Baca Juga




PENDUDUK DAN PENDIDIKAN DI KAJANG
Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian
Sebagian besar masyarakat adat Kajang Ammatoa berprofesi sebagai petani. Pada waktu - waktu tertentu, banyak masyarakat yang merantau ke luar kawasan adat.
Beberapa masyarakat bekerja sebagai sebagai petani dan kuli bangunan di kota Makassar dan beberapa daerah lain di Sulawesi Selatan. Aktiitas tersebut dilakukan untuk mengumpulkan uang menafkahi hidup keluarganya.
Dan sebagian lainnya tetap tinggal di dalam kawasan adat untuk mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Berikut penggolongan mata pencaharian masyarakat adat Ammatoa.
1. Bercocok tanam/bertani : antara lain makanan pokok misalnya padi, jagung dan buah – buahan.
2. Beternak : adapun hewan yang diternakkan seperti ayam, kuda, sapi, kerbau dll.
3. Menenun : hasil tenunan berupa hasil industri rumah tangga berupa kain hitam untuk dijadikan baju le’leng (baju hitam), Tope (sarung hitam), Passapu (kain hitam yang dililit di kepala menjadi topi/songkok yang dikenakan oleh kaum laki - laki).
4.  Berdagang : jenis - jenis barang yang diperdagangkan antara lain dari hasil pertanian, hewan ternak dan hasil industri rumah tangga berupa hasil tenunan. Mereka berdagang di luar kawasan adat karena tidak terdapat pasar di dalam kawasan adat.

Keadaan Pendidikan
                   Mayoritas masyarakat komunitas Ammatoa tidak memiliki pengalaman formal. Namun pada persoalan ajaran norma dan nilai - nilai, masyarakat adat Ammatoa mampu mengajarkan kearifan dan kesederhanaan yang disampaikan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Variabel tersebut dapat dijadikan sebagai optik untuk memandang adat Ammatoa dalam menentukan pilihan sikap terhadap keleluhuran ajaran adat Kajang.
                   Hanya saja keleluhuran aspek adat mulai terkikis dengan berbagai mistifikasi modern. Kronik paradigma modern yang membawa kesadaran baru dan menanggapi realitas kontekstual yang dihadapi komunitas Ammatoa.
                   Hanya sebagian kecil masyarakat di sana yang berkeinginan untuk menempuh pendidikan formal dan mereka menempuh pendidikan di luar kawasan adat karena tidak terdapat sekolah di dalam kawasan adat. Umumnya hanya mengenyam pendidikan hingga SD hingga SMP. Dan sebagian lagi hingga SMA.
                   Sekolah SD dan SMP yang dibangun di dekat masjid di perbatasan kawsan Adat Kajang Dalam dengan Adat Kajang Luar sebelum pintu gerbang pada awalnya memicu konflik karena pemilik lahan tempat membangun sekolah tidak mendapat ganti rugi oleh pemerintah. Karena konflik itulah, maka sekolah tersebut disegel. Akan tetapi setelah dilakukan pendekatan yang baik, maka segel sekolah kembali dibuka oleh warga. Anak - anak dilarang bersekolah karena orang tua mereka menganggap apabila anak - anaknya sudah pintar, maka anak - anak mereka akan dibawa oleh bangsa Belanda. Dan setelah dilakukan pendekatan – pendekatan dan pengarahan akan pentingnya pendidikan, maka sebagian masyarakat adat Kajang Ammatoa mulai menyekolahkan anak - anak mereka di tingkat SD, SMP hingga SMA.
              Dan hanya sebagian kecil yang mengenyam pendidikan di tingkat Universitas. Sebut saja Ramlah (anak dari Ammatoa Puto Palasa) yang berkuliah di Universitas Muhammadiyah Makassar dan mengambil jurusan Bahasa Inggris, dan tentu  saja berpengaruh pada modernisasi dan teknologi khususnya penggunaan telepon genggang (Handphone). Bahkan sudah ada warga yang menjadi seorang Insinyur Pertanian, akan tetapi mereka mengaplikasikan ilmu mereka di luar kawasan adat.
              Begitu pula dengan dibangunnya kelas jauh UVRI (Universitas Veteran Republik Indonesia) di kecamatan Kajang, maka sebagian warga adat Ammatoaberkuliah di sana. Intinya, mereka masih perlu himbauan untuk mengenal pendidikan. (*Muh. Sain/Staff Kecamatan Kajang).
              Persoalan yang sangat fatal yaitu transformasi ilmu yang kurang maksimal. Kearifan orang Kajang merupakan bentuk kekayaan kebudayaan yang sangat mulia karena mengedepankan keseimbangan terhadap alam. Bahkan pemerintah setempat yang turut bercermin kepada kearifan mereka di dalam melestarikan hutan. Kamase - mase sebagai prinsip hidup menjadi penanda identitas manusia kajang yang sederhana, harmonis, dan menegdepankan pemahaman trasendensi pada Turie’a A’ra’na dalam menentukan sikap adalah ajaran luhur. Masyarakat Kajang mengajarkan untuk memnafaatkan bahan alam secara berimbang dan sesuai kebutuhan. Demikian halnya dalam membuat perangkat keseharian, kesemuanya diaktualisasikan dengan sangat bijaksana dan sederhana.
              Ajaran Kamase - masea yang ada di komunitas adat Kajang merupakan warisan ilmu yang ditransformasikan secara turun - temurun. Persoalan transformasi ilmu nampak pada pemahaman akan prinsip ideal Kamase - maseayang dipahami secara serampangan terutama oleh kaum muda masyarakat Ammatoa. Berdasarkan temuan di lapangan, mayoritas kaum muda hanya sekedar memaknai Kamase - masea pada aspek permukaan semata. Artinya, Kamase - Masea sekedar ditafsirkan sebagai situasi miskin atau sederhana semata.
   
      Tabe'' punna rie' lanikuta'nang,, kiuuriki raha ri kolom facebook..:)