Baca Juga

Pengertian al-Qur’an dan Ilmu Tajwid 
A. Pengertian al-Qur‟an 
Dalam pembahasan tentang arti al-Qur‟an akan ditinjau dari dua segi, yaitu arti al-Qur‟an menurut bahasa (etimologi) dan arti al-Qur‟an menurut istilah (terminologi). 

a. al-Qur‟an menurut bahasa (etimologi)
Dikemukakan oleh Subhi As Shalih, “al-Qur‟an berarti „bacaan‟, asal kata qara’a. kata al-Qur‟an itu berbentuk masdar dengan arti isim maf‟ul yaitu maqru‟ (dibaca).”

Sedangkan di dalam al-Qur‟an sendiri ada pemakaian kata “Qur‟an” dalam arti demikian sebagaimana tersebut dalam surah al Qiyaamah ayat 17-18 adalah:

اٌ عهيُا جًعّ ٔقشءاَّ )17 فارا قشأَاِ فاتبع قشءاَّ )18انقيايت

b. al-Qur‟an menurut istilah (terminologi)
Adapun definisi al-Qur‟an ialah “kalam Allah SWT. yang merupakan mu‟jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad saw. dan yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah”.

al-Qur‟an diturunkan secara berangsur-angsur dalam masa 22 tahun 2 bulan 2 hari atau 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Kitab suci al-Qur‟an diawali surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah An Nas yang berjumlah 30 juz, 114 surah dan 6666 ayat yang diturunkan kepada Muhammad saw. dan disampaikan kepada umatnya hingga sekarang ini dengan jalan mutawatir lagi berbahasa Arab, sebagai pedoman hidup dalam kehidupan manusia, khususnya bagi umat Islam.

b. Pengertian Ilmu Tajwid
a. Tajwid menurut bahasa

“Tajwid berasal dari kata jawada-yujawwidu-tajwiidan. 

.“membaikkan atau membuat bagus” جٕد - يجٕد - تجٕيذ Kata tajwid dalam bahasa arab adalah bentuk masdar yang artinya benar-benar bagus/membuatnya menjadi bagus.”

b. Tajwid menurut istilah
Tajwid adalah mengucapkan suatu bunyi huruf dengan benar dan bagus. Jadi ilmu tajwid adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana membaca al-Qur‟an dengan bagus dan benar dalam mengeluarkan huruf-huruf yang dibaca satu persatu sehingga menjadi bacaan yang benar. Para ulama spesialis al-Qur‟an mendefinisikan tajwid sebagai berikut:

اعطاء انحشٔف حقٕقٓا ٔتشتيبٓا ٔسد كم حشف ان يخشجّ ٔاصهّ 
ٔتهطيف انُطق بّ عه كًال ْبتّ يٍ غيش اسشاف ٔالتعسف ٔالافشاط ٔال تكهف.

Mempelajari ilmu tajwid ialah untuk menjaga lisan dari kesalahan dan kekeliruan dari suaru huruf aslinya dalam membaca alQur‟an. Sedangkan hukum membaca ilmu tajwid ialah fardhu kifayah akan tetapi dalam mempraktikan ilmu tajwid dalam membaca alQur‟an adalah fardhu „ain.

Secara singkat dapat disimpulkan, ilmu tajwid merupakan pengetahuan cara membaca al-Qur‟an dengan baik dan tertib menurut makhrajnya, panjang pendeknya, tebal tipisnya, berdengung tidaknya, irama dan nadanya, serta titik komanya yang sudah diajarkan oleh Rasulullah SAW. kepada para sahabatnya yang kemudian diajarkan dari masa ke masa oleh kaum muslimin hingga sekarang ini.

B. Dasar Belajar Membaca al-Qur’an dan Keutamaannya
1. Dasar Belajar Membaca al-Qur‟an al-Qur‟an merupakan kitab suci yang diturunkan Allah SWT. kepada Nabi Muhammad saw. sebagi rahmat yang tiada tara bagi alam semesta. Di dalamnya terkumpul Wahyu Ilahi yang menjadi petunjuk, pedoman dan pelajaran bagi yang mempercayai dan mengamalkan. alQur‟an merupakan kitab suci yang terakhir diturunkan Allah SWT. yang menyangkut pembahasan-pembahasan tentang hal berikut ini:
a. Hukum-hukum „aqaid yaitu hukum-hukum yang wajib kita imani sebagaimana yang terdapat pada rukun iman.
b. Anjuran-anjuran yang mengajak manusia untuk memperhatikan dan menyelidiki keadaan alam untuk membuktikan wujud Allah dan kekuasaan-Nya.
c. Wa‟ad dan Wa‟id yakni keterangan janji baik dan buruk berkenaan keadaan dan peristiwa di dunia dan nikmat maupun azab di akhirat kelak.
d. Kisah-kisah orang purbakala dan umat-umat dahulu.
e. Hukum-hukum akhlak seperti yang dibicarakan sosiologi dan etika.
f. Hukum-hukum amaliah yaitu hukum yang melengkapi segala persoalan yang dihajati ummat dan masyarakat dalam segala zaman dan tempat.

Sehingga dapat kita ketahui bahwa isi al-Qur‟an mencakup segala pokok-pokok syariat yang terdapat didalam kitab-kitab suci yang diturunkan sebelumnya. Sebagaimana firman Allah dalam surah Yunus ayat 37 yang artinya “Tidaklah al-Qur‟an ini diada-adakan oleh selain Allah, tapi Ia membenarkan (melestarikan) Kitab-kitab Allah yang sebelumnya dan memperinci Alkitab. Tidak ada keraguan sedikit pun padanya. Ia dari Rabbul „aalamiin (Allah SWT).” 

Membaca al-Qur‟an termasuk amal yang mulia dan akan mendapat pahala yang berlipat ganda, karena kitab yang dibaca merupakan kitab suci Ilahi. al-Qur‟an adalah sebaik-baik bacaan bagi orang mukmin, baik di kala senang maupun di kala susah. Membacanya bukan hanya menjadi amal dan ibadah akan tetapi juga menjadi obat dan penawar bagi orang yang sedang gelisah.

Ayat al-Qur‟an yang menjadi dasar untuk membaca al-Qur‟an adalah firman Allah SWT. dalam surah al-Alaq ayat 1-5 yang berbunyi

ا قشا باسى سبك انز خهق ج خهق االَساٌ يٍ عهق ج ا قشا ٔسبك االكشو ال انزعهى بانقه
ال عهى االَساٌ يانى يعهى طانعهق

Dalam membaca Al-Qur‟an, sudah tentu harus memperhatikan masalah adab/sopan santun (etika), karena yang dibaca adalah Kalamullah yang harus dijunjung tinggi dan dimuliakan. Oleh karena itu, para ulama ahli Qira‟at telah membagi menjadi beberapa bagian:
a. Pembaca al-Qur‟an hendaklah bersungguh-sungguh dalam mengagungkan al-Qur‟an.
b. Sebelum membaca al-Qur‟an diharuskan melakukan wudhu (jika memegang al-Qur‟an).
c. Membaca do‟a sebelum memulai membaca al-Qur‟an
d. Disunnahkan membaca Isti’adzah dan Basmalah sebelum memulai membaca ayat-ayat al-Qur‟an.
e. Disunnahkan bagi pembaca al-Qur‟an memilih tempat-tempat yang bersih untuk membacanya.
f. Dianjurkan membaguskan suaranya, sebab suara yang bagus dan merdu itu biasanya menambah keindahan uslubnya al-Qur‟an.
g. Diwajibkan niat dengan ikhlas karena Allah semata-mata agar mendapat keridhaan Allah dan pahala-Nya, dan berusaha menghindari dari maksud-maksud untuk mencari keuntungan dunia, dan kemenangan dalam musabaqah. Oleh karena pahala dan keridhaan-Nya itu sudah cukup dari segala-galanya.
h. Pembaca al-Qur‟an wajib tawadhu‟ (merendahkan diri dari sifatsifat yang tidak terpuji).
i. Disunnahkan membacanya dengan tartil, yaitu dengan bacaan perlahan-lahan, jelas dan tenang.
j. Disunnahkan membersihkan mulut dengan wangi-wangian, dan paling utamanya adalah memakai siwak.
k. Pembaca al-Qur‟an disunnahkan untuk memperhatikan arti dan kandungan al-Qur‟an.
l. Disunnahkan untuk mendengarkan dan memperhatikan bacaan al-Qur‟an dengan khidmat dan khusyu‟ agar mendapat rahmat Allah. 
m. Disunnahkan bersedih hati (menangis) bagi para pembaca dan yang mendengarkan, apabila sampai kepada ayat-ayat adzab.
n. Disunnahkan membaca shalawat kepada Nabi SAW. bagi pembaca dan yang mendengarkan bacaan al-Qur‟an, ketika sampai kepada ayat-ayat yang menyebutkan nama Nabi Muhammad SAW.
o. Pembaca al-Qur‟an harus berusaha menghindari jangan sampai memutus ayat hanya karena mau bicara dengan orang lain.
p. Disunnahkan berpakaian rapi dan bagus serta menutup aurat, begitu juga disunnahkan memakai wangi-wangian.
q. Disunnahkan membaca do‟a khatmil al-Qur‟an, baik sesudah khatam 30 juz maupun belum. 

Belajar membaca al-Qur‟an hendaknya dimulai semenjak kecil/anak-anak usia 5 atau 6 tahun, sebab pada usia 7 tahun sudah disuruh mengerjakan shalat, sedangkan di dalam shalat minimal diwajibkan 17 kali untuk membaca al-Qur‟an (surah al-Fatihah). 

b. Keutamaan Membaca al-Qur‟an
Mengenai keutamaan atau kelebihan membaca al-Qur‟an Rasulullah SAW. menyatakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, berbunyi:
عٍ اب يٕ س سضي اهلل عُّ عٍ انُبي صهعهيّ ٔسهى قال انًؤيٍ انز
يقشأ انقشاٌ ٔيعًم بّ كاالتشجّ طعًٓا طيب ٔسيحٓا طيب, ٔانًؤيٍ انز 
اليقشأانقشاٌ ٔيعًم بّ كانتًشة طعًٓا طيب ٔالسيح نٓا, ٔيثم انًُا فق انز
يقشأانقشاٌ كانشيحاَت سيحٓا طيب ٔطعًٓا يش, ٔيثم انًُا فق انزال 
يقشأانقشاٌ كانحُطهت طعًٓا يش ٔخبث ٔسيحٓا يش. )سٔاِ انبخا س

Dari hadits di atas tergambar bahwa seorang muslim yang membaca al-Qur‟an digambarkan seperti buah jeruk yang memiliki bau yang harum dan rasanya lezat, kemudian bagi seorang muslim yang tidak membaca al-Qur‟an diibaratkan tamar/kurma yang tidak berbau sedangkan rasanya manis, sedangkan orang munafik membaca al-Qur‟an dikatakan seperti bunga kemangi dengan aroma enak namun rasanya pahit, begitu pula orang munafik yang tidak membaca al-Qur‟an dimisalkan dengan buah labu pahit, yang tidak berbau sedangkan rasanyapun pahit. 

Untuk memahami al-Qur‟an secara utuh, al-Qur‟an harus dicerna dalam konteks perjuangan Nabi dan latar belakang perjuangannya. Oleh karena itu kita perlu mengetahui asbab-an- nuzul (alasan pewahyuan). Karena menurut para ulama “asbab-an-nuzul merupakan kejadian atau peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat al-Qur‟an, dalam rangka menjawab, menjelaskan, menyelesaikan maslah-masalah yang timbul dari kejadian tersebut.”

Sehingga dengan mengetahui asbab-an-nuzul ayatayat al-Qur‟an, maka kita dapat lebih memahami arti dan makna ayat-ayat tersebut serta akan hilang perasaan ragu-ragu kita dalam menafsirkannya.   

C. Kemampuan Membaca al-Qur’an
Untuk lebih memahami tentang pengertian kemampuan membaca alQur‟an, terlebih dahulu diartikan tentang pengertian “kemampuan” dan pengertian “membaca”. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kemampuan diartikan dengan “kesanggupan, kecakapan.”

Sedangkan membaca adalah “mengeja atau melafalkan apa yang tertulis.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca adalah suatu kesanggupan dan kecakapan melafalkan apa yang tertulis dengan benar. 

Dari pengertian kemampuan membaca tersebut di atas, maka kemampuan membaca al-Qur‟an dapat diartikan dengan kesanggupan dan kecakapan melafalkan bacaan ayat-ayat al-Qur‟an dengan baik dan benar yaitu sesuai dengan tuntutan Ilmu tajwid. Sedangkan Ilmu tajwid, seperti yang telah di jelaskan, adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana membaca alQur‟an dengan bagus dan benar dalam mengeluarkan huruf-huruf yang dibaca satu persatu sehingga menjadi bacaan yang benar. Kemampuan membaca alQur‟an tersebut dapat dilihat dari cara pengajaran al-Qur‟an yang meliputi:
a. Pengenalan huruf hijaiyah, yaitu huruf Arab dari Alif sampai dengan Ya (alifbata).
b. Cara membunyikan masing-masing huruf hijaiyah dan sifat-sifat huruf itu; ini dibicarakan dalam ilmu makhraj.
c. Bentuk dan fungsi tanda baca, seperti syakal, syaddah, tanda panjang (mad), tanwin dan sebagainya.
d. Bentuk dan fungsi tanda berhenti baca (waqaf), seperti waqaf mutlak, waqaf jawaz dan sebagainya.
e. Cara membaca, melagukan dengan bermacam-macam irama dan bermacam-macam qiraat yang dimuat dalam Ilumu Qiraat dan Ilmu Nagham. 

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terhadap Kemampuan Membaca al-Qur’an 
Dalam kegiatan belajar belajar mengajar mata pelajaran al-Qur‟an Hadist, haruslah memperhatikan akan berbagai faktor. Diharapkan keberadaan faktor-faktor ini akan sangat menentukan dan memberi pengaruh terhadap kelancaran proses belajar mengajar. Untuk itulah apabila salah satu factor kurang mendukung, maka segera dicarikan jalan keluarnya atau diperbaiki, karena semua itu akan memberikan pengaruh terhadap keberhasilan pendidikan. Kemudian kalau ada faktor yang sudah memenuhi syarat atau cukup menunjang akan pencapaian terhadap kemampuan membaca al-Qur‟an, maka yang demikian itu harus dipertahankan dan ditingkatkan, agar peranan dan fungsinya berjalan terus. Dan pada gilirannya proses belajar mengajarpun berjalan dengan lancar serta tujuan akan kemampuan membaca al-Qur‟anpun diharapkan dapat tercapai dengan baik.

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap kemampuan membaca al-Qur‟an adalah sebagai berikut :
1. Faktor siswa
2. Faktor guru
3. Faktor alat dan sarana
4. Faktor lingkungan masyarakat

Dalam hal ini penulis akan menjelaskan satu demi satu keempat faktor tersebut.

1. Faktor siswa / peserta didik
Ada lima prinsip dasar yang perlu diperhatikan saat proses belajar berlangsung yang berhubungan dengan peserta didik sebagai berikut:

a. Adanya persiapan anak untuk belajar.
Kesiapan anak merupakan metode dasar bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Namun perlu disadari banyak hal yang membuat anak didik tidak secepatnya menyiapkan segala sesuatu baik fisik maupun mental untuk belajar, sehingga proses belajar tidak berlangsung dengan baik. Kesiapan fisik yang dimaksud adalah sarana dan prasarana yang diperlukan dalam belajar. Sedangkan kesiapan mental dalam bentuk pengarahan segenap perhatian untuk menerima pelajaran al-Qur‟an, karena keteraturan adalah pangkal dari keberhasilan.

b. Adanya minat yang besar untuk belajar.
Kesiapan peserta didik terhadap pelajaran ditunjang oleh adanya minat anak terhadap suatu pelajaran. “Minat belajar membaca al-Qur‟an dapat timbul dari berbagai sumber antara lain dari perkembangan insting, fungsi-fungsi intelektual, pengaruh lingkungan, pengalaman, kebiasaan, pendidikan dan sebagainya”.

Minat merupakan salah satu penentu lancar tidaknya proses belajar mengajar dan khususnya pada pelajaran membaca al-Qur‟an. Karena minat merupakan sumber yang mampu membangkitkan semangat dan motivasi untuk belajar. 

c. Adanya keaktifan dalam proses belajar mengajar.
Untuk melibatkan anak dalam proses belajar mengajar, juga perlu dipupuk sikap anak dalam bentuk belajar yang menimbulkan semangat yang disertai perasaan senang . Pada sisi lain dapat dikatakan bahwa belajar itu hanya dapat berhasil bila melalui berbagai macam kegiatan. Kegiatan tersebut dapat digolongkan menjadi keaktifan jasmani dan rohani.

Jadi, masalah keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar ini amat besar peranannya. Karena itu guru harus memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mengembangkan kemampuan atau potensi yang dimilikinya.

Rendahnya kadar perhatian anak terhadap materi yang diberikan banyak ditentukan oleh penilaian anak terhadap materi pelajaran berdasarkan kepentingan mereka. Sering terjadi seorang anak kurang menaruh perhatian terhadap pelajaran yang diberikan karena mereka tidak memperoleh sesuatu kepentingan buat mereka. 

Materi pelajaran yang mereka terima sering hanya berupa informasi yang tidak mampu menyentuh perhatian dan kecenderungan anak didik, terkadang ditemui anak yang dengan tenang duduk di dalam kelas, namun perhatian dan pemikirannya jauh menerawang ke luar disaat pelajaran yang sedang berlangsung. Anak seperti ini biasanya disebut dengan istilah drof out relatif.

d. Ada kepentingan diri anak sendiri tentang bahan yang dipelajari. Salah satu jalan yang dapat dilakukan untuk menolong anak agar mereka merasa berkepentingan dalam proses belajar mengajar adalah memperkenalkan tujuan yang akan mereka terima. 

Kemampuan guru untuk menghubungkan tujuan pelajaran dimaksud dengan pemenuhan kebutuhan anak itu sendiri. Di samping itu juga guru dapat menghubungkan pelajaran yang sedang berlangsung dengan kejadian praktis sehari-hari di lingkungan dimana anak berada.

e. Adanya kemampuan dan kemauan untuk membaca. 
Tingkat kemampuan seseorang dalam membaca juga merupakan faktor penentu sukses tidaknya ia dalam belajar. Anak didik yang lancar membaca berarti ia tidak banyak mengalami kesulitan dalam pekerjaan sekolah. Oleh karena itu keberhasilan seorang anak dalam studi tidak akan tercapai dengan baik, apabila ia tidak mampu membaca dengan baik. 

Jadi pada prinsipnya, kemampuan dan kemauan membaca merupakan modal dasar yang harus dimiliki setiap murid yang sedang belajar, terutama yang dikehendaki disini adalah belajar membaca alQur‟an. 

2. Faktor guru
Guru adalah salah satu faktor yang sangat dominan dalam proses belajar mengajar. Karena tidak akan terjadi suatu proses kegiatan pendidikan tanpa adanya guru. 

Manurut N.A. Ametembon, “guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid individual maupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah.” 

Untuk menjadi seorang guru diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:

1. Syarat yang bersifat profesional
- Memiliki pengetahuan di bidang keguruan (ilmu pendidikan, didaktik, metodik, ilmu jiwa dan lain-lain).
- Adanya keterampilan (skill) dalam mengajar (penguasaan metodologi mengajar).

2. Syarat-syarat bersifat personal
- Sehat jasmani dan rohani sebagai satu kesatuan yang stabil.
- Memiliki kepribadian dewasa dan bertanggung jawab.

3. Syarat-syarat yang bersifat morality
- Seorang guru dituntut sanggup berbuat dan bertindak dan bertingkah laku di atas etika dan moral.

4. Syarat-syarat yang bersifat religiosity
- Yaitu sanggup berbuat dan bertingkah laku tidak bertentangan dengan ajaran agama dan selalu taat dan patuh dalam melaksanakan ajarannya.

5. Syarat formal 
- Seorang guru dituntut memiliki surat keputusan (SK) dari suatu instansi yang berwenang untuk mengangkat sebagai seorang guru. 

Dari uraian di atas, dapat dilihat berat tugas yang harus dilaksanakan dan dimiliki oleh seorang guru atau pendidik. Mengaji atau mengajar al-Qur‟an bukan merupakan pekerjaan yang amat berat bagi mereka yang dikarunia Allah kemampuan membaca al-Qur‟an. Oleh karena itu, banyak terdapat guru pengajian al-Qur‟an walau hanya memiliki syarat pandai membaca al-Qur‟an.

Guru memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar, maka guru pengajian al-Qur‟an harus memenuhi persyaratan tertentu antara lain:
a. Memiliki ilmu pengetahuan al-Qur‟an dapat membaca dengan baik dan benar, lebih baik lagi kalau suaranya merdu yang sesuai irama al-Qur‟an.
b. Tekun beribadah dan berakhlak mulia.
c. Penuh tanggung jawab terhadap anak didik.
d. Memiliki ilmu jiwa anak, ilmu mendidik dsb.
e. Memiliki sifat-sifat pendidik antara lain, sabar, ramah terhadap murid, bertindak bijaksana dalam menghadapi permasalahan dan sebagainya. 

Di samping itu seorang guru juga harus dapat melaksanakan evaluasi atau penilaian. Melakukan penilaian untuk mengetahui kemampuan murid sebelum pengajaran dimulai disebut pre test. 

Sedangkan test yang diselingi gerakan setelah proses pengajaran yang disebut post test atau test akhir.

3. Faktor alat dan sarana
Dalam kegiatan proses belajar mengajar al-Qur‟an khususnya dalam segi belajar membaca al-Qur‟an yang baik dan benar haruslah memerlukan berbagai alat bantu yang dibutuhkan dalam kegiatan belajar tersebut.

Dewasa ini pengertian alat-alat pendidikan sudah berkembang sesuai dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang dahulu hanya mengenal sebatas apa yang dapat dipergunakan dalam proses belajar mengajar saja. Tetapi sekarang orang mengenalnya dengan istilah media pendidikan dan alat peraga, misalnya papan tulis, radio, film, atau gambar hidup, televisi pendidikan dan sebagainya. Hal yang demikian sering disebut Audio Visual aids, yaitu mencakup segala alat yang dapat membantu terhadap kelancaran proses belajar mengajar.

“Guru yang menguasai metode mengajar dan mempunyai dedekasi yang tinggi (terpanggil untuk mengajar) akan lebih lancar dalam pengajaran apabila dilengkapi dengan alat atau sarana pengajaran yang cukup memadai.” 

Alat yang dimaksud diantaranya adalah:
1. Alat-alat lama yang masih dapat dipergunakan, papan tulis, kapur, buku tulis, bangku belajar, buku pelajaran al-Qur‟an Hadits.
2. Alat-alat baru yang diusahakan; seperti kaset, alat peraga huruf hijaiyah, OHP (Over Head Proyektor)
3. Alat- alat administrasi; seperti buku, absen, buku hasil evaluasi dan lain-lain.

Demikian juga berbagai sarana penunjang dalam mempermudah pencapaian tujuan pendidikan atau belajar al-Qur‟an seperti kitab suci alQur‟an, ruang belajar yang lengkap dengan meja kursi serta lampu penerang perpustakaan dan sebagainya. 

4. Faktor lingkungan masyarakat
Pada faktor lingkungan masyarakat inipun juga ikut mempengaruhi dan perlu mendapat perhatian karena kondisi obyektif masyarakat sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak. anak didik adalah bagian dari masyarakat tersebut kebiasaan itu yang bersifat positif atau sesuai dengan ajaran al-Qur‟an dan ada juga yang negatif atau bertentangan dengan ajaran al-Qur‟an. Oleh karena itu, perlu diciptakan suasana masyarakat yang membantu kelancaran pencapaian tujuan pendidikan.

Pengenalan anak terhadap alam lingkungan sekitarnya dimulai setelah ia pandai berjalan dan telah menguasai bahasa. Alam sekitar bagi diri anak seolah-olah merupakan tantangan untuk melakukan eksplorasi atau penjelajahan. Dengannya akan menambah kekayaan pengetahuan mengenai berbagai benda yang berlainan jenis, warna bentuk dan sifatnya. Lingkungan masyarakat yang religius dan patuh menjalankan sunnah-sunnah Rasulullah saw. akan sangat mendukung bagi perkembangan pengetahuan dan kepribadian anak. ”Oleh karena itu, masyarakat di mana diselenggarakan pengajian al-Qur‟an perlu dibuat demam al-Qur‟an.” 

Sehubungan dengan uraian di atas John Locke berpendapat bahwa “setiap anak yang baru lahir tak ubahnya sebagai kertas putih yang bersih dimana proses aktivitas pendidikan lah yang menulisnya.” 

Ajaran ini berpendapat bahwa perkembangan setiap kepribadian anak ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan, terutama pengaruh pendidik.