardja,Prathama, Pengantar Teori Ekonomi Mikro, Universitas Indonesia, 1999
  5. Salvatore,Dominic,Teori Mikro Ekonomi, Erlangga, 1992
  6. http://myilmulintashukum.blogspot.co.id/2015/12/konsep-ekonomi-kerakyatan.html
  7. http://myilmulintashukum.blogspot.co.id/2015/12/pengertian-sistem-ekonomi.html
  8. Sicat,Gerardo P., Economics.Manila:National Book Store,1983
  9. Sukirno, Sadono, Pengantar Teori Ekonomi, Rajawali Pers, 2002
  10. Sukirno, Sadono, Makro Ekonomi Teori Pengantar , Rajawali Pers, 1994