Baca Juga

Wahai saudaraku … yang namanya kebenaran tidaklah mesti dianut oleh orang banyak. Meskipun seseorang bersendirian dalam menggenggam ajaran kebenaran, dialah yang berada di jalan yang benar. Jadi tidak perlu berkecil hati ketika kita hanya bersendirian di kampung atau di negeri, sedangkan yang lainnya berada dalam kegelapan syirik dan bid’ah. Karena sebenarnya kita bersama dengan Rasul dan para sahabat yang terlebih dahulu berpegang pada kebenaran.
Ibnu Mas’ud berkata,
الجماعة ما وافق الحق وإن كنت وحدك
Yang disebut jama’ah adalah jika mengikuti kebenaran, walau ia seorang diri.” (Dikeluarkan oleh Al Lalikai dalam Syarh I’tiqod Ahlis Sunnah wal Jama’ah 160 dan Ibnu ‘Asakir dalamTarikh Dimasyq 2/ 322/ 13).
Sebagian salaf mengatakan,
عليك بطريق الحق ولا تستوحش لقلة السالكين وإياك وطريق الباطل ولا تغتر بكثرة الهالكين
“Hendaklah engkau menempuh jalan kebenaran. Jangan engkau berkecil hati dengan sedikitnya orang yang mengikuti jalan kebenaran tersebut. Hati-hatilah dengan jalan kebatilan. Jangan engkau tertipu dengan banyaknya orang yang mengikuti yang kan binasa” (Madarijus Salikin, 1: 22).
Orang yang berpegang teguh pada ajaran Islam yang murni, itulah yang selalu teranggap asing. Sebagaimana disebutkan dalam hadits,
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنَ سَنَّةَ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيباً ثُمَّ يَعُودُ غَرِيباً كَمَا بَدَأَ فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ ». قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنِ الْغُرَبَاءُ قَالَ « الَّذِينَ يُصْلِحُونَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ
Dari ‘Abdurrahman bin Sannah. Ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabad, “Islam itu akan datang dalam keadaan asing dan kembali dalam keadaan asing seperti awalnya. Beruntunglah orang-orang yang asing.” Lalu ada yang bertanya pada Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai ghuroba’, “Mereka memperbaiki manusia ketika rusak.” (HR. Ahmad 4: 74. Berdasarkan jalur ini, hadits ini dho’if. Namun ada hadits semisal itu riwayat Ahmad 1: 184 dari Sa’ad bin Abi Waqqosh dengan sanad jayyid)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
« طُوبَى لِلْغُرَبَاءِ ». فَقِيلَ مَنِ الْغُرَبَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « أُنَاسٌ صَالِحُونَ فِى أُنَاسِ سَوْءٍ كَثِيرٍ مَنْ يَعْصِيهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيعُهُمْ »
Beruntunglah orang-orang yang asing.” “Lalu siapa orang yang asing wahai Rasulullah”, tanya sahabat. Jawab beliau, “Orang-orang yang sholih yang berada di tengah banyaknya orang-orang yang jelek, lalu orang yang mendurhakainya lebih banyak daripada yang mentaatinya” (HR. Ahmad 2: 177. Hadits ini hasan lighoirihi, kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth)
Walau terasa asing, namun begitu indahnya bisa berada di atas kebenaran yang dianut sebelumnya oleh Rasul dan para sahabat, yang jauh dari syirik dan bid’ah.
Hanya Allah yang memberikan petunjuk pada al haq, kebenaran.

Referensi:
Al Bid’ah wa Atsaruha As Syai’ fil Ummah, Salim bin ‘Ied Al Hilali, terbitan Darul Hijrah, cetakan ketiga, tahun 1409 H, hal. 50-52.
Pesantren Darush Sholihin, Panggang-Gunungkidul, 6 Jumadal Akhiroh 1434 H