Baca Juga
Pengertian Dan Defenisi Supply Chain Management menurut para ahli
A. Definisi Supply Chain Management
Pengertian Supply Chain Management menurut para ahli, antara lain :
- Levi, et.al (2000) mendefinisikan Supply Chain Management (Manajemen Rantai Pasokan) sebagai suatu pendekatan yang digunakan untuk mencapai pengintegrasian yang efisien dari supplier, manufacturer, distributor, retailer, dan customer. Artinya barang diproduksi dalam jumlah yang tepat, pada saat yang tepat, dan pada tempat yang tepat dengan tujuan mencapai suatu biaya dari sistem secara keseluruhan yang minimum dan juga mencapai service level yang diinginkan.
- Pires, et.al. (2001) mengartikan Supply Chain Management (Manajemen Rantai Pasokan) sebagai sebuah jaringan supplier, manufaktur, perakitan, distribusi, dan fasilitas logistik yang membentuk fungsi pembelian dari material, transformasi material menjadi barang setengah jadi maupun produk jadi, dan proses distribusi dari produk-produk tersebut ke konsumen.
- Heizer & Rander (2004), mendefinisikan Supply Chain Management (Manajemen Rantai Pasokan) sebagai kegiatan pengelolaan kegiatankegiatan dalam rangka memperoleh bahan mentah menjadi barang dalam proses atau barang setengah jadi dan barang jadi kemudian mengirimkan produk tersebut ke konsumen melalui sistem distribusi. Kegiatan-kegiatan ini mencangkup fungsi pembelian tradisional ditambah kegiatan penting lainnya yang berhubungan antara pemasok dengan distributor.
- Chow et.al. (2006) mengartikan Supply Chain Management (Manajemen Rantai Pasokan) sebagai pendekatan yang holistik dan strategis dalam hal permintaan, operasional, pembelian, dan manajemen proses logistik.
B. Konsep dan Karakteristik Supply Chain Management
Berdasarkan hasil pengembangan yang dilakukan oleh O’Briendan Vrijhoef (London,2002) kegiatan dalam lokasi proyek telah memiliki jaringan tersendiri antara kegiatan satu dengan kegiatan lainnya. Di luar lokasi proyek terdapat pihak-pihak supplier, subcontractor, designers, dan owner yang secara langsung maupun tidak langsung bekerjasama sehingga membentuk supply chain untuk mendukung kelancaran dari kegiatan di dalam lokasi proyek tersebut.
Gambar Gambaran Konseptual Supply Chain Management Konstruksi (Sumber : O’Brien, 2002)
Beberapa karakteristik dari supply chain management konstruksi,yaitu :
- Karakteristik produknya unik, y a i t u produk konstruksi bangunan pada umumnya dibuat berdasarkan permintaan tertentu (custom made product). Dengan demikian tidak ada satu pun produk konstruksi yang sama, walaupun hal ini tergantung pada tingkatan mana melihatnya.
- Dilakukan oleh organisasi yang bersifat sementara (temporaryorganization). Suatu rangkaian supply chain management yang terbentuk yang menghasilkan produk konstruksi akan berakhir ketika selesai masa produksi.
- Produknya terikat pada tempat tertentu, sehingga proses produksinya berlangsung di site konstruksi (in siteproduction). Hal ini juga memberikan kontribusi terhadap keunikan produk konstruksi, karena pada proyek yang sama,baik kondisi fisik (kondisi tanah, pengaruh cuaca,dll) maupun non fisik (regulasi yang berlaku, kondisi lalu lintas, dll) yang mempengaruhinya tidak akan pernah sama.
- In site production dan off site production. Terjadinya produksi di dalam site konstruksi (in site production), telah membagi dua batasan proses yang terjadi dalam produksi konstruksi.
- Diproduksi dalam lingkungan alam yang tidak terkendali, sehingga terdapat ketidakpastian yang tinggi dalam konstruksi.
Dalam konteks konstruksi di mana fragmentasi sudah menjadi bagian dari karakteristik industri ini, maka peningkatan yang dapat dilakukan adalah melalui manajemen hubungan terhadap organisasi yang terlibat dalam suatu susunan supply chain management yang menghasilkan produk konstruksi tertentu. Dengan demikian sangatlah perlu dilakukan pengelolaan supply chain management yang baik sehingga dapat mengurangi kesia-siaan (ketidakefisienan) dan optimalisasi pencapaian value dalam supply chain-nya, agar pelayanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dan memberikan kepuasan pada pelanggan.
C. Pelaku - Pelaku Supply Chain Management Konstruksi
Berdasarkan beberapa model yang dikembangkan di supply chain management konstruksi dapat disimpulkan beberapa komponen utama dalam suatu supply chain management konstruksi, yaitu :
1. Owner (Pelaku Hilir) Dalam proses produksi konstruksi bila produk yang dibuat berdasarkan permintaan owner, maka peran owner sangat tinggi. Proses supply chain management dimulai dari inisiatif owner yang memprakarsai dibuatnya produk konstruksi bangunan dan berakhir pada owner ketika produk tersebut selesai diproduksi (Vrijhoef, 1999:138). Peran owner ada dalam setiap tahapan, sejak tahap feasibility study, perencanaan, pengadaan, pelaksanaan, operasi, dan pemeliharaan. Bahkan dalam tahapan proses produksi owner dapat menunjuk langsung pihak yang terlibat untuk pelaksanaan nominated subcontractor/nominated supplier.
2. Kontraktor (Pelaku Utama) Kontraktor adalah suatu organisasi konstruksi yang memberikan layanan pekerjaan pelaksanaan konstruksi berdasarkan perencanaan teknis dan spesifikasi yang telah ditetapkan. Sekarang ini berkembang berbagai organisasi yang berperan sebagai kontraktor, mulai dari perusahaan individu hingga perusahaan besar dengan jumlah pekerja yang banyak. Begitu pula dengan ruang lingkup pekerjaan kontraktor dalam suatu proyek, terdapat spektrum yang sangat beragam, mulai dari lingkup pekerjaan yang sangat sempit, hingga lingkup keseluruhan pekerjaan dalam suatu proyek konstruksi.
3. Subkontraktor, Supplier, dan Mandor (pelaku di hulu)
a. Subkontraktor dan Spesialis
Subkontraktor adalah perusahaan konstruksi yang berkontrak dengan kontraktor utama untuk melaksanakan beberapa bagian pekerjaan kontraktor utama. Terminologi subkontraktor dalam konteks tradisional terdapat satu kontraktor yang memiliki hubungan kontrak dengan owner yaitu kontraktor utama sehingga menempatkan kontraktor lainnya yang tidak memiliki hubungan langsung dengan owner sebagai subordinan dari kontraktor utama tersebut. Hirarki dalam hubungan kontrak ini menimbulkan istilah kontraktor utama, subkontraktor, bahkan sub-subkontraktor.
Penggolongan sub kontraktor berdasarkan jenis aktivitas terdiri dari : subkontraktor pada aktivitas dasar, subkontraktor pada pekerjaan yang membutuhkan teknik khusus, serta subkontraktor pada pekerjaan khusus dan yang berkaitan dengan material khusus. Sedangkan penggolongan subkontraktor berdasarkan sumber daya yang diberikan terdiri dari:subkontraktor yang memberikan jasa pelaksanaan saja (labor-only subcontractor), subkontraktor yang memberikan sumber daya berupa pekerja dan material, subkontraktor yang memberikan sumber daya berupa pekerja, material, dan perencanaan (design), serta subkontraktor yang memberikan sumber daya berupa pekerja, material, dan perencanaan (design), dan jasa pemeliharaan. Sedangkan specialist trade contractor adalah suatu perusahaan yang memberikan design, manufacture, purchase, assembly, installation, testing, dan commission dari item-item yang diperlukan dalam suatu proyek konstruksi bangunan. Specialist trade contractor dapat dibedakan menjadi dua, yaitu specialist contractor yang memberikan jasa perencanaan (design service) bagi item yang diproduksi serta dipasang pada konstruksi bangunan dan trade contractor yang melaksanakan pekerjaan dengan skill tertentu dalam konstruksi bangunan tanpa melakukan perencanaan.
b. Subkontraktor tenaga kerja
Industri konstruksi merupakan entry point yang relatif mudah dalam memasuki dunia kerja sehingga muncul suatu kelompok pekerja dengan skill yang rendah. Kelompok ini memiliki pemimpin yang disebut dengan mandor.Mandor bertindak sebagai penghubung antara kontraktor dengan pekerja. Mandor memberikan jasa kepada kontraktor sebagai pemasok tenaga kerja (labor only subcontractor) berbagai keahlian yang spesifik (misalnya: tukang gali, tukang batu, dan tukang kayu) dan tingkatan keahlian yang berbeda-beda (misalnya: pekerja terampil, pekerja setengah terampil, dan tukang). Dengan proses produksi pada industri konstruksi yang umumnya memiliki karakteristik penggunaan teknologi yang relatif rendah serta tingginya intensitas penggunaan pekerja maka keberadaan mandor sebagai pemasok tenaga kerja yang menyediakan jasa kepada kontraktor untuk mengkonversikan material menjadi intermediate product sangat diperlukan.
c. Supplier dan manufaktur konstruksi
Dilihat dari jenis material yang diperlukan dalam suatu proyek konstruksi bangunan, terdiri dari material alam seperti pasir, kerikil, batu alam, dan material hasil produksi manfaktur seperti besi beton, keramik, panel beton precast. Dengan demikian terdapat dua jenis pelaku yang terlibat dalam aliran material-material yang dibutuhkan dalam proyek konstruksi bangunan : - Manufaktur konstruksi memproduksi material-material konstruksi dengan mengolah material-material alam hingga menghasilkan komponen bangunan tertentu. Supplier mendistribusikan material yang diperoleh kepada pengguna.
Dari jenis material yang didistribusikan maka supplier ini dapat dibedakan menjadi supplier material alam dan supplier komponen bangunan. Material alam terlebih dahulu mengalami proses di dalam suatu manufaktur sebelum memasuki lokasi konstruksi hal ini menunjukkan adanya hubungan antar industri konstruksi dan industri manufaktur yang memproduksi komponen bangunan. Industri manufaktur khususnya yang memproduksi komponen konstruksi telah mendukung industri konstruksi. Adanya manufaktur konstruksi sebagai pihak yang melakukan produksi di luar lokasi konstruksi (off site production), memiliki kontribusi besar bagi konstruksi untuk lebih mengefisienkan proses konstruksi yang terjadi dalam lokasi konstruksi.
D. Bidang Fokus dan Aturan Supply Chain Management pada Konstruksi
Aturan dalam supply chain management yang dapat diterapkan pada proyek konstruksi adalah :
- Fokus yang menjadi tujuan utama yang berdampak pada aktifitas di proyek adalah pengurangan biaya dan jangka waktu aktifitas. Yang menjadi pertimbangannya adalah pihak kontraktor harus dapat memastikan aliran material utama proyek dan tenaga kerja ke lapangan untuk menghindari gangguan jadwal pekerjaan. Hal ini bisa dicapai denan memfokuskan pada hubungan yang baik antara lapangan dengan direct supliers.
- Pihak vendor atau supplier yakni mengurangi biaya-biaya khususnya yang berhubungan dengan logistik, lead time, dan inventory.
- Mentransfer informasi mengenai aktivitas pekerjaan dari site ke anggota supply chain pertama, sehingga akan terjadi sinkronisasi kegiatan untuk menghindari koordinasi yang kurang baik di lapangan.
- Mengintegrasikan manajemen dan meningkatkan kinerja kegiatan supply chain management dengan pekerjaan di lapangan.
E. Pengukuran Kinerja Supply Chain Management
Kinerja supply chain management adalah semua aktivitas pemenuhan permintaan customer yang dinyatakan secara kuantitatif. Hasil yang akan diperoleh dalam bentuk angka atau prosentase dari aktivitas pemenuhan permintaan perusahaan kepada customer-nya.
Kriteria pengukuran kinerja suatu supply chain management, yaitu :
- Sumber daya. Tujuan dari kriteria ini adalah mencapai tingkat efisiensi yang setinggi-tingginya. Bentuk nyata yang dapat diukur dalam kriteria ini antara lain total biaya, biaya distribusi, biaya produksi, biaya inventory, dan lain sebagainya.
- Keluaran. Tujuan dari kriteria ini adalah mencapai tingkat kepuasan pelanggan yang setinggi-tingginya. Bentuk nyata yang dapat diukur dalam kriteria ini antara lain volume produksi, jumlah penjualan, jumlah pesanan yang dapat dipenuhi tepat waktu, dan lain sebagainya.
- Fleksibilitas. Tujuan dari kriteria ini adalah untuk menciptakan kemampuan yang tinggi dalam merespon perubahan yang terjadi di lingkungannya.
Bentuk nyata yang dapat dukur dalam kriteria ini antara lain pengurangan jumlah backorder, pengurangan jumlah lost sales, kemampuan merespon variasi permintaan dan lain sebagainya.
Menurut Felix (2001), beberapa permasalahan yang terjadi dalam sistem pengukuran kinerja supply chain management,antara lain :
- Tidak adanya pendekatan yang seimbang dalam mengintegrasikan ukuran non keuangan dan keuangan.
- Tidak adanya berpikir sistem, dimana suatu supply chain harus dipandang sebagai satu kesatuan pengukuran yang utuh dari keseluruhan sistem supply chain tersebut.
- Hilangnya konteks supply chain management.
F. Dimensi dan Ukuran Kinerja Supply Chain Management
Menurut Tucker dan Taylor (1990), ukuran kinerja terdiri dari empat komponen yaitu satuan metrik yang digunakan (kesesuaian, efisiensi, efektivitas, biaya, dan reaksi), suatu skala (rupiah, jam), suatu rumusan (persentase a terhadap b dan rata-rata waktu antara kegagalan), dan suatu kondisi saat pengukuran dilakukan. Ukuran kinerja adalah suatu evaluasi kuantitatif dari suatu proses atau produk. Suatu ukuran umumnya terdiri dari suatu angka dan satuannya. Angka tersebut menunjukkan besarnya dan satuan menunjukkan suatu arti dan maksud. Metrik (standar penilaian seperti frekuensi, persentase, dan lain sebagainya) digunakan untuk merefleksikan perkembangan suatu produk dan untuk menentukan apakah sesuai atau tidak dengan progres yang diharapkan. Pengelolaan, analisis, dan perbaikan supply chain menjadi hal yang penting saat ini.
Model supply chain yang ada lebih menekankan pada dua ukuran kinerja yang berbeda (Beamon, 1999) : 1. Biaya 2. Kombinasi antara biaya dan kemampuan reaksi pelanggan Biaya-biaya tersebut meliputi biaya persediaan dan biaya operasional. Sedangkan kemampuan reaksi pelanggan meliputi lead time, kemungkinan stock out, dan tingkat pemenuhan. Pada kenyataannya, masih banyak ukuran kinerja lain yang berkaitan dengan analisis supply chain yang belum digunakan dalam penelitian supply chain. Walaupun ukuran ini mungkin merupakan karakteristik penting dalam suatu supply chain merupakan suatu tantangan, karena aspek kualitatif dari masing-masing ukuran sulit untuk digabungkan ke dalam model kuntitatif. Misalnya ukuran kepuasan konsumen (Christopher, 1994), aliran informasi (Nicoll, 1994), kinerja pemasok (Davis, 1993), dan manajemen resiko (John dan Randolph, 1995).
G. Manfaat Pengukuran Kinerja Supply Chain Management
Tujuan pengukuran kinerja supply chain management adalah :
- Untuk menciptakan proses delivery secara fisik (barang mengalir dengan lancar dan inventory tidak terlalu tinggi).
- Melakukan stream lining information flow (adanya aliran informasi diantara tiap channel).
- Cash flow yang baik pada setiap channel dari supply chain.
Menurut Handfield dan Nichols, Jr. (2000) sistem pengkuran kinerja supply chain yang efektif dapat :
- Memberikan dasar untuk memahami sistem itu
- Mempengaruhi perilaku seluruh sistem
- Memberikan informasi mengenai hasil kerja sistem kepada setiap unit baik yang terlibat maupun yang tidak terlibat secara langsung di dalam supply chain.
H. Strategi Supply Chain Management
Salah satu faktor kunci untuk mengoptimalkan supply chain adalah dengan menciptakan alur informasi yang bergerak secara mudah dan akurat diantara jaringan atau mata rantai tersebut, dan pergerakan barang yang efektif dan efisien yang menghasilkan kepuasan maksimal pada para pengguna akhir.
Perkembangan terakhir dari konsep yang digunakan dan dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pergerakan barang atau material adalah sebagai berikut :
- Mengurangi jumlah supplier, hal ini dilakukan untuk mengurangi ketidakseragaman, biaya-biaya negosiasi, dan pelacakan (tracking). Konsep ini adalah awal kecenderungan dari konsep multiple supplier ke single supplier.
- Mengembangkan supplier partnership atau strategic alliance.
Konsep ini menganggap bahwa hanya dengan supplier partnership, key supplier untuk material tertentu merupakan strategic sources yang dapat diandalkan dan dapat menjamin lancarnya pergerakan material dalam supply chain.
Keputusan-keputusan dalam manajemen rantai pasokan ada tiga :
- Tingkat strategis, yakni suatu keputusan jangka panjang yang berkaitan dengan lokasi (keadaan geografis lokasi), produksi (menentukan produk apa yang dibuat, dimana pembuatannya, pemasok mana yang dipakai, dari pabrik mana distribusi dipasok), persediaan (cara mengatur persediaan seluruh rantai pasokan), dan transportasi (mode transportasi).
- Tingkat tastis, yakni suatu keputusan jangka menengah yang perkiraan besarnya kebutuhan bulanan, mingguan, pembuatan MRP, rencana distribusi dan transportasi, serta rencana produksi.
- Tingkat operasional, yakni suatu keputusan mengenai aktifitas operasional dari sehari-hari.
I. Keuntungan Penerapan Supply Chain Management
Keuntungan penerapan supply chain management, antara lain sebagai berikut :
- Mengurangi persediaan barang, sehingga bisa mengurangi biaya inventory, biaya penyimpanan, biaya kerusakan, dan kehilangan akibat penyimpanan.
- Menjamin kelancaran penyediaan barang karena kerjasama yang dilakukan antara pihak perusahaan jasa konstruksi dan vendor.
- Menjamin mutu material yang disuplai sesuai dengan kondisi yang diinginkan dan harga yang lebih kompetitif.