Baca Juga
Alat dapur yang fungsinya untuk mengaduk dan mengambil sayuran yang sedang diolah disebut irus. Alat ini tidak pernah absen dan pasti ada di setiap dapur rumah tangga di masyarakat pedesaan dan perkotaan. Namun saat ini tentu saja bahan untuk membuat irus sudah banyak mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan teknologi.
Irus tradisional yang dikenal oleh masyarakat Jawa biasanya terbuat dari tempurung kelapa. Bahan lain yang digunakan untuk membuat irus adalah bambu atau kayu, serta tali. Namun saat ini sudah banyak dijumpai irus dalam berbagai bahan lain seperti plastik, melamin, dan logam.
Irus tradisional hingga saat ini masih tetap eksis dan banyak dijumpai di pasar-pasar tradisional, warung tradisional hingga pasar swalayan. Keberadaan irus tradisional bersaing dengan irus-irus buatan baru dari bahan yang lebih awet. Namun, bukan berarti irus tradisional kalah bersaing dengan irus berbahan lebih modern.
Irus tradisional dibuat dengan cara sederhana, dan termasuk produksi olahan rumah tangga skala kecil. Para perajin hanya membutuhkan bahan baku tempurung kelapa yang sudah dihaluskan. Tempurung yang digunakan untuk membuat sebuah irus kecil hanya sebesar sekitar 1/6 sebuah tempurung kelapa utuh. Sedangkan untuk membuat sebuah irus besar memang harus membutuhkan setengah tempurung kelapa utuh.
Selain tempurung kelapa yang tanpa cacat (retak), para perajin juga membutuhkan bambu atau kayu sebagai pegangan irus. Stik dari bambu atau kayu tersebut dibuat sebesar ibu jari dengan panjang sekitar 20—60 cm, tergantung ukuran besar kecil irusnya. Sekarang sudah banyak dijumpai industri rumah tangga yang menggunakan mesin bubut untuk menghaluskan tempurung kelapa dan pegangannya.
Ukuran irus ada beragam, sesuai dengan kebutuhan dengan rentang harga Rp 1.500— Rp 5.000. Irus yang terbuat dari logam, seperti dari stenlis, tentulah lebih mahal harganya.
Irus tradisional koleksi Museum Tembi Rumah Budaya Yogyakarta
Pada zaman dahulu irus disimpan dengan berbagai cara, antara lain diselipkan diselipkan di antara jepitan rak kayu, atau ditaruh di dalam bambu yang telah dilubangi bagian atasnya. Cara itu efektif daripada hanya diletakkan begitu saja pada “lincak” atau meja di dapur. Sebab, ada kalanya tanpa sengaja, irus yang begitu saja diletakkan di “lincak” dapur bisa diduduki sehingga patah. Begitu pula jika ditaruh bersama alat dapur lain secara sembarangan, bisa jadi tertindih sehingga mudah rusak. Itulah sebabnya irus harus dijaga keawetannya.
Hingga saat ini di masyarakat Jawa masih banyak dijumpai perajin pembuat irus tradisional. Satu di antaranya adalah yang berada di wilayah Desa Pucang, Secang, Magelang Jawa tengah. Di daerah ini terdapat banyak perajin, yang salah satunya penghasil alat-alat dapur tradisional, seperti irus, enthong, dan solet. Selain di wilayah Pucang Magelang, daerah Desa Kejawang, Sruweng, Kebumen, Jawa Tengah juga masih memproduksi irus dan siwur tradisional. Masih banyak sebenarnya, perajin pembuat irus selain di dua daerah tersebut.
Ternyata masyarakat Jawa sudah sejak lama menggunakan irus tradisional sebagai alat dapur. Setidaknya istilah irus sudah terekam dalam kamus Jawa bernama “Baoesastra Djawa” karangan WJS Poerwadarminta (1939). Pada halaman 174 kolom 1 disebutkan bahwa irus adalah gayung pengambil sayur dan lainnya yang terbuat dari tempurung kelapa yang diberi pegangan atau “garan”, sebutan dalam bahasa Jawa.
Bahkan jauh sebelumnya, ketika masyarakat Jawa masih menggunakan bahasa Jawa Kuno yang diperkirakan digunakan sekitar abad ke-9 Masehi, kata irus juga sudah muncul. Hal itu menandakan bahwa irus sebagai alat dapur di masyarakat Jawa telah muncul selama ratusan tahun lalu.
Kata irus dalam bahasa Jawa Kuno, dapat dilacak pada kamus Jawa Kuna—Indonesia karya PJ Zoetmulder (1995) penerjemah Darusuprapto dan Sumarti Suprayitna (Dosen Sastra Jawa FIB UGM), pada halaman 397 kolom 1. Kata irus yang digunakan pada zaman itu, bisa dirunut dari sebuah naskah Jawa yaitu Wirataparwa, khususnya yang berbunyi “(Bhima) mangindhit irus walakap”.
Dalam perkembangannya, irus juga dipakai sebagai media untuk memanggil roh halus yang dinamakan jaelangkung. Pada dolanan jaelangkung ini, irus digunakan sebagai kepala dan tubuh jaelangkung yang dirias. Sementara “gagang”nya berfungsi untuk tubuh dan biasanya dilengkapi dengan asesori lainnya.
Seorang ibu sedang mengulek sambel, dan di depannya terdapat irus tradisional dan alat dapur lainnya
Hingga saat ini irus tradisional tetap bertahan bersama-sama keberadaan irus yang telah lebih modern yang terbuat dari stenlis, melamin, kuningan, aluminium, dan bahan-bahan lainnya.
Sumber: Tembi 1 dan Tembi 2