Baca Juga

Unsur utama yang paling pokok dalam tari adalah gerak tubuh manusia yang sama sekali lepas dari unsur ruang, dan waktu, dan tenaga.
Tari adalah keindahan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan berbentuk gerak tubuh yang diperhalus melalui estetika.
Beberapa pakar tari melalui simulasi di bawah ini beberapa tokoh yang mendalami tari menyatakan sebagai berikut.
Haukin menyatakan bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasi dan diberi bentuk melalui media gerak sehingga menjadi bentuk gerak yang simbolis dan sebagai ungkapan si pencipta (Haukins: 1990, 2). Secara tidak langsung di sini Haukin memberikan penekanan bahwa tari ekspresi jiwa menjadi sesuatu yang dilahirkan melalui media ungkap yang disamarkan.
Di sisi lain ditambahkan oleh La Mery bahwa ekspresi yang berbentuk simbolis dalam wujud yang lebih tinggi harus diinternalisasikan.
Untuk menjadi bentuk yang nyata maka Suryo mengedepankan tentang tari dalam ekspresi subyektif yang diberi bentuk obyektif (Meri:1987, 12). Dalam upaya merefleksikan tari kedua tokoh sejalan.
Kesejalanan yang dikembangkan berhubungan dengan konsep tari masih banyak diperdebatkan. Hal ini terbukti masih belum komplitnya pemahaman tari itu sendiri yang berkembang di masyarakat. Laju pertumbuhan tari memberi corak budaya yang lebih variatif, dinamis, dan sangat beragam intensitas pendalamannya. Oleh sebab itu dalam beberapa tahun ke depan tari menjadi semakin memiliki aura yang diharapkan digali terus menerus.
Dalam perkembangan berikut, tari disampaikan oleh Soedarsono bahwa tari merupakan ekspresi jiwa manusia yang diubah melalui gerak ritmis yang indah. Sejalan dengan pendapat kedua tokoh terdahulu dalam buku ini, pada prinsipnya masalah ekspresi jiwa masih menjadi harga mati yang tidak bisa ditawar. Pernyataaan yang mendasar tentang ekspresi jiwa manusia menjadi salah satu kunci tari menjadi bagian kehidupan yang mungkin hingga waktu mendatang selalu menjadi tumpuhan perkembangannya.
Dalam konteks yang masih sama Soeryodiningrat memberi warna khasanah tari bahwa beliau lebih menekankan kepada gerak tubuh yang berirama. Hal ini seperti terpetik bahwa tari adalah gerak anggota tubuh yang selaras dengan bunyi musik atau gamelan diatur oleh irama sesuai dengan maksud tujuan tari (Soeryodiningrat: 1986, 21). Lebih jauh lagi ditambahkan CurtSach bahwa tari merupakan gerak yang ritmis (CurtSach: 1978, 4).
Tari sering kita lihat dalam berbagai acara baik melalui media televisi (TV), maupun berbagai kegiatan lain seperti pada acara khusus berupa pergelaran tari, paket acara tontonan yang diselenggarakan misalnya oleh Taman Mini Indonesia Indah (TMII), paket acara yang digelar oleh Pasar Seni Ancol, dan acara tontonan dalam kegaiatan kenegaraan maupun acara-acara yang berkaitan dengan keagamaan, perkawinan maupun pesta lain yang berhubungan dengan adat.
Tari merupakan salah satu cabang seni, dimana media ungkap yang digunakan adalah tubuh. Tari mendapat perhatian besar di masyarakat. Tari ibarat bahasa gerak merupakan alat ekspresi manusia sebagai media komunikasi yang universal dan dapat dinikmati oleh siapa saja, pada waktu kapan saja.
Sebagai sarana komunikasi, tari memiliki peranan yang penting dalam kehidupan masyarakat. Pada berbagai acara tari dapat berfungsi menurut kepentingannya. Masyarakat membutuhkan tari bukan saja sebagai kepuasan estetis, melainkan dibutuhkan juga sebagai sarana upacara Agama dan Adat.
Apabila disimak secara khusus, tari membuat seseorang tergerak untu mengikuti irama tari, gerak tari, maupun unjuk kemampuan, dan kemauan kepada umum secara jelas. Tari memberikan penghayatan rasa, empati, simpati, dan kepuasan tersendiri terutama bagi pendukungnya.
Tari pada kenyataan sesungguhnya merupakan penampilan gerak tubuh, oleh karena itu tubuh sebagai media ungkap sangat penting perannya bagi tari. Gerakan tubuh dapat dinkmati sebagai bagian dari komunikasi bahasa tubuh. Dengan itu tubuh berfungsi menjadi bahasa tari untuk memperoleh makna gerak.
Tari merupakan salah satu cabang seni yang mendapat perhatian besar di masyarakat. Ibarat bahasa gerak, hal tersebut menjadi alat ekspresi manusia dalam karya seni. Sebagai sarana atau media komunikasi yang universal, tari menempatkan diri pada posisi yang dapat dinikmati oleh siapa saja dan kapan saja.
Peranan tari sangat penting dalam kehidupan manusia. Berbagai acara yang ada dalam kehidupan manusia memnfaatkan tarian untuk mendukung prosesi acara sesuai kepentingannya. Masyarakat membutuhkannya bukan saja sebagai kepuasan estetis saja, melainkan juga untuk keperluan upacara agama dan adat.
Dalam konteksnya, beberapa unsur gerak tari yang tampak meliputi gerak, ritme, dan bunyi musik, serta unsur pendukung lainnya. John Martin dalam The Modern Dance, menyatakan bahwa, tari adalah gerak sebagai pengalaman yang paling awal kehidupan manusia. Tari menjadi bentuk pengalaman gerak yang paling awal bagi kehidupan manusia.
Media ungkap tari berupa keinginan/hasrat berbentuk refleksi gerak baik secara spontan, ungkapan komunikasi kata-kata, dan gerak-gerak maknawi maupun bahasa tubuh/gestur. Makna yang diungkapkan dapat diterjemahkan penonton melalui denyut atau detak tubuh. Gerakan denyut tubuh memungkinkan penari mengekspresikan perasaan maksud atau tujuan tari.
Elemen utamanya berupa gerakan tubuh yang didukung oleh banyak unsur, menyatu-padu secara performance yang secara langsung dapat ditonton atau dinikmati pementasan di atas pentas. Dengan demikian untuk meperoleh gambaran yang jelas tentang tari secara jelas.
Seperti dikutip oleh M. Jazuli dalam (Soeryobrongto:1987, 12-34) dikemukakan bahwa gerak-gerak anggota tubuh yang selaras dengan bunyi musik adalah tari. Irama musik sebagai pengiring dapat digunakan untuk mengungkapkan maksud dan tujuan yang ingin disampaikan pencipta tari melalui penari (Jazuli, 1994:44).
Pada dasarnya gerak tubuh yang berirama atau beritmeritme memiliki potensi menjadi gerak tari. Salah satu cabang seni tari yang di dalamnya mempelajari gerakan sebagai sumber kajian adalah tari. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu bergerak. Gerak dapat dilakukan dengan berpindah tempat (Locomotive Movement). Sebaliknya, gerakan di tempat disebut gerak di tempat (Stationary Movement).
Hal lain juga disampaikan oleh Hawkins bahwa, tari adalah ekspresi perasaan manusia yang diubah ke dalam imajinasi dalam bentuk media gerak sehingga gerak yang simbolis tersebut sebagai ungkapan si penciptanya (Hawkins, 1990:2). Berdasarkan pendapat tersebut dapat dirangkum bahwa, pengertian tari adalah unsur dasar gerak yang diungkapan atau ekspresi dalam bentuk perasaan sesuai keselarasan irama.
Di sisi lain Sussanne K Langer menyatakan, tari adalah gerak ekspresi manusia yang indah. Gerakan dapat dinikmati melalui rasa ke dalam penghayatan ritme tertentu. Apabila ke dua pendapat di atas digabungkan, maka tari sebagai pernyataan gerak ritmis yang indah mengandung ritme.
Oleh sebab itu, tari lahir merupakan ungkapan hasrat yang secara periodik digerakan sebagai pernyataan komunikasi ide maupun gagasan dari koreografer yang menyusunnya.
Sependapat kedua pakar di atas, Corry Hamstrong menyatakan bahwa, tari merupakan gerak yang diberi bentuk dalam ruang. Pada sisi lain Suryodiningrat seorang ahli tari Jawa dalam buku Babad Lan Mekaring Djoged Djawi menambahkan, tari merupakan gerak dari seluruh anggota tubuh yang selaras dengan irama musik (gamelan) diatur oleh irama yang sesuai dengan maksud tertentu. Soedarsono menyatakan bahwa, tari sebagai ekspresi jiwa manusia yang diaungkapkan dengan gerak-gerak ritmis yang indah. Dengan demikian pengertian tari secara menyeluruh merupakan gerak tubuh manusia yang indah diiringi musik ritmis yang memiliki maksud tertentu.
Dengan demikian dapat diakumulasi bahwa tari adalah gerak-gerak dari seluruh anggota tubuh yang selaras dengan musik, diatur oleh irama yang sesuai dengan maksud dan tujuan tertentu dalam tari. Di sisi lain juga dapat diartikan bahwa tari merupakan desakan perasaan manusia di dalam dirinya untuk mencari ungkapan beberapa gerak ritmis.
Tari juga bisa dikatakan sebagai ungkapan ekspresi perasaan manusia yang diubah oleh imajinasi dibentuk media gerak sehingga menjadi wujud gerak simbolis sebagai ungkapan koreografer. Sebagai bentuk latihanlatihan, tari digunakan untuk mengembangkan kepekaan gerak, rasa, dan irama seseorang. Oleh sebab itu, tari dapat memperhalus pekerti manusia yang mempelajarinya.
Untuk memperoleh pengertian tari lebih mendalam, maka diperlukan informasi tentang unsur tari, aspek tari, dan pendukung tari melalui sumber media dalam bentuk foto-foto, VCD/DVD serta media lain.
Kiliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, Pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak minced dari beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan.

Namun sebelum bentuk seni pertunjukkan itu muncul ada pengaruh yang melatar belakangi bentuk dari pergaulan tersebut. Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam pertunjukkan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan Ronggeng dan Pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. Keberadaan Ronggeng dalam seni pertunjukkan memilki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini popular sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukkan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur yang sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk dar goong. Demikian pula dengar gerak-gerak tarinya yang tidaN memiliki pola gerak yang baku kostum penari yang sederhanz sebagai cerminan kerakyatan.
Seiring dengar rnemudarnya jenis kesenian d atas, mantan pamogorar (penonton yang berperan akti dalam seni pertunjukkan Ketuk Tilu/Doper/Tayub), beralih perhatiannya pada seni pertunjukkan Kiliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Purwakarta, Bekasi, Indramayu dan Subang) dikenal dengan sebutan Kiliningar, Bajidoran yang pola ibingnya maupun peristiwa pertunjukkannya mempunyai kemiripan dengar kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu/Doger/Tayub). Dalam pada itu eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang, dimana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian Topeng Banjet ini. Secara koreografi tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) dimana terdapat gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan_ Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat.
Kemunculan tarian hasil karya Gugum Gumbira pada awalanya disebut Ketuk Tilu perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tiiu. Karya pertama Gugum Gumbira masih sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi popular dengan sebutan Jaipongan.
Karya Jaipongan pertama yang dikenal oleh masyarakat adalah tari Daun Pufus Keser Bojong dan tari Rendeng Bojong, yang keduanya merupakan jenis tai putrid dan berpasangan (putra dan putri). Dari tarian itu muncul beberapa nama penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali dan Pepen Dedi Kurnaedi. Awal kemunculan tarian tersebut sempat menjadi perbincangan, dimana isu sentralnya adalah gerakan yang erotis dart vulgar. Namun dari ekspos beberapa media cetak, nama Gugum Gumbira mulai dikenal masyarakat, apalagi setelah Tari Jaipongan pada tahun 1980 dipentaskan di TVRI Stasiun Pusat Jakarta. Dampak dari kepopuleran tersebut lebih meningkatkan frekuensi pertunjukkan, baik di media televisi, hajatan maupun perayaan-perayaan yang diselenggarakan oleh pihak swasta dan pemerintah.
Kehadiran Tari Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap para penggarap seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang perhatian. Dengan munculnya Tarl Jaipongan, dimanfaatkan oleh para penggiat seni taxi unttuk menyelenggarakan kursus-kursus tari Jaipongan dan dimanfaatkan pula oleh pengusaha-pengusaha Pub-pub malam sebagai pemikat tamu undangan, dimana perkembangan lebih lanjut peluang usaha semacarn ini dibentuk oleh para penggiat taxi sebagai usaha pemberdayaan ekonomi dengan nama Sanggar Tan atau grup-grup di beberapa daerah wilayah Jawa Barat, misalnya di Subang dengan Jaipongan gaya kaleran.
Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas dan kesederhanaan (alami/apa adanya). Hal itu tercermin dalam pola penyajian taxi pada pertunjukkannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada Seni jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya Kaleran, terutama di daerah Subang. Dalam penyajiannya, Jaipongan gaya kaleran ini sebagai berikut : 1) Tatalu ; 2) Kembang Gadung 3) Buah Kawung Gopar ; 4) Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau Sinde Tatandakan (seorang Sinden tetapi tidak menyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih); 5) Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukkan ketika para penonton (Bajidor) sawer uang (Jabanan) sambil salam temple. Istilah Jeblokan diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton (bajidor).
Perkembangan selanjutnya dari Jaipongan terjadi pada tahun 1980-1990-an, dimana Gugum Gumbira menciptakan tari lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul Man gut, Iring-firing Daun Puring, Rawayan dan Tari Kawung Anten. Dari tari tarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepi, Agah, Aa Suryabrata dan Asep Safaat.
Dewasa ini Tari Jaipongan boleh disebut sebagai salah satu identitas kesenian Jawa Barat, hal ini nampak pada beberapa acara acara penting yang berkenaan dengan tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat, maka disambut dengan Tari Jaipongan. Demikian pula dengan misi-misi kesenian ke mancanegara senantiasa dilengkapi dengan Tari Jaipongan. Tari Jaipongan banyak mempengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukkan wayang, degung, genjring/terebangan. kacapi jaipong dan hampir semua pertunjukkan rakyat maupun pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan Jaipong menjadi kesenian Pong-Dut

SUMBER