Baca Juga

Pendahuluan
Para ilmuan filsafat dengan berbagai aluran pikiran tidak dapat bersatu dalam menentukan kreteria kebenaran. Berbagai terori kebenaran yang dikemukan tidak juga menghasilkan satu kesatuan faham, akibatnya terjadi pemhaman seperti pemahaman pragmatis bahwa kebenaran itu bukan satu tetapi didasarkan pada sudut mana dipandang. Bahkan teori prgamatis secara ekstrim bahwa kebenaran itu adalah kemanfaatan suatu perbuatan atau sebuah pemikiran.  
Teori ini beda dengan teori kohorensi, menurut teori koherensi kebenaran itu didapatkan dari sebuah pernyataan yang kesesuaiannya dengan fakta. Dengan kata lain bahwa kebenaran tergantung pada adanya hubungan secara tepat antara ide-ide yang sebelumnya sudah diakui kebenarannya. (Suparlan Suhartono, 2008: 84). Para filsuf menyebut kebenaran ini sebagai kebenaran ontologik (Jalaluddin, 2013: 134). 
Lain halnya dengan teori korespondensi, kebenaran menurut teori ini tidak bersifat final, walaupun dalalil-dalil yang dikemukakan secara rasional didasarkan pada premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya, tetapi dimungkinkan juga pilahan yang berbedadari sejumlah premis ilmiah yang tersedia yang dipergunakan dalam penyusunan argumentasi. ( Jalaluddin, 2013: 136). Para penganut teori korespondensi berpandangan bahwa suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan objek objek yang diujik dengan pernyataan terebut. Dengan makna yang simpel kebenaran adalah kepatuhan kepada realitas yang objektif atau kebenaran adaalah hubungan erat antara putusan kita kepada fakta-fakta yang ada.
Dari ketiga teori kebenaran tersebut dalam realitas hukum sering menjadi landasar argumentasi penegakan hukum. Bahkan jika berpatokan kepada realitas masyarakat sering mengklaim bahwa penegakan hukum sangat jauh dari rasa keadialan dan kebenaran. Masyarakat tidak mengenal proses hukum seperti apa dan pendekatan analisis hukum seperti apa, yang dipimikiran dan dirasakan oleh mereka penegakan kebenaran dan keadilan. Dengan demikian bagamaimana kebenaran dalam perspektih pengetahuan hukum?

Pengetahuan Hukum  
Pengatahun hukum terdiri dari akata pengetahuan dan hukum. Pengetahuan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan segala sesuatu yang diketahui, atau segala sesuatu yang diketahui berkenadan hal (mata pelajaran). Sedangkan kata hukum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikenal empat arti. Pertama hukum di artikan dengan peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat yang dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas. Kedua hukum diartikan sebagai undang-undang, aturan untuj mengatur pergaulan hidup masyarakat; ketiga hukum diartikan patokan (kaidah, ketentuan) mngenai peristiwa (alam dan sebagainya) yang tertentu; dan keempat, keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (di pengendalian); vonis. Istilah hukum berasal dari bahasa Arab dari kata hakama yaitu aturan-aturan yang dijadikan dasar oleh hakim dalam memutuskan suatu perkara, hukuam  dalam bahasa Inggeris disebut law, rule, Perancis droit, Belanda recht dan Jerman recht atau derito.
Hukum dalam arti luas adalah aturan, kaidah, norma atau ugeran, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, yang pada dasarnya berlaku dan diakui orang sabagai peraturan yang harus ditaati dalam kehidupan bermasyarakat dan apabila dilanggar akan dikenakan sanksi.Dalam Enseklopedia Indonesiahukum merupakan rangkaian kaidah, peraturan-peraturn, tata aturan baik tertulis maupun tidak tertulis, yang menentukan atau mengatur hubungan-hubungan antara para anggota masyarakat. Para ilmuan hukum sepakat dalam tidak kesepakatan dalam satu definisi hukum. Hukum sangat universal, tidak terlepas dari berbagai aspek ilmu, sehingga sulit untuk menyatukan sebuah definisi hukum. Namun, untuk menjadi suatu dasar pemikiran dikemukakan pandangan Soetandyo Wingnyosoebroto.
Menurut Soetandyo Wingnyosoebroto hukum merupakan sebuah konsep, dan tak ada konsep yang tunggal mengenai apa yang disebut hukum itu. Selanjutnya dikatakan bahwa, sekurang-kurangnya ada tiga kosep hukum yang pernah dikemukakan orang. Pertamahukum sebagai asas moralitas atau asas keadilan yang benilai universal. Kedua, hukum sebagai kaidah-kaidah dan positif yang berlaku pada suatu waktu dan terbit sebagai produk eksplisit sumber kekuasaan politik tertentu yang diligitimasi. Ketiga, hukum sebagai institusi sosial yang riil dan fungsional di dalam sistem kehidupan bermasyarakat, baik dalam proses pemulihan ketertiban dan penyelesaian sengketa maupun dalam proses pengarahan dan pembentukan pola-pola perilaku yang baru. Pendapat Soetandyo tersebut cukup rasional, hal ini dapat disimak dengan pengertian-pengertian hukum yang dikemukakan para ahli hukum lainnya. Seperti Soerjono Soekanto dalam bukunya Sendi-sendi IlmuHukum dan Tata Hukum menyatakan, bahwa
1. Hukum sebagai ilmu pengatahuan yakni pengatahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran 2. Hukum sebagai disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan yang dihadapi.
3. Hukum sebagai kaidah, yakni podoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan.
4. Hukum sebagai tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat kaidah-kaidah hukum yang berlaku pula pada suatu waktu dan tempat tertentu berbentuk tertulis.
  Dari pengertian kedua kata tersebut dapat dipahami bahwa pengetahuan hukum adalah segala segala konsep hukum yang diketahui, baik itu terkait dengan perintah, larangan, aturan atau norma, patokan atau kaidah, maupun tekati asas hukum. Mempunyai pengetahuan yang luas tekait dengan ilmu-ilmu pendukungng tertama dalam merumuskan hukum materiil.

Kebenaran dalam Perspektif Hukum
Bertolak dari ketiga teori kebenaran sebagaimana disebutkan pada pendahuluan tersebut,diletakkan pada teori kebenaran yang mana. Di satu sisi hukum dipandang hitam putih, berarti kebenran itu hanya satu yaitu berdasarkan pada kesesuaian norma hukum dengan peristiwa hukum. Jika demikian halnya maka hukum yang dilihat pada aspek kepastian yaitu kesesuaian legalitas dengan fakta-fakta hukum. Di sisi yang lain para ilmuan hukum memahami hukum itu dari berbagai sudut, ada yang melihat dari sudut filsat, ada dari sudut sejarah, ada dari sudut antropolgi, ada dari sudut politik bahkan ada dari sudut psikologi. Hal ini berarti kebanaran hukum itu sangat veriatif . Jika ia maka kebenaran hukum itu hanya terletak pada penegak hukum. 
Telah disadari dalam penegakan hukum diharapkan agar penegak hukum terutama para hakim dalam hal menjutuhkan satu putusan harus memenuhi rasa keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Ketiga tujuan hukum ini adalah realisasi dari pemikiran kebenaran filosuf, pemikiran sosiolog dan pemikiran legalitor. Ketiga pemikiran ini jika dikaitkan dengan ketiga teori yang ada tentunya teori pragmatis sangat relatif untuk digunakan. Imam Syafi,iy salah seorang ilmuan hukum Islam yang ternama dalam dunia Islam berpendirian bahwa bila dikemudian hari terdapat argument yang autentik (dari Alqur'an dan Hadis Nabi saw.) sebuah kebenaran yang berbeda dengan pendapat, maka tinggalkan pendapatnya itu. Teori pragmatif berkaitan dengan rasa kemanfaatan hukum. Jadi dalam perspektif kebenaran pragmatif tidak berorintasi pada sebuah proses atau suatu peristiwa hukum tetapi hasil dari proses atau peristiwa hukum itu.
 Teori koherensi diimplementasikan  dalam tataran ius constitidum, (ide-ide hukum) yang kesesuaian dengan realitas perilaku masyarakat. Pendekatan deduktif sangat mendominasi kebenaran koherensi. Tataran hukum dalam hal ini adlah aspek keadilan yang diutamakan, seperti konsep keadilan Aristotelles. Rasa keadilan untuk setiap orang atau kelompok sangat fariatif, oleh sebab itu jangan secara apriori menjustifikasi setiap putusan hakim itu tidak adil. Hakim sebagai pematah kepentingan pencari keadilan mempunyai pandangan berdasarkan pada keyakinannya atas sebuah fakta hukum. 
Demikian juga dalam perspektif teori korespondensi, kesesuaian putusan hakim dengan kebenaran fakta-fakta hukum. Kebenaran legalitas, artinya penerapan hukum hukum terhadap sebuah perkara didasarkan pada fakta-fakta hukum yang terdapat pada peristiwa terjadi. teori kebenaran korespondensi mengutamakan kepastian hukum (asas legalitas).