Baca Juga

Pengertian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang - Perpu adalah singkatan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau disingkat Perpu atau Perppu). Perpu adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah sama dengan materi muatan Undang-Undang.

Pengertian Perpu
Pengertian Perpu

Perpu ditandatangani oleh Presiden. Setelah diundangkan, Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut, dalam bentuk pengajuan RUU tentang Penetapan Perpu Menjadi Undang-Undang. Pembahasan RUU tentang penetapan Perpu menjadi Undang-Undang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan pembahasan RUU. DPR hanya dapat menerima atau menolak Perpu.

Jika Perpu ditolak DPR, maka Perpu tersebut tidak berlaku, dan Presiden mengajukan RUU tentang Pencabutan Perpu tersebut, yang dapat pula mengatur segala akibat dari penolakan tersebut.

Dalam (Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan), yang harus segera diatasi, karena pembentukan Undang-Undang memerlukan waktu yang relative lama. “noodverordeningsrecht” atau “hak Presiden untuk mengatur kegentingan yang memaksa” tidak selalu ada hubungannya dengan keadaan bahaya, tetapi cukup apabila menurut keyakinan Presiden terdapat keadaan mendesak dan dibutuhkan peraturan yang mempunyai derajat Undang-Undang. Dan PERPU tidak dapat ditangguhkan sampai DPR melakukan pembicaraan pengaturan keadaan tersebut. Jangka waktu berlakunya PERPU ialah terbatas, sebab harus dimintakan persetujuan oleh DPR untuk dijadikan Undang-Undang ataukah dicabut.

Kedudukan Perrpu dalam hirarki peraturan perundang-undangan adalah sederajat dengan Undang-Undang. Demikian pula, materi muatan yang diatur dalam Perpu sama dengan materi muatan yang diatur dalam Undang-Undang. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Kewenangan Presiden untuk membentuk Perpu menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, hanya dapat dilaksanakan apabila terdapat keadaan yang genting atau keadaan yang memaksa. Dengan demikian, Presiden tidak perlu menunggu persetujuan dari DPR untuk membentuk Perrpu.

Namun setelah Perpu disahkan, Presiden harus mengajukan kembali Perrpu tersebut dalam bentuk rancangan Undang-Undang tentang penetapan Perpu menjadi Undang-Undang kepada DPR. Pengajuan Perpu kepada DPR harus dilakukan dalam persidangan berikutnya setelah Perpu disahkan oleh Presiden. Yang dimaksud dengan persidangan berikutnya adalah masa persidangan Dewan Perwakilan Rakyat yang diantaranya hanya terdapat satu masa reses.

Apabila rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Perrpu menjadi Undang-Undang ditolak oleh DPR, maka Perrpu tersebut tidak dapat berlaku lagi. Untuk itu, Presiden harus mengajukan rancangan Undang-Undang tentang pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang juga dapat memuat pengaturan terhadap segala akibat yang timbul dari penolakan perubahan Peerpu menjadi Undang-Undang.

Berdasarkan Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 ada tiga syarat sebagai parameter adanya “kegentingan yang memaksa” bagi Presiden untuk menetapkan PERPU yaitu :
  1. Adanya keadaan yaitu kebutuhanmendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang;
  2. Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai;
  3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
Proses Penyusunan PERPU adalah sebagai berikut :
  1. PERPU harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut (persidangan pertama DPR setelah PERPU ditetapkan oleh Presiden);
  2. Pengajuan PERPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk pengajuan RUU tentang penetapan PERPU menjadi Undang-Undang;
  3. DPR hanya memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap PERPU;
  4. Dalam hal PERPU mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna, PERPU tersebut ditetapkan menjadi Undang-Undang;
  5. Dalam hal PERPU tidak mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna, PERPU tersebut harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku;
  6. Dalam hal PERPU harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (5), DPR atau Presiden mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan PERPU;
  7. RUU tentang Pencabutan PERPU sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mengatur segala akibat hukum dari pencabutan PERPU;
  8. RUU tentang Pencabutan PERPU sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan menjadi Undang-Undang tentang Pencabutan PERPU dalam rapat paripurna yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (5).


Sumber Hukum :

  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
  2. Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009.

Referensi :