Baca Juga

Sistematika Hukum Perdata
Sistematika Hukum Perdata
Sistematika Hukum Perdata - Adanya Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek vanKoophandel, disingkat W.v.K.) di samping Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, disingkat B.W.) sekarang dianggap tidak pada tempatnya, karena Hukum Dagang sebenarnya tidaklah lain dari Hukum Perdata. Perkataan "dagang" bukanlah suatu pengertian hukum,melainkan suatu pengertian perekonomian. Di berbagai negeri yang modern, misalnya di Amerika Serikat dan di Swis juga, tidak terdapat suatu Kitab Undang-undang Hukum Dagangtersendiri di samping pembukuan Hukum Perdata seumumnya. Oleh karena itu, sekarang terdapat suatu aliran untuk meleburkan Kitab Undang-undang Hukum Dagang itu ke dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Memang, adanya pemisahan Hukum Dagang dari Hukum Perdata dalam perundang-undangan kita sekarang ini, hanya terbawa oleh sejarah saja,yaitu karena di dalam hukum Romawi yang merupakan sumber terpenting dari Hukum Perdata di Eropah Barat belumlah terkenal Hukum Dagang sebagaimana yang ter-letak dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang kita sekarang, sebab memang perdagangan internasional juga dapat dikatakan baru mulai berkembang dalam Abad Pertengahan. Hukum Perdata menurut ilmu hukum sekarang ini, lazim dibagi dalam empat bagian, yaitu :
  1. Hukum tentang diri seseorang,
  2. Hukum Kekeluargaan,
  3. Hukum Kekayaan dan
  4. Hukum warisan.
Hukum tentang diri seseorang , memuat peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, peraturan-peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu. Hukum Keluarga, mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan, yaitu : perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dan isteri,hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele. Hukum Kekayaan, mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Jika kita mengatakan tentang kekayaan seorang, yang dimaksudkan ialah jumlah segala hak dan kewajiban orang itu, dinilai dengan uang. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang demikian itu, biasanya dapat dipindahkan kepada orang lain. Hak-hak kekayaan, terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang dan karenanya dinamakan hak mutlak dan hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau suatu fihak yang tertentu saja dan karenanya dinamakan hak perseorangan. Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat, misalnya hak seorang pengarang atas karangannya, hak seoran gatas suatu pendapat dalam lapangan ilmu pengetahuan atau hak seorang pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak saja.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dikodifikasikan di Indonesia pada tahun 1848 pada intinya mengatur hubungan hukum antara orang perorangan, baik mengenai kecakapan seseorang dalam lapangan hukum; mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kebendaan; mengenai hal-hal yang berhubungan dengan perikatan dan hal-hal yang berhubungan dengan pembuktian dan lewat waktu atau kadaluarsa.

Sistematika atau isi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang ada dan berlaku di Indonesia, ternyata bila dibandingkan dengan Kitab Undang-Undang hukum Perdata yang ada dan berlaku di negara lain tidaklah terlalu jauh berbeda. Hal ini dimungkinkan karena mengacu atau paling tidak mendapatkan pengaruh yang sama, yaitu dari hukum Romawi (Code Civil).

Hukum Waris, mengatur hal ikhwal tentang benda atau kekayaan seorang jikalau ia meninggal. Juga dapat dikatakan, Hukum Waris itu mengatur akibat-akibat hubungan' keluarga terhadap harta peninggalan seseorang. Berhubung dengan sifatnya yang setengah-setengah ini, Hukum Waris lazimnya ditempatkan tersendiri. Bagaimanakah sistematik yang dipakai oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata? B.W. itu terdiri atas empat buku, yaitu :
  1. Buku I, yang berkepala "Perihal Orang", memuat hukum tentang diri seseorang dan Hukum Keluarga;
  2. Buku II yang berkepala "Perihal Benda", memuat hukum perbendaan serta Hukum Waris;
  3. Buku III yang berkepala "Perihal Perikatan", memuat hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak yang tertentu;
  4. Buku IV yang berkepala "Perihal Pembuktian dan Lewat waktu (Daluwarsa), memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.
Adapun hal-hal yang diatur dalam KUH perdata sebagaimana berlaku di Indonesia saat ini, (kecuali beberapa bagian yang sudah dinyatakan tidak berlaku) adalah sebagai berikut :

  • Buku Kesatu tentang Orang ( van persoon ) yang terdiri dari 18 bab, yaitu mengatur :
I tentang menikmati dan kehilangan hak-hak kewenangan

II tentang akta-akta catatan sipil

III tentang tempat tinggal atau domisili

IV tentang perkawinan

V tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban suami dan isteri

VI tentang persatuan harta kekayaan menurut undang-undang dan pengurusannya

VII tentang perjanjian kawin

VIII tentang persatuan atau perjanjian kawin dalam perkawinan untuk kedua kali atau selanjutnya

IX tentang perpisahan harta kekayaan

X tentang pembubaran perkawinan

XI tentang perpisahan meja dan ranjang

XII tentang kebapaan dan keturunan anak-anak

XIII tentang kekeluargaan sedarah dan semenda

XIV tentang kekuasaan orang tua

XVa tentang menentukan,mengubah dan mencabut tunjangan-tunjangan nafkah

XV kebelum-dewasaan dan perwalian

XVI tentang beberapa perlunakan

XVII tentang pengampuan

XVIII tentang keadaan tak hadir

  • Buku kedua tentang Kebendaan ( van zaken ),yang terdiri dari 21 bab, yang secara lengkapnya adalah sebagai berikut :
I tentang kebendaan dan cara membeda-bedakannya

II tentang kedudukan berkuasa (bezit) dan hak-hak yang timbul karenanya

III tentang hak milik ( eigendoom )

IV tentang hak dan kewajiban antara pemilik-pemilik pekarangan yang satu sama lain bertetanggaan

V tentang kerja rodi

VI tentang pengabdian pekarangan

VII tentang hak numpang karang

VIII tentang hak usaha ( erfpacht )

IX tentang bunga tanah dan hasil se persepuluh

X tentang hak pakai hasil

XI tentang hak pakai dan hak mendiami

XII tentang perwarisan karena kematian

XIII tentang surat wasiat

XIV tentang pelaksanaan wasiat dan pengurus harta peninggalan

XV tentang hak memikir dan hak istimewa untuk mengadakan pendaftaran harta peninggalan

XVI tentang menerima dan menolak suatu warisan

XVII tentang pemisahan harta peninggalan

XVIII tentang harta peninggalan yang tak terurus

XIX tentang piutang-piutang yang diistimewakan

XX tentang gadai

XXI tentang hipotik

  • Buku Ketiga tentang Perikatan ( van Verbintenis ) yang terdiri dari 18 bab, yaitu lengkapnya sebagai berikut :
I tentang Perikatan-perikatan umumnya

II tentang Perikatan-perikatan yang dilahirkan darikontrak atau persetujuan

III tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan demi undang-undang

IV tentang hapusnya perikatan-perikatan

V tentang jual-beli

VI tentang tukar menukar

VII tentang sewa-menyewa

VIII tentang persetujuan-persetujuan untuk melakukan pekerjaan

IX tentang persekutuan

X tentang hibah

XI tentang penitipan barang

XII tentang pinjam-pakai

XIII tentang pinjam-meminjam

XIV tentang bunga tetap atau bunga abadi

XV tentang persetujuan-persetujuan untung-untungan

XVI tentang pemberian kuasa

XVII tentang penanggungan

XVIII tentang perdamaian

  • Buku Keempat tentang Pembuktian dan Kadaluarsa ( van bewijs en verjaring ) yang terdiri dari 7 bab, selengkapnya adalah sebagai berikut :
I tentang pembuktian pada umumnya

II tentang pembuktian dengan tulisan

III tentang pembuktian dengan saksi-saksi

IV tentang persangkaan-persangkaan

V tentang pengakuan

VI tentang sumpah di muka Hakim

VII tentang daluwarsa

Sebagaimana kita lihat, Hukum Keluarga di dalam B.W. itu dimasukkan dalam bagian hukum tentang diri seseorang, karena hubungan-hubungan keluarga memang berpengaruh besar terhadap kecakapan seseorang untuk memiliki hak-hak serta kecakapannya untuk mempergunakan hak-haknya itu. Hukum Waris, dimasukkan dalam bagian tentang hukum perbendaan, karena dianggap Hukum Waris itu mengatur cara-cara untuk memperoleh hak atas benda-benda, yaitu benda-benda yang ditinggalkan seseorang. Perihal pembuktian dan lewat waktu (daluwarsa) sebenarnya adalah soal hukum acara, sehingga kurang tepat dimasukkan dalam B.W.yang pada asasnya mengatur hukum perdata materiil. Tetapi pernah ada suatu pendapat, bahwa hukum acara itu dapat dibagi dalam bagian materiil dan bagian formil. Soal-soal yang mengenai alat-alat pembuktian terhitung bagian yang termasuk hukum acara materiil yang dapat diatur juga dalam suatu undang-undang tentang hukum perdata materiil.

Sumber :

  1. Kitab Undang Undang Hukum Perdata
  2. Salim HS,PENGANTAR HUKUM PERDATA TERTULIS [BW]
  3. Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000
  4. C.S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata, Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2006
  5. Komariah, Hukum Perdata Edisi Revisi, UMM Press, Malang, 2010
  6. Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001