Baca Juga

Kejujuran sudah menjadi barang langka di dunia ini. berbagai upaya mendidik siswa bertindak jujur terus digalakkan dan salah satunya adalah kantin kejujuran. Kantin Kejujuran dimaksudkan untuk membelajari siwa untuk berbuat dan bertindak jujur dengan membayar barang sesuai dengan harga dan jumlah barang yang diambil serta mengambil kembalian sendiri tanpa ada yang mengawasi.Tapi apakah kantin kejujuran efektif membentuk pribadi yang jujur? itu yang jadi permasalahnnya. Dari 617 kantin kejujuran di Kota Bekasi yang diresmikan Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin pada Oktober 2008, tinggal 20 persen yang tetap eksis. Sebanyak 80 persen tutup akibat bangkrut karena ketidakjujuran pembeli. Nah lo..

Sejak diresmikan hingga sekarang, belum ada evaluasi terhadap peningkatan kantin kejujuran pada setiap sekolah. Program itu bagus dan baik, tapi kalau tidak ada tindak lanjut percuma, buang-buang tenaga saja dan biaya. Selayaknya ada evaluasi, sejauh mana kemajuan dan kejujuran para anak didik.

Banyak ahli konsep program, tapi yang mempertahankan dan melanjutkan program itu boleh dibilang sangat jarang. Oleh karena itu, banyak program jadi mubazir karena tidak pernah dievaluasi. Padahal, setiap membuat program tentu menelan biaya yang cukup besar.

Program kantin kejujuran misalnya yang diterapkan di masing-masing satuan pendidikan dari SD hingga pendidikan menengah, awalnya menggebu-gebu. Tetapi berselang 3-6 bulan, tutup alias bangkrut, karena siswa kurang kejujuran atau ketidakmengertian, sebab awalnya tidak ada sosialisasi khususnya di kalangan murid sekolah dasar.

Para kepala SD mengatakan, lebih baik ditutup daripada bangkrut, sebab murid-murid asal main ambil saja dan tidak bayar. Memang siswa tidak mutlak salah, sebab awalnya tidak ada sosialisasi, sehingga mereka berpikiran semua barang yang dipajang di kantin kejujuran gratis.

“Tingkat kesulitan menanamkan kejujuran bagi siswa SD memang menjadi kendala, namanya anak-anak, dikira gratis, sebab tidak ada orang atau petugas kantin yang menunggu mereka ambil saja” tutur sejumlah kepala SD di kota Bekasi.

Jangankan di tingkat SD, pada jenjang SMP dan SMA saja sudah banyak yang tutup. Barangnya habis, tapi uangnya tidak kelihatan, berarti tidak jujur, apakah mungkin semua siswa dihukum atau diinterogasi. Menanamkan kejujuran itu sejak dini memang cukup baik, tapi jangan dadakan seperti pembukaan kantin kejujuran, ujar seorang kepala SMP.

Program kejujuran diarahkan ke sekolah, tapi tingkat korupsi merajalela di mana-mana. Ini benar-benar pengalibian situasi, padahal bila arahnya ke siswa bukan kejujuran yang ditanamkan, tetapi ahlak, moral dan budi pekerti. Pelajaran ini sudah merangkum di dalamnya kejujuran. Dahulu ada pendidikan moral pancasila, sekarang diganti dengan PPKn, kemudian dahulu ada pendidikan budi pekerti, sekarang malah dihapus.

Kalau generasi muda nya saja begini hanya akan melahirkan koruptor baru di negeri ini.