Baca Juga

"Bangun, Mas..." Linn mengguncang-guncang tubuh Zuck.

Zuck membuka mata. Diliriknya jam di dinding, masih seperti kemarin, jam 03.40. Ia segera bangkit dari tempat tidur, mengambil handuk dan bersiap ke kamar mandi. Tapi dilihatnya Linn justru tertidur kembali.

"Duh ini gimana. Kok malah tidur lagi?" Zuck geleng-geleng tak mengerti. "Bangun, Sayang. Sahur."

Linn menggeliat manja. "Linn kan nungguin dibangunin sama Mas."

"Lah bukannya tadi udah bangun duluan?"

"Hooaammm..." Linn menguap lebar. Kelelawar berterbangan dari dalamnya. Aroma naga memenuhi seantero kamar. Zuck membekap mulut dan hidungnya.

Linn bangkit dari tidurnya. Duduk ditepi ranjang. "Tadi aku bangunin Mas supaya Mas bangunin aku. Kan biasanya Mas yang bangunin aku. Yee.. Pura-pura lupa nih..."

"Jiah... Mending kita bertengkar aja yuk. Nggak usah sahur!"

"Kan? Dikit dikit ngambek. Gak dewasa. Berubah dong, Mas. Temen-temennya Mas aja udah pada berubah...

"Kok jadi banding-bandingin gitu?!" penggal Zuck dengan wajah bete.

Linn tertunduk. "Tapi emang bener kok. Jabon aja sekarang udah berubah jadi alim. Sudrun juga udah jadi anggota dewan. Nah Mas..." Linn mengangkat wajah, menatap sendu suaminya. "Dari dulu ga pernah berubah, selalu aja ganteng..."

"Hih! Pagi-pagi..." Zuck mengacak-acak rambut Linn. "Sebenarnya aku juga heran sih, Mbal. Biasanya, bayi-bayi itu kalau lahir langsung nangis ya kan, Beb, kan? Lhah aku kata Ibuku, begitu dilahirkan langsung ganteng masa?" jelas Zuck sambil menganggkat bahu.

Linn meletin lidah ke arah Zuck. Zuck ngakak berderai. Pagi yang dingin. Namun tetap hangat.

*******



Sorenya. Selepas sholat ashar.

"Kita ndak usah masak ya, Mas. Tadi temen SD aku nelpon, ngundang kita buka bersama di restoran Karomah?" kata Linn sambil menyisir rambutnya di depan meja rias.

"Ga usah aja deh, Sayang. Ga penting juga," jawab Zuck singkat.

"Kenapa? Sekalian silaturrahmi lho, Mas."

"Silaturrahminya ntar aja pas lebaran."

Linn diam dengan muka menyungut. Ia terlihat kecewa atas keputusan Zuck. Sisir diletakannya dengan gerakan serampangan.

Zuck mendekati Linn. Dipeluk istrinya itu dari belakang. Terseyum geli melihat wajah istrinya yang merengut di cermin.

"Merengut aja tetep manis. Gak takut, kalau ikut buka bersama nanti dimakan sama mereka? Haha..."

Nggak ngaruh. Linn tetap cemberut di tempatnya. Zuck melepas pelukannya. Diambilnya sisir yang tadi dipakai Linn, kemudian rambut istrinya disisirin hati-hati.

"Aku memang kurang suka acara-acara seperti itu. Sering gara-gara mengutamakan hal yang nggak penting, hal yang penting justu terabaikan. Pernah lho Sayang, aku buka puasa bareng di sebuah restoran gitu, iuarannya mahal, menunya enak-enak, pelayannya cantik, makan sekenyangnya, habis makan masih ngemil, sambil asik ngobrol-ngobrol, hingga tau-tau udah adzan isya! Jadinya sholat magrib terabaikan. Percuma kan puasa kalau seperti itu? Jadi ga usah aja ya, Beb," jelas Zuck. "Selain itu aku juga nggak punya duit."

Linn tersenyum kesal. "Dasar. Ngomong nggak punya duit aja pake muter-muter."

"Mendingan sekarang kita masak aja gimana? Masak nasi aja. Kan sayur sahurnya masih ada, tinggal dipanasin."

"Dibantuin kan, Mas?"

"Yaiyalah. Sayang bagian nyuci beras, dibilas sampai bersih, trus masukin ke mejikom. Aku bagian nyolokin listriknya."

Linn melirik tajam. "Ntar abis buka puasa berantem ya. Catet!"

"Haha, yaudah. Sayang masak nasi, aku goreng telur. Telur mata sapi spesial buat dirimu. Mau?"

"Hehe.. Mau banget, Mas. Kalau bisa telur mata sapinya yang tatapannya lembut kayak tatapanku gini. Trus nggak juling."

Zuck garuk-garuk rambut. Kepalanya tiba-tiba serasa banyak ketombenya. "Kayaknya berantem beneran deh nanti ini."

"Haha. Yaudah, aku rikues telur mata hati saja, Mas."

"Oke sip. Kalau sambil ditemani Sayang gini, goreng telurnya nanti berbentuk hati."

Acara masak memasak nasipun berlangsung lama dan gak manusiawi. Kebanyakan becandanya sih. Sampai-sampai sayur sisa sahur yang belum diangetin, panas sendiri menyaksikan kemesraan mereka.

Dan tanpa terasa bedug buka puasa telah berbunyi.

"Alhamdulillah sudah waktunya berbuka. Diawali dengan yang manis-manis dulu ya, Mas," ucap Linn seraya menuangkan es sirup dan disodorkan segelas untuk suaminya.

"Bukan gitu, Sayang. Yang benar tuh diawali dengan Bismillah dulu."

"Terserah Masnya aja deh. Cape ngomong sama tutup limun!"

Zuck menengadahkan kedua tangan, membaca do'a berbuka puasa. Sementara Linn meng-Aamiin-kan perlahan.

Dan berdoa selesai. Tapi Zuck tak menghiraukan es sirup di hadapannya. Ia malah menatap Linn, wajah istrinya itu dipandanginya dengan lembut dan cukup lama.

"Apaan sih ih. Norak," ucap Linn menahan senyum.

Zuck tertawa kecil. Kemudian meraih gelas sirup dihadapannya dan diteguknya hingga setengah. Baginya, semanis-manisnya sirup buka puasa, tak akan bisa menandingi manisnya wajah Linn. Pret!