Baca Juga
Alat Musik Tradisional Bali pada umumnya juga dapat ditemukan dibeberapa provinsi lain di Indonesia. Akan tetapi selain perbedaan nama tentu saja alat musik tersebut memiliki ciri khas baik bentuk ornamen, ukiran atau cara memainkannya yang membuatnya berbeda walaupun dengan fungsi dan bunyi yang sama.
Rindik
Rindik merupakan salah satu alat musik tradisional Bali. Alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul tersebut terbuat dari susunan bambu.
Terdapat lima nada dasar yang dimiliki oleh Rindik. Rindik biasa digunakan sebagai musik pengiring hiburan rakyat "Joged Bumbung. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, kini Rindik sudah lebih fleksibel dalam pemakaiannya. Beberapa diantaranya adalah sebagai pelengkap untuk acara pernikahan/resepsi serta dapat pula untuk menyambut tamu.
Ceng-Ceng
Alat musik tradisional Bali selanjutnya disebut dengan Ceng-ceng. Ceng ceng adalah musik yang berbentuk seperti 2 buah keping simbal yang terbuat dari logam, yang dimainkan dengan carame madukan keping simbal tersebut. Alat musik tradisional Bali yang satu ini dipakai untuk mengiringi gamelan maupun rindik.
Pereret
(http://www.mekarbhuana.com)
Merupakan alat musik kuno sejenis trompet yang terbuat dari bahan kayu yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menjadi trompet. Alat musik ini banyak dibuat di daerah Jembrana, Bali. Biasanya alat musik ini digunakan untuk mengiringi kesenian Sewo Gati. Cara menggunakan Pereret ini adalah dengan meniup alat tersebut sehingga keluar suara yang sangat merdu dan menawan hati.
Di Bali jaman dahulu dikenal dengan istilah Pereret pengasih asih. Hal ini disebabkan karena biasanya alat ini sering dipakai oleh perjaka untuk mengguna-gunai seorang gadis yang dicintai nya, lalu memainkannya pada malam hari diatas pohon yang tinggi, sehingga suaranya bisa didengar sayup-sayup merdu dari jarak kurang lebih satu kilometer. Sebelum dipakai, alat tersebut terlebih dahulu diisi dengan kekuatan gaib oleh Jero Balian (Dukun) dengan cara memberi sesajen sakral yang dipersembahkan kepada Sanghyang Pasupati.
Genggong
Merupakan salah satu instrumen getar yang unik yang semakin jarang dikenal orang. Keunikannya terletak pada suara yang ditimbulkannya yang bila dirasakan memberi kesan mirip seperti suara katak sawah yang riang gembira bersahut-sahutan di malam hari. Keunikannya yang lain adalah memanfaatkan rongga mulut orang yang membunyikannya sebagai resonator.
Alat musik tradisional Bali ini dibunyikan dengan cara mengulum (yanggem) pada bagian yang disebut “palayah”nya. Jari tangan kiri memegang ujung alat sebelah kiri dan tangan kanan menggenggam tangkai bambu kecil yang dihubungkan dengan tali benang dengan ujung alat di sebelah kanan. Untuk membunyikannya maka benang itu ditarik-tarik ke samping kanan agak menyudut ke depan, tetapi tidak meniupnya. Rongga mulut hanya sebagai resonator, dibesarkan atau dikecilkan sesuai dengan rendah atau tinggi nada yang diinginkan. Di Bali alat musik Genggong ini semata-mata dipakai sebagai hiburan, misalnya dalam acara perkawinan.
Seniman pengrajin pembuat genggong yang masih aktif banyak didapatkan di Desa Batuan, Kabupaten Gianyar, misalnya pada seorang yang bernama I Made Meji. Ada kalanya dibuat sebagai barang “souvenir” yang dijajakan buat para wisatawan. Bahan untuk membuat genggong adalah pelepah pohon enau yang di Bali disebut “pugoug”. Dipilih yang cukup tua dan kering, lebih diutamakan yang mengering di batangnya sendiri. Dipilih kulit luarnya, dibuat irisan penampang segi empat panjang dengan ukuran lebih kurang 2 cm lebar dan dua puluh cm panjangnya. Bagian dalam yang lunak dibersihkan hingga tinggal luarnya yang keras setebal kira-kira seperempat cm. Palayah atau bagian instrumen yang bergetar terletak di tengah-tengah irisan yang kedua ujungnya berjarak dua cm dari batas ujung penampang irisan. Lebar palayah setengah cm. Palayah terdiri dari badan palayah dan ujung palayah yang berada atau mengarah ke bagian kiri irisan. Ujung palayah ini diusahakan setipis mungkin dengan lebar kira-kira sepuluh mm. Demikian pula bagian badan palayah dibuat tipis, kira-kira 2 cm di bagian atasnya dibuat tetap tebal, yaitu setebal irisan keseluruhan penampang irisan. Selanjutnya pada ujung kanan irisan penampang dibuat lobang tempat tali benang, yang kira-kira panjangnya 5 cm.
Benang itu diikatkan pula pada setangkai bambu bundar yang kecil, sepanjang 10 cm. Waktu membunyikan genggong tangan kanan memegang tangkai tersebut secara vertikal untuk menarik benang hingga palayahnya tergetar.
Sumber: Serba Tradisional