Baca Juga

Pengertian Debu Vulkanis Hasil Letusan Gunung Api 
Oleh McGeary, Plummer dan Carlson (2002) bahan letusan gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api, klastik = bongkahan). Bahan padatan ini berdasarkan diameter partikelnya terbagi atas debu vulkan (< 0.26 mm) yang berupa bahan lepas dan halus, pasir (0.25 – 4 mm) yang lepas dan tumpul, lapilli atau ‘little stone’ (4 – 32 cm) yang berbentuk bulat hingga persegi dan bom (> 32 mm) yang bertekstur kasar. Batuan hasil erupsi gunung api berdasarkan kadar silikanya dapat dikelompokkan menjadi batu vulkanis masam (kadar SiO2 > 65%), sedang (35 – 65%) dan basa / alkali (<35%). 

Debu vulkanis yang terdeposisi di atas permukaan tanah akan mengalami pelapukan kimiawi dengan bantuan air dan asam-asam organik yang terdapat di dalam tanah. Terjadinya perubahan kimiawi dari debu vulkanis itu sendiri dan trerhadap tanah yang terdapat di lapisan bawahnya sangat menarik untuk dikaji dan telah dilakukan oleh para pakar ilmu tanah di Jepang, New Zealand, Amerika Serikat dan Italia. Memang secara teoritis proses pelapukan ini akan memakan waktu yang sangat lama yang dapat mencapai ribuan bahkan jutaan tahun bila terjadi secara alami di alam. 

Gambar Debu Vulkanis

Dahlgren dan Ugolini (1989c) melakukan penambahan lapisan tephra pada permukaan Spodosols selama sepuluh tahun setelah terjadinya letusan Mt. St. Helens pada tahun 1980. Setelah sepuluh tahun ternyata terjadi penambahan kadar kation-kation (Ca, Mg, K dan Na) di dalam tanah hampir 50% dari keadaan sebelumnya. Hasil pelapukan lanjut dari debu vulkanis itu juga menghasilkan mineral liat non-kristalin yang dibuktikan dengan adanya peningkatan kadar Alo, Feo dan Sio, yang diekstrak dengan amonium oksalat masam, antara 200 sampai 500 persen lebih tinggi dari keadaan semula. 

Adapun Shoji, Nanzyo, Shirato dan Ito (1993) melakukan eksperimen pelapukan gelas vulkan yang berasal dari tephra Andisols Northeastern Jepang. Percobaan ini dilakukan di laboratorium dengan menggunakan lingkungan yang mempunyai suhu bertingkat mulai dari 50, 150 dan 250 C yang menghasilkan suatu model untuk memprediksi umur tanah dengan suhu normal 100 C dan dihasilkan suatu simulasi proses pelapukan gelas vulkan hingga menghasilkan produk sekondari yaitu mineral liat non-kristalin.